Jadi Orang Terkaya Ketiga di Dunia, Nih 6 Wejangan Menusuk Bos Louis Vuitton

Orang Terkaya dunia

CEO Louis Vuitton Moet Hennessy (LVMH) Bernard Arnault, resmi menduduki posisi ketiga sebagai orang terkaya di dunia versi Bloomberg. Sementara itu, CEO Berkshire Hathaway yang juga merupakan suhu investasi saham, Warren Buffet terdepak dan berada di posisi keempat.

LVMH menaungi sekitar 60 anak perusahaan yang memiliki brand-brand ternama seperti Celine Dior, Fendi, Louis Vuitton, Benefit Cosmetics, Bvlgari, Tag Heuer, Marc Jacobs dan masih banyak lagi.

Di tahun 2018, miliarder Prancis ini berhasil menyalip pendiri Facebook Mark Zuckerberg di jajaran orang terkaya versi Forbes. Tahun ini, penggagas renovasi Gereja Notre-Dame itupun mengalahkan Buffett.

Arnault kini mengantongi kekayaan senilai US$ 102 miliar atau setara dengan Rp 1.440 Triliun! Sementara itu Buffett yang duduk di posisi empat berkekayaan US$ 85,8 miliar atau Rp 1.211 triliun.

Asal kamu tahu, Arnault sudah memimpin LVMH sejak tahun 1989. LVMH sendiri adalah perusahaan keluarga, anak-anaknya pun dilibatkan buat mengurus perusahaan ini.

Arnault juga menguasai 95 persen saham di Christian Dior. Di tahun 2018, laba dari LVMH melonjak jadi US$ 53 miliar alias Rp 748 triliun, sadis!

Buat kamu yang pengin sukses seperti Bernard Arnault, maka gak ada salahnya kok untuk menyimak beberapa wejangan dari beliau. Beberapa di antaranya mungkin sedikit menusuk ya, tapi dijamin deh kamu bisa sukses kalau bersedia mengikuti apa kata Arnault.

Baca juga: 10 Wanita Terkaya di Dunia 2018, Hartanya Sampai Ratusan Triliun!

“Hubungan saya dengan barang mewah bersifat “rasional” dan harus ada hubungannya dengan marjin keuntungan”

Wajah butik LV yang udah tersohor di seluruh penjuru dunia, (Ilustrasi/Pixabay).

Quote ini benar-benar “jleb” alias nusuk banget buat mereka yang konsumtif atau pansos. Gak sedikit yang rela mengeluarkan uang buat membeli barang-barang mewah bahkan kalau bisa sampai ngutang.

Tujuannya ya apalagi kalau bukan biar terlihat tajir dan mapan. Apa jadinya kalau barang mewah udah banyak di lemari tapi kita gak mapan-mapan? Rumah aja belum punya.

Bagi bosnya Louis Vuitton, keberadaan barang mewah semestinya bisa mendatangkan keuntungan materiil buat kita. So, daripada sibuk ngumpulin uang buat beli barang mewah, lebih baik menjual barang mewah aja. Barangnya mahal dan cuannya gede. 

Baca juga: Gucci Hingga Louis Vuitton, 5 Koleksi Barang Mewah Hilda Vitria Ini Bikin Geleng-Geleng Kepala

“Dalam bisnis barang mewah, kamu harus menciptakan sebuah warisan dalam merek dan sejarahnya, ini bukan hal yang mudah”

Bernard Arnault
“Dalam bisnis barang mewah, kamu harus menciptakan sebuah warisan dalam merek dan sejarahnya, ini bukan hal yang mudah”, (Ilustrasi/Pixabay).

Bisnis barang mewah seperti yang dilakoni Arnault itu kompleks. Gak sekedar jualan kayak jual kacang dan lainnya. 

Mengapa demikian? Karena barang mahal itu gak cuma mengandalkan kualitas. Harus ada nilai sejarah yang disematkan dalam produk brand-brand mewah itu.

Arnault jujur bahwa keuntungan bisnis barang mewah tentu memakan waktu dan harus disertai dengan passion. Namun ketika udah untung, kamu pasti bisa merasakan cuannya yang fantastis. Lihat saja Irwan Mussry sekarang.

“Produk yang dibuat berdasarkan kemauan pelanggan, biasanya gak inovatif dan sulit untuk dicap premium”

Bernard Arnault
“Pembeli adalah Raja”, begitu ucapan Arnault yang gak bisa dilupakan, (Ilustrasi/Pixabay).

“Pelanggan adalah raja,” semua yang mau berbisnis pasti dicekokin quote yang satu ini. Alhasil, muncul seputar riset kepuasan konsumen dan lain sebagainya. Tujuannya agar pebisnis bisa menciptakan sebuah produk yang memang dicintai oleh pelanggannya.

Tapi hal itu gak berlaku di bisnis barang mewah. 

Barang mewah adalah sebuah karya seni dari desainer kelas dunia, yang punya nilai eksklusif. Kalau memang nurutin kemauan pelanggan, eksklusifitas barang itu tentunya bisa hilang dong. 

“Kamu gak akan bisa memprediksikan kesuksesan produkmu”

Model tas LV emang udah jadi pujaan nih bagi penggila merek mahal, (Ilustrasi/Shutterstock).

Waduh! Kalau kata om Bernard Arnault kita gak bisa memprediksi kesuksesan. Terus gimana dong ke depannya? Berarti kita kayak untung-untungan saja dong?

Intinya gini, Arnault selalu melakukan uji coba pada produknya. Ketika uji coba itu dinilai “mendekati kegagalan,” maka produk itu gak bakal ia luncurkan dan dibuang gitu saja. 

LVMH sendiri gak bakal melakukan sebuah modifikasi produk jika uji cobanya aja udah gagal. 

Strategi yang dilakukan LVMH adalah mempercayakan 100 persen ke desainer dalam membuat produk. Desainer-desainer di sana dianggap seniman lho, bukan teknisi. Mereka bakal diberikan kepercayaan 100 persen dari Arnault buat melakukan inovasi menciptakan karyanya.

“Kita gak suka gagal, kita selalu menghindarinya”

Bernard Arnault
Gak heran kalau LV jadi merek tersohor di dunia, (Ilustrasi/Pixabay).

Nah lho, ini juga cukup rancu sama perkataan banyak orang. Gak sedikit orang yang bilang kalau kita mesti belajar dari ke gagalan.

Buat menghindari kegagalan, Arnault sengaja gak memproduksi produk-produknya secara massal. Semuanya bersifat terbatas. 

Mereka pun gak mengambil risiko dengan memperkenalkan seluruh produknya ke masyarakat. 

“Ketika kamu bertindak layaknya seorang manajer kantoran untuk memimpin orang-orang kreatif, kamu membunuh kreativitas mereka”

Bernard Arnault
“Ketika kamu bertindak layaknya seorang manajer kantoran untuk memimpin orang-orang kreatif, kamu membunuh kreativitas mereka”, ini salah satu ucapan Arnault yang bisa kamu serap, (Ilustrasi/Pixabay).

Ini dia yang harus diperhatikan oleh para manajer atau bos-bos di perusahaan agensi kreatif, media, dan lainnya.

Menerapkan banyak aturan, kebijakan, atau hal-hal yang berkaitan dengan data konsumsi konsumen secara berlebihan, adalah hal yang bisa menghalangi kreativitas seorang desainer produk. 

Biarkan saja mereka berkreasi, toh mereka itu seniman. 

Itulah deretan kata mutiara dari Bernard Arnault yang kiranya bisa kamu jalani jika kamu berniat terjun di dunia bisnis barang mewah, atau yang bersifat kreatif? Walaupun ucapannya diatas menusuk tapi memiliki sisi baiknya juga lho. (Editor: Mahardian Prawira Bhisma)