Apa itu BPHTB? Kenali Dasar Hukum dan Tarifnya

Persyaratan dalam Mengurus BPHTB

BPHTB atau Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dikenakan atas kepemilikan tanah atau bangunan pribadi. Objeknya adalah setiap warga negara atau badan pemilik.

Kewajiban warga negara atau badan untuk membayar BPHTB diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 dan sudah diubah ke Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000.

Mengacu kepada bahasa sehari-hari, jenis pajak ini dikenal sebagai bea pembeli karena perolehannya berdasarkan adanya proses jual beli. 

Namun, saat mengacu kepada undang-undang, pajak ini tidak hanya terkena saat perolehan jual beli, tetapi semua jenis perolehan hak tanah dan bangunan juga bisa dikenai BPHTB.

Sesuai Pasal 2 dalam undang-undang, yang menjadi objek pajak adalah perolehan hak atas tanah atau bangunan yang meliputi jual beli, tukar menukar, hibah, hibah wasiat, waris, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lain, penggabungan usaha, pemekaran usaha, dan hadiah.

Apa itu Tarif BPHTB?

Pengukuran tanah buat perhitungan BPHTB
Pengukuran tanah buat perhitungan BPHTB

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Pengertian tersebut ini tercantum dengan jelas dalam UU No. 20 Tahun 2000.

Sebelumnya, penerimaan pendapatan dari bea ini terbagi ke Pemerintah Pusat sebesar 20 persen dan Pemerintah Daerah sebesar 80 persen. Namun, sejak berlakunya UU No. 28 Tahun 2009, BPHTB ditetapkan menjadi pajak daerah.

Dasar hukum BPHTB

UU No. 28 Tahun 2009 menjadi UU BPHTB
UU No. 28 Tahun 2009 mengatur tentang BPHTB

Kalau mengacu pada perkembangan terakhir, dasar hukum BPHTB adalah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009. Terbitnya Undang-Undang tersebut memperjelas penerimaan dari bea ini sebagai milik Pemerintah Daerah.

Selain itu, keberadaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ini sekaligus menggantikan UU Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Siapa Wajib Pajak BPHTB?

Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 menyebut kelompok Wajib Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagai berikut.

  • Orang pribadi.
  • Badan yang punya hak atas tanah dan/atau Bangunan. 
  • Perbedaan BPHTB dengan PPhTB

     BPHTB bukan PPhTB
    BPHTB berbeda dengan PPhTB

    Cukup banyak orang yang bingung ketika mendengar istilah PPhTB. Antara BPHTB dan PPhTB tentu aja punya perbedaan meskipun keduanya memiliki kaitan atas tanah dan bangunan.

    PPhTB atau dikenal sebagai pajak penghasilan final atas pengalihan hak atas tanah dan bangunan dibebankan kepada mereka yang dapat penghasilan karena pengalihan hak atau menjual tanah dan bangunannya. Itulah kenapa pajak ini disebut juga sebagai Pajak Penjual.

    Sementara bea ini dibebankan ke mereka yang menjadi pemilik atau membeli tanah dan bangunan. Itulah alasannya BPHTB disebut juga sebagai Pajak Pembeli.

    Besaran PPhTB atas tanah dan bangunan

    Penetapan PPhTB diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016. Berikut ini besaran Pajak Penjual.

  • 2,5 persen dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan selain pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan berupa rumah sederhana atau rumah susun sederhana.
  • 1 persen dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa rumah sederhana dan rumah susun sederhana.
  • 0 persen atas pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan kepada pemerintah, badan usaha milik negara yang mendapat Penugasan khusus dari Pemerintah, atau badan usaha milik daerah yang mendapat penugasan khusus dari kepala daerah, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang.
  • Syarat mengurus BPHTB

    Persyaratan untuk mengurusnya terbagi menjadi dua kelompok. Untuk jual beli, persyaratannya meliputi penyerahan berkas:

  • SSPD BPHTB.
  • Fotokopi KTP wajib pajak.
  • Fotokopi STTS/struk ATM bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dalam lima tahun terakhir.
  • Fotokopi SPPT PBB untuk tahun yang bersangkutan.
  • Fotokopi bukti kepemilikan tanah.
  • Lain halnya dengan persyaratan kepengurusan BPHTB untuk hibah, waris, atau jual beli waris. Objek pajak harus menyerahkan berkas-berkas ini.

  • SSPD BPHTB.
  • Fotokopi SPPT PBB untuk tahun yang bersangkutan agar bisa mengecek data NJOP pada SSPD.
  • Fotokopi KTP wajib pajak.
  • Fotokopi STTS/struk ATM bukti pembayaran PBB dalam lima tahun terakhir.
  • Fotokopi kartu keluarga.
  • Fotokopi bukti kepemilikan tanah.
  • Fotokopi surat keterangan waris (akta hibah).
  • BPHTB dalam Proses Jual Beli

    BPHTB dalam Proses Jual Beli
    Bagaimana BPHTB dalam proses jual beli tanah?

    Pada saat peralihan hak jual beli, pajak akan dikenakan kepada kedua belah pihak, yakni penjual dan pembeli. 

    Penjual akan dikenai Pajak Penghasilan (PPh), sedangkan pembeli akan dikenai BPHTB yang besarnya dihitung berdasarkan harga perolehan hak atau Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP). NPOP sering disebut sebagai nilai transaksi atau nilai kesepakatan penjual dan pembeli.

    Pada kenyataannya, nilai NPOP bisa lebih besar atau lebih kecil dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). 

    Biasanya banyak faktor yang mempengaruhi nilai NPOP, seperti perkembangan suatu daerah yang maju pesat dalam waktu singkat sehingga membuat harga tanah melesat dari harga sebelumnya. Kasus seperti ini, nilai NPOP akan jauh lebih besar bila dibanding NJOP.

    Sedangkan nilai NPOP yang lebih kecil dibanding NJOP, biasanya daerah itu direncanakan akan menjadi tempat pembuangan sampah, area pemakaman, tempat pembangunan saluran udara tegangan tinggi (sutet), berpotensi menjadi daerah konflik, dan sebagainya.

    Jika nilai NPOP lebih tinggi dari NJOP, maka dasar pengenaan PPh dan BPHTB adalah NPOP. Namun bila nilai NPOP lebih kecil dari NJOP, maka dasar untuk penghitungannya adalah NJOP.

    Biasanya PPh atas peralihan tanah dan bangunan dihitung 5% dari NPOP atau NJOP.

    Sedangkan untuk penghitungan BPHTB, NPOP akan dikurangi terlebih dahulu dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) dan kemudian dikalikan sebesar 5%.

    Tingginya nilai NPOPTKP tidak sama. Bisa dicontohkan, NPOTKP DKI Jakarta bisa mencapai Rp200 juta. Sedangkan di Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi mencapai Rp130 juta. 

    Untuk daerah selain itu, kita bisa langsung tanyakan ke kantor pajak atau ke Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) di daerah masing-masing.

    Besaran tarif BPHTB

    Besaran tarif BPHTB
    Berapa besaran tarif BPHTB?

    Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan sebesar:

  • Paling tinggi 5 persen.
  • Tarif BPHTB ditetapkan sesuai Peraturan Daerah.
  • Bagaimana cara menghitung BPHTB?

    Simulasi Penghitungan BPHTB

    Misalnya, tanah kosong di daerah Jakarta Timur diperjual-belikan dengan data-data seperti di bawah ini.

  • Luas: 500 m2
  • NJOP: 700.000 per meter
  • NPOPTKP: Rp200 juta (DKI Jakarta)
  • Harga kesepakatan antara penjual dan pembeli adalah Rp1.300.000 per meter
  • Maka, nilai NPOP (nilai transaksi) = 500 x 1.300.000 = Rp650.000.000

    Selanjutnya, metode penghitungan besaran PPhTB dan BPHTB adalah sebagai berikut.

  • PPh= 5% x NPOP
  • Besarnya PPh = 5% x Rp650 juta = Rp32.500.000
  • BPHTB = 5% x (NPOP-NPOTKP)
  • 5% x (Rp650.000.000 – Rp200.000.000) = Rp22.500.000.
  • Jadi PPh yang dikenakan penjual saat melakukan peralihan hak jual beli adalah Rp32,5 juta, sedangkan pembeli akan terkena BPHTB sebesar Rp22,5 juta.

    Sanksi hukum yang berlaku terkait BPHTB

    Sanksi hukum
    Sanksi hukum yang berlaku kalau ditemukan pelanggaran

    Perlu diketahui juga, ada sanksi hukum yang berlaku bagi Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris dan kepala kantor yang membidangi pelayanan lelang negara kalau melanggar peraturan.

  • Pelanggaran mengenai penandatanganan akta pemindahan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan setelah Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak dapat dikenakan denda Rp 7.500.000.
  • Pelanggaran mengenai pelaporan pembuatan akta atau risalah lelang Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan kepada Kepala Daerah paling lambat pada tanggal 10 bulan berikutnya dapat dikenakan denda Rp 250.000.
  • Kepala kantor bidang pertanahan dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan kalau melakukan pelanggaran pendaftaran Hak atas Tanah atau pendaftaran peralihan Hak atas Tanah setelah Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak.
  • Kini kita sudah mengetahui prosedurnya, maka selayaknya kita sebagai pemilik tempat tinggal untuk melunasinya sebagaimana ini adalah bagian dari kewajiban warga negara yang taat pajak. 

    Manfaat dari membayar pajak pada akhirnya turut dirasakan oleh masyarakat dalam wujud pembangunan infrastruktur publik, peningkatan kualitas pendidikan, dan sebagainya.