Keuangan Berantakan Karena Bayar Sekolah Anak, Apa Boleh Investasi Dicairkan?

Anak sekolah

Bukan rahasia lagi, biaya sekolah dasar SD alias taman kanak-kanak swasta memang cukup tinggi buat beberapa kalangan orangtua murid. Untuk di Jakarta, orangtua bahkan harus menyiapkan dana hingga Rp 20 jutaan yang besar kemungkinan, setara dengan dua bulan gaji.

Selain biaya masuk yang mencapai belasan juta Rupiah, biaya SPPnya pun berkisar antara Rp 500 ribuan per tiga bulan. Belum lagi ada biaya-biaya lain yang harus dibayarkan setahun sekali dengan besaran Rp 5 juta. Nah kalau realitanya seperti ini, apa jadinya ya? Itu belum termasuk biaya buku lho.

Bisa jadi, kamu memang sudah menabung biaya ini jauh-jauh hari. Namun apa jadinya jika biaya hidup juga naik. Biaya hidup itu banyak lho. Ada pengeluaran untuk makan, transpor, hingga hal-hal yang berkaitan dengan rekreasi dan belanja kebutuhan lainnya. 

Jika penghasilanmu berkisar antara Rp 10 hingga Rp 15 jutaan dan istrimu gak berpenghasilan, bisa jadi kamu bakal terpikir untuk mencairkan investasi atau jual aset. Pertanyaannya adalah apakah ini adalah saat yang tepat untuk mencairkan investasi atau menjual asetmu agar arus kas keuangan jadi lancar? Eits tunggu dulu. 

Bukan berarti ketika butuh uang banyak, maka investasi harus dicairkan lho. Karena di masa depan, keuntungan investasimu bisa jadi makin besar. Sayang kan kalau dicairkan sekarang? 

Buat kamu yang menghadapi masalah seperti ini, yuk ketahui kapan waktu yang tepat untuk mencairkan dana investasimu. 

1. Ketika jumlah dana darurat “kurang”

Dana darurat (Shutterstock).
Dana darurat (Shutterstock).

Besaran dana darurat pasangan yang belum memiliki anak umumnya adalah enam kali pengeluaran sebulan. So, jika sudah punya anak minimal banget ya setara dengan pengeluaran selama 12 bulan.

Ketika besaran dana daruratmu ini ternyata cuma setara dengan pengeluaran selama enam bulan, maka cairkan saja investasi yang saat ini kamu miliki. Karena jelas sekali, jumlah dana tersebut dinilai kurang. 

Ada apa saja di portofoliomu? Reksadana pasar uang? Saham? Atau mungkin emas? 

Biaya sekolah anak memang cukup tinggi. Belum lagi seiring dengan berjalannya waktu, anakmu pun tumbuh besar. Kamu harus bakal butuh uang lebih banyak untuk seragam baru, pakaian baru, sepatu baru, dan lainnya. 

Jadi, fungsi dari mencairkan investasi di sini lebih ditujukan untuk menjaga ketersediaan dana darurat itu sendiri. Gak perlu dicairkan semua, sebagian atau seperempat pun gak masalah, asalkan kamu masih punya komitmen untuk memprioritaskan investasi jangka panjang buat masa tua. 

2. Ketika kamu punya utang konsumtif berjumlah besar

Utang membuat dompet semakin cekak (Shutterstock)
Utang membuat dompet semakin cekak (Shutterstock)

Dalam perencanaan keuangan, 50 persen dari total penghasilan kita memang dialokasikan untuk kebutuhan pokok dan kewajiban. Termasuk di dalamnya adalah biaya sekolah sang anak dan “utang.” 

Sementara itu, porsi maksimal sebuah utang adalah 30 persen dari total penghasilan. Lebih kecil tentunya lebih baik, dan kalau “gak ada” justru semakin baik. Sebagai contoh, Mahar bergaji Rp 10 juta. Dia memiliki cicilan kartu kredit sebesar Rp 2 juta perbulan, dan harus membayar SPP putranya sebesar Rp 450 ribu sebulan. 

Idealnya, Mahar harus mengalokasikan Rp 5 juta (50 persen dari gaji bulanan) untuk belanja kebutuhan pokok, ongkos transportasi, pulsa, operasional rumah, dan bayar utang. Lalu sisa penghasilannya yang juga sebesar Rp 5 juta, dialokasikan untuk asuransi, investasi, dana darurat, dan gaya hidup.

Pertanyaannya adalah, apakah uang Rp 5 juta untuk saat ini bisa untuk menanggung kebutuhan pokok itu dengan kondisi ekonomi seperti saat ini? Kalau di Jakarta, kayaknya agak susah kan? 

Besar kemungkinan Mahar rela gak berinvestasi, gak punya asuransi jiwa untuk melindungi keluarganya, dan gak nabung dana darurat karena pengeluaran yang besar di biaya sekolah. 

Daripada kebutuhan Mahar jadi gak terpenuhi, alangkah lebih baik untuk mencairkan beberapa investasi guna melunasi utang. Walaupun akan ada biaya penalti pelunasan utang, yang penting adalah kondisi kesehatan finansialmu tetap terjaga. 

3. Ketika karier atau bisnismu tiba-tiba “sunset”

bangkrut
Bangkrut (Shutterstock).

Apa maksudnya karier atau bisnis “sunset?” Sunset diartikan sebagai matahari yang terbenam. Nah ibarat matahari terbenam, karier atau bisnis tentu bisa meredup suatu hari. Sebut saja karena perusahaan tempatmu bekerja terancam pailit, atau usaha yang kamu jalani stagnan dan sama sekali gak berkembang.

Sejatinya, gak perlu mencairkan investasi pun bisa kok untuk menghadapi permasalahan ini, asalkan ada “dana darurat.”

Namun bagaimana ceritanya jika dana daruratmu jumlahnya “ngepas” alias setara dengan pengeluaran rutinmu selama 12 bulan? Atau malah kurang? Tentu saja jawabannya ya balik lagi ke poin pertama. 

Karier dan bisnis yang redup juga bisa menjadi pertanda bahwa masa depanmu sedang terancam. Jangan pernah sepelekan peristiwa ini.

Coba tunggu selama dua atau tiga bulan ke depan, jika memang tidak ada tanda-tanda akan munculnya harapan dalam bisnis atau kariermu, cairkan saja investasimu untuk menyambung hidup.  

4. “Khusus yang punya saham,” jika ada capital gain yang luar biasa

seseorang sedang membaca grafik di layar
Rincian produk reksa dana saham terbaik (Shutterstock)

Sebut saja, kamu berinvestasi dengan membeli saham di suatu sektor bisnis komoditas. Tanpa disadari, harga komoditas tersebut melejit dan membuat harga saham yang kamu pegang juga ikut terbang tinggi.

Seperti cerita pak Lo Kheng Hong beli saham CPIN di harga Rp 100 perak, dan dalam lima tahun harga saham itu meroket jadi Rp 5 ribu. Lo yang berinvestasi dengan uang Rp 500 juta akhirnya jadi punya Rp 25 miliar. 

Kalau kenyataannya seperti ini ya salah dong kalau didiamkan. Lakukan profit taking dengan menjual saham itu secepatnya. Itulah empat kondisi yang memperbolehkan mencairkan dana investasi ketika kamu harus biaya sekolah anak yang gak murah. 

Intinya gak masalah mencairkan dana ini, tanpa alasan yang jelas atau ketika nilai investasimu gak minus. Nilai investasi yang minus tentu saja sering dialami para investor saham atau reksa dana saham, karena kondisi pasar yang gak kondusif.

Selama kondisi keuanganmu sehat, simpan saja investasinya untuk keperluan di hari tua. Bila punya saham blue chip, setiap tahun kamu tentunya rutin menerima dividen dari perusahaan tersebut. Saham juga bisa diwariskan lho ke anak cucu. 

Sementara itu yang menabung dengan rutin beli emas, lambat laun emasmu pun bakal semakin banyak. Selain bisa dijadikan mas kawin untuk pernikahan anakmu, logam mulia itu juga bisa diwariskan. Intinya, apapun investasimu sekarang, hasilnya tentu bisa berguna buat keluargamu di masa depan. (Editor: Winda Destiana Putri).