BPJS Defisit Triliunan Rupiah: Kronologi hingga Penyebabnya

manfaat bpjs

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan masih mengalami defisit sebesar Rp15,5 triliun per Februari 2020 lalu, meski telah disuntik dana pemerintah Rp13,3 triliun pada tahun 2019. Dampaknya, sebanyak 5 ribu fasilitas kesehatan belum dibayar penuh.

Kondisi ini memang sudah terjadi sejak awal berdirinya badan ini, yaitu tahun 2014. Salah satu penyebab BPJS defisit adalah karena banyak perusahaan dan fasilitas kesehatan nakal yang mengakali sistem untuk mengambil keuntungan lebih. 

Defisit umumnya terjadi ketika suatu organisasi memiliki pengeluaran lebih banyak daripada penghasilan. Nah, akibat dari defisit adalah terus berkurangnya dana dalam kas perusahaan yang jika dibiarkan dalam jangka panjang dapat menyebabkan kebangkrutan.

Kronologi Defisit BPJS Kesehatan

Sebenarnya BPJS Kesehatan memiliki tugas mulia, hanya saja dari sisi keuangan terus merugi. Berikut adalah kronologi peristiwa defisitnya BPJS.

Sejak kapan BPJS defisit?

Sejak awal beroperasi pada tahun 2014, BPJS Kesehatan sudah mulai mengalami defisit keuangan sebesar Rp1,9 triliun. Jumlah tersebut terus membengkak di tahun-tahun berikutnya. 

Pada tahun 2015, defisit keuangan BPJS Kesehatan meningkat drastis menjadi Rp9,4 triliun. Namun pada tahun 2016, defisit sedikit mengecil menjadi Rp 6,4 triliun. Hal ini lantaran pada tahun tersebut ada penyesuaian iuran BPJS.

Sayangnya, hasil penyesuaian gak bertahan lama sebab berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), fakta menunjukkan bahwa defisit keuangan pada BPJS Kesehatan pada tahun 2018 kembali naik menjadi Rp9,1 triliun.

Angka defisit BPJS kembali tinggi pada tahun 2019. Bahkan sampai akhir Desember 2019, besarannya sudah mencapai Rp13 triliun.

Nominal tersebut sudah lebih rendah jika dibandingkan dengan proyeksi defisit yang sebesar Rp32 triliun hingga akhir 2019 karena pemerintah menyuntikkan dana Rp13,5 triliun untuk iuran peserta penerima bantuan iuran (PBI) pusat dan daerah, serta peserta penerima upah (PPU).

Masalah defisit tak kunjung usai

1. Berutang ke ribuan faskes

Utang klaim kepada rumah sakit juga gak bisa dihindari oleh BPJS Kesehatan.  Hingga saat ini, perusahaan masih belum membayar penuh 5 ribu fasilitas kesehatan. Hingga Mei 2020, utang yang telah jatuh tempo mencapai Rp4,4 triliun.

Secara rinci, outstanding klaim hingga saat ini sebesar Rp6,21 triliun. Ini merupakan klaim yang masih dalam proses verifikasi. 

Sementara, utang yang belum jatuh tempo adalah sebesar Rp1,03 triliun. Jadi, total utang BPJS Kesehatan yang sudah dibayarkan ke fasilitas kesehatan sejak tahun 2018 adalah Rp192,53 triliun. 

Pemerintah pun telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp48 triliun untuk memberikan tambahan penerimaan BPJS Kesehatan untuk memenuhi kewajibannya yang tertunda. 

2. Terdapat 27.44 juta peserta bermasalah

Tahun 2019, BPJS melakukan pembersihan data (cleansing) penerima bantuan iuran (PBI) sebagai salah satu syarat untuk pemerintah bisa menaikkan besaran iuran BPJS Kesehatan

Dari hasil pembersihan itu, ada sebanyak 27,44 juta peserta yang datanya bermasalah. Pembersihan data dilakukan dengan menghapus peserta yang gak layak lagi terdaftar sebagai PBI (inclusion error), dan mendaftarkan individu yang layak menjadi peserta PBI namun belum terdaftar (exclusion error).

3. Sebanyak 38 persen peserta gak membayar iuran

Saat ini kepatuhan peserta mandiri dalam membayar iuran baru mencapai 62 persen saja. Artinya, masih ada sisa 38 persen yang gak membayar iuran.

Padahal peserta BPJS Kesehatan cukup banyak. Per 27 Desember 2019, jumlah peserta baru mencapai 224,1 juta atau 83% dari total 269 juta penduduk Indonesia. 

Kepesertaan BPJS antara lain terdiri atas peserta penerima bantuan iuran (PBI) Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) berjumlah 96,5 juta orang, serta peserta PBI Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD) 38,8 juta orang.

Berikutnya pekerja penerima upah (PPU) Pegawai Negeri Sipil (PNS) 14,7 juta orang, PPU TNI sebanyak 1,57 juta orang, PPU Polri sebanyak 1,28 juta orang, dan PPU Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebanyak 1,57 juta, PPU Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sebanyak 210 ribu peserta, PPU swasta 34,1 juta, dan PPU Pekerja Mandiri 30,2 juta dan peserta bukan pekerja mencapai 5,01 juta peserta.

Pemerintah menaikkan iuran

Faktanya, BPJS defisit di tahun 2020 sebesar Rp15,5 triliun. Padahal, pemerintah telah menyuntikkan dana sebesar Rp13,5 triliun akhir tahun lalu. 

Maka dari itu, sesuai Peraturan Presiden Nomor 64 tahun 2020 yang telah disahkan Presiden Joko Widodo, pemerintah menekankan pentingnya menaikkan iuran BPJS Kesehatan agar kondisi keuangan BPJS Kesehatan bisa kembali sehat. Adapun pemerintah telah menganggarkan Rp48 triliun untuk Jaminan Kesehatan Nasional pada 2020.

Sebelumnya, pemerintah telah merencanakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan melalui Perpres Nomor 75 tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. Jika saja aturan ini dijalankan, maka BPJS Kesehatan akan surplus Rp3,791 triliun, Namun harapan ini gak akan terwujud karena telah dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA).

Meski begitu dengan lahirnya Perpres Nomor 64 tahun 2020, defisit BPJS Kesehatan diharapkan akan menurun menjadi Rp185 miliar.

Dalam aturan paling baru, iuran untuk kelas I peserta mandiri atau PBPU dan BP menjadi Rp150 ribu per orang per bulan atau naik 85,18 persen, kelas II menjadi Rp100 ribu per orang per bulan atau naik 96,07 persen, sedangkan kelas III menjadi Rp42 ribu per orang per bulan atau naik 64,70 persen. Kenaikan iuran ini mulai berlaku 1 Juli 2020 mendatang.

Naiknya iuran ini gak menjamin masalah defisit kas BPJS Kesehatan selesai. Apalagi sebagaimana klaim pemerintah, saat ini tarif iuran BPJS Kesehatan masih jauh dari perhitungan aktuaria. Yang artinya, pemerintah harus menambal selisihnya dengan besaran iuran berdasarkan perhitungan aktuaria.

Menghapus kelas

Pemerintah juga tengah berupaya agar peserta BPJS Kesehatan Penerima Bantuan Iuran (PBI) lebih tepat sasaran. Saat ini, pemerintah berencana untuk menerapkan kelas standar untuk program BPJS Kesehatan. Dengan demikian, sistem kelas 1, 2,dan 3 untuk peserta mandiri yang ada saat ini kemungkinan akan digabung menjadi hanya satu kelas.

Penyebab BPJS Defisit

Mengapa BPJS defisit? Ada beberapa akar masalah yang diungkapkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani. Berikut penjelasannya.

Rumah sakit rujukan nakal

Ada banyak rumah sakit rujukan BPJS yang melakukan pembohongan data. Jadi, rumah sakit Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Pertama (FKRTL) BPJS Kesehatan memiliki kategori A hingga D. Nah, setiap kategori memiliki biaya per unit pasien yang berbeda, di mana kategori A adalah yang tertinggi. Banyak rumah sakit yang sengaja menaikkan kategori supaya bisa dapat penggantian lebih besar.

Layanan lebih banyak dari peserta

Audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mencatat adanya 233,9 juta layanan BPJS Kesehatan, meliputi 147,4 juta layanan puskesmas dan klinik, 76,8 juta layanan rawat jalan dan 9,7 juta layanan rawat inap di rumah sakit. Padahal, jumlah peserta JKN hanya 223,3 juta orang. Tentu saja hal ini membuat perusahaan asuransi tersebut merugi.

Perusahaan peserta berbuat curang

Penyebab defisit selanjutnya adalah banyaknya perusahaan peserta yang berbuat curang dengan mengakali iuran BPJS Kesehatan. Jadi, perusahaan terdaftar wajib membayar 4 persen dari 5 persen gaji pokok karyawan untuk membayar premi. Supaya iurannya lebih kecil, perusahaan melaporkan jumlah karyawan lebih sedikit dari realita. Tujuannya untuk mengurangi beban kewajiban perusahaan.

Kurangnya validitas data

Akibat perpindahan sistem Askes, Jamkesda, dan Jamkesmas ke BPJS Kesehatan, data yang dipindahkan kurang terjaga validitasnya. Alhasil, ada peserta yang harusnya gak masuk sistem BPJS malah masuk. Selain itu, ada juga peserta yang gak punya Nomor Induk Kependudukan (NIK).

Sistem yang bermasalah

BKPK juga menemukan adanya klaim ganda peserta, bahkan klaim atas nama peserta yang telah meninggal. Ada juga klaim yang bisa cair meskipun polis asuransi gak aktif. 

Permasalahan BPJS Kesehatan perlu menjadi perhatian penting bagi pemerintah. Pasalnya, lembaga ini sangat membantu masyarakat dalam mengakses layanan kesehatan. Sehingga harapannya kelangsungan perusahaan tersebut bisa terus berjalan.

Nah, sebagai masyarakat yang menjadi peserta BPJS Kesehatan, lebih baik kita rutin membayar iuran untuk membantu mengatasi defisit BPJS Kesehatan. Yuk terus ikuti artikel terbaru dari Lifepal untuk mendapatkan ulasan tentang BPJS Kesehatan!