3 Hukum yang Mengatur Ahli Waris

Ahli Waris

Ahli waris adalah orang yang berhak mendapatkan bagian dari harta warisan yang ditinggalkan pewaris.

Seseorang bisa dinyatakan sebagai ahli waris setelah ditunjuk secara resmi berdasarkan hukum yang digunakan dalam pembagian harta warisan, yaitu hukum Islam, hukum perdata, dan hukum adat.

Berdasarkan hukum agama Islam, keberadaannya ditentukan oleh dua hal. Pertama, karena terdapat hubungan pertalian darah ayah dan anak. Kedua, karena terdapat hubungan pernikahan.

Kamu bisa menciptakan warisan lewat asuransi jiwa yang berbasis syariah. Jika kamu punya pertanyaan seputar anggaran dan lainnya, kamu bisa mengajukan pertanyaan di Tanya Lifepal!

Penentuan Ahli Waris Menurut Hukum Islam

Masing-masing ahli waris sudah ditentukan bagian masing-masing menurut ajaran Islam yang bersumber dari Al-Quran dan Assunnah. 

Dalam hukum waris Islam terdapat tiga macam ahli waris.

  • Ashab Al-Furiid, yaitu kelompok yang mendapatkan bagian tertentu. 
  • Ashabah, yaitu kelompok yang mendapatkan sisa setelah dilakukan pembagian.
  • Zawi Al-Arham, yaitukelompok yang tidak menerima bagian, kecuali tidak ada Ashab Al-Furiid dan Ashabah.
  • Kelompok Ahli Waris Berdasarkan Aturan Hukum Perdata

    Berdasarkan Hukum Perdata, ada dua golongan yang disebut sebagai ahli waris, yaitu: 

  • Pertama, orang yang ditunjuk oleh pewaris atau diberikan wasiat (Pasal 830 KUHPerdata).
  • Kedua, orang yang memiliki hubungan darah dengan pewaris dan terikat dengan perkawinan (Pasal 832 KUHPerdata).
  • Mengenai kelompok orang yang memiliki pertalian darah, dibagi lagi ke dalam empat golongan berdasarkan KUHPerdata , yaitu:

    1. Golongan I: Suami/Istri yang hidup terlama dan anak keturunannya (Pasal 852 KUHPerdata)
    2. Golongan II: Orang tua dan saudara kandung pewaris.
    3. Golongan III: Keluarga dalam garis lurus ke atas sesudah bapak dan ibu pewaris.
    4. Golongan IV: Paman dan bibi pewaris baik dari pihak bapak maupun dari pihak ibu, keturunan paman dan bibi sampai derajat keenam dihitung dari pewaris, saudara dari kakek dan nenek beserta keturunannya, sampai derajat keenam dihitung dari pewaris.  

    Khusus bagi orang yang terikat pernikahan, misalnya suami dan istri, ahli waris dapat menerima warisan selama belum bercerai. Apabila pewaris meninggal dunia dalam kondisi sudah bercerai, maka mantan suami/istri sudah tidak berhak lagi atas harta warisan dari mendiang.

    Dalam hukum perdata golongan-golongan ini bersifat prioritas dari golongan teratas. Artinya, jika seorang pewaris masih memiliki istri dan anak kandung, maka golongan di bawahnya tidak akan mendapatkan warisan.

    Lain halnya jika pewaris tidak memiliki suami/istri dan keturunan, maka golongan kedua yang berhak untuk mendapatkan warisan, yaitu orang tua dan saudara kandung. Begitu seterusnya jika tidak ada golongan ketiga, maka yang berhak menerima warisannya adalah golongan keempat.

    Ahli Waris di Mata Hukum Adat

    Dalam hukum adat, ahli waris ditentukan berdasarkan dua garis pokok, yaitu garis pokok keutamaan dan garis pokok penggantian.

    Garis pokok keutamaan berasal dari keluarga pewaris di antaranya:

    1. Kelompok keutamaan I: Keturunan pewaris.
    2. Kelompok keutamaan II: Orang tua pewaris.
    3. Kelompok keutamaan III: Saudara-saudara pewaris dan keturunannya.
    4. Kelompok keutamaan IV: Kakek dan nenek pewaris dan seterusnya.

    Garis pokok penggantian adalah garis hukum yang bertujuan menentukan siapa di antara orang-orang di dalam kelompok keutamaan tertentu. Mereka yang dipilih harus memiliki kriteria:

    1. Orang yang tidak punya penghubung dengan pewaris.
    2. Orang yang tidak ada lagi penghubungannya dengan pewaris.

    Jika disederhanakan, garis pokok penggantian ini merupakan sosok yang mendapatkan wasiat tertentu atau penunjukan langsung dari pewaris sebelum meninggal dunia.

    Dalam hal ini bisa saja pewaris yang dimaksud berstatus anak angkat, anak tiri, anak akuan (anak pungut), dan anak piara. Kelompok ini tidak memiliki garis keutamaan (bukan kandung), tetapi termasuk dalam garis pokok penggantian. 

    Itulah beberapa ketentuan tentang penyebutan ahli waris berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia mulai dari hukum Islam, hukum perdata dan hukum adat. Seorang pewaris berhak menentukan untuk mengikuti aturan yang mana dalam menentukan pembagian dan pengelompokan ahli warisnya.