ETF Adalah Sejenis Reksadana tapi “Beda.” Ini Kelebihan dan Kekurangannya

etf adalah

Exchange Traded Fund alias ETF adalah sebuah investasi yang masuk dalam kategori reksa dana yang dicatat dan diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI). Sama halnya dengan reksadana, produk ini diterbitkan oleh manajer investasi.

Meski produk ini adalah reksa dana, namun ETF diperdagangkan layaknya saham karena unit penyertaannya memang diperdagangkan di BEI. Produk ini juga memiliki kode-kode layaknya sebuah emiten. Kode ETF di BEI menggunakan huruf depan “X.”

Underlying asset (aset dasar) dari ETF adalah “indeks acuan saham,” namun ada juga yang obligasi. Perlu kamu ketahui, di BEI sendiri ada beberapa indeks saham seperti LQ45, KOMPAS 100, IDX High Dividend 20, dan lainnya.

Jika kamu membeli satu produk ETF yang memiliki underlying asset LQ45, itu artinya kamu sama saja membeli seluruh saham yang ada di indeks tersebut. So, ketika indeks tersebut naik ya otomatis capital gain dari ETF yang bersangkutan juga naik, demikian pula sebaliknya. 

Namun transaksi ETF di pasar sekunder memang dinilai masih sangat rendah ketimbang di pasar primer pada lima tahun belakangan ini. Menurut laporan dari CNBC pada November 2019, nilai transaksi ETF di pasar sekunder adalah Rp 100 miliar per tahun, tetapi di pasar perdana bisa mencapai Rp 4 triliun per tahun.

Ingin tahu seluk beluk tentang investasi ini meliputi keuntungan, kekurangan, hingga beda ETF dengan reksa dana pada umumnya? Yuk kita simak ulasannya.

Sejarah ETF

etf adalah
Underlying asset dari ETF ini bukan saham, melainkan “indeks saham” (Pixabay)

ETF adalah investasi yang lahir di Kanada, lebih tepatnya pada tahun 1990. ETF pertama kali ditransaksikan di Bursa Efek Toronto.

Di tahun 1993, produk ini makin populer hingga menyebar ke Amerika Serikat hingga akhirnya masuk dan ditransaksikan di Eropa pada 1997.

Lantas kapan ETF ini masuk ke Indonesia? 

ETF pertama di Indonesia adalah R-LQ45X yang gak lain adalah produk milik IndoPremier Sekuritas. Produk ini mulai diperdagangkan tahun 2007. Gak dipungkiri bahwa sekuritas ini menguasai 97 persen pangsa pasar ETF di Tanah Air. 

Seiring dengan berjalannya waktu, produk investasi yang satu ini kerap dijadikan alternatif investasi oleh sebagian investor. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dana kelolaan dari ETF sudah tumbuh lima kali lipat dalam waktu hampir 5 tahun terakhir, dari Rp 2,6 triliun pada 2015 menjadi Rp 15 triliun pada 14 November 2019 lalu. Total jumlah produk ETF yang diperdagangkan kini adalah 33 produk, naik 26 produk dari hanya 7 produk di awal 2015. Luar biasa bukan?

Tapi tetap saja, kepopuleran ETF ini memang masih kalah dari reksa dana dan saham. 

Perbedaan ETF dengan reksa dana biasa

Di awal artikel ini, mungkin kamu sudah bisa menebak bahwasannya underlying asset dari ETF memang lain dari reksa dana pada umumnya (pasar uang, pendapatan tetap, saham, dan campuran). Namun masih ada perbedaan lain yang harus kamu ketahui.

Yuk cek perbedaannya di tabel ini.

Perbedaan ETF dengan reksa dana

ETFReksa dana
Perdagangan

  • Dealer partisipan pasar primer
  • Broker atau perusahaan sekuritas (pasar sekunder)
  • Manajer investasi
  • Agen penjual reksa dana
  • Minimal investasi

  • Pasar primer = 1000 lot (100 ribu unit)
  • Pasar sekunder = 1 lot (100 lembar)
  • 1 unit
    Biaya transaksiSesuai dengan biaya transaksi yang ditetapkan broker (perusahaan sekuritas)Umumnya gratis namun ada yang menetapkan 1 hingga 5 persen dari total pembelian reksa dana
    Perhitungan nilai aktiva bersihPerhitungan indikasi NAB/UP (iNAV) dilakukan selama jam perdagangan di BEIDilakukan satu kali setelah penutupan jam Perdagangan di BEI
    Perubahan hargaReal timeDi akhir hari
    Underlying assetIndeks sahamInstrumen pasar uang, pendapatan tetap, dan saham
    PenyelesaianT+7 (tujuh hari setelah transaksi)T+2 (dua hari setelah transaksi) 
    Dealer partisipanAdaTidak ada

    Tujuan memilih ETF adalah

    etf adalah
    ETF bisa difungsikan sebagai diversifikasi investasi (pixabay)

    Lantas apa sih yang membuat seseorang memilih ETF? Kenapa gak pilih saja diversifikasi dengan memilih saham dan reksa dana pada umumnya? Toh ETF adalah reksa dana juga kan?

    Tujuannya tentu saja adalah diversifikasi. 

    Anggap saja, kamu sudah memiliki empat saham di sektor konsumer, perbankan, pertambangan, dan manufaktur. Namun sayangnya, keempat saham itu semuanya ada di indeks LQ45.

    Jika indeks LQ45 mengalami koreksi, maka masih ada harapan untuk mendapatkan keuntungan lain jika kamu membeli ETF dengan underlying asset berupa indeks lain non LQ45. Dengan catatan, indeks tersebut sedang bullish

    Keuntungan ETF

    etf adalah
    Transaksi ETF itu sama saja seperti transaksi saham (Pixabay)

    Melihat dari banyaknya perbedaan antara ETF dan reksa dana, lalu apa yang jadi kelebihan ETF? 

    1. ETF lebih efisien

    Kenapa ETF disebut sebagai instrumen yang efisien? Jawabannya sudah disampaikan di bagian pembuka artikel ini.

    Dengan membeli satu lot ETF, kamu sama saja berinvestasi dengan membeli seluruh saham di sebuah indeks. Efisien bukan? Daripada capek-capek memilih saham mana yang terbaik, pilih saja indeks terbaik menurutmu.

    Lain halnya jika kamu membeli reksa dana saham. Saham-saham yang masuk ke sebuah produk reksa dana adalah pilihan manajer investasinya, bukan pilihanmu sendiri.

    2. Proses transaksi sangat fleksibel dan cepat

    Transaksi ETF sama halnya dengan transaksi saham. Langsung saja beli di aplikasi trading, jika statusnya sudah “matched” berarti ETF itu sudah masuk dalam portofoliomu.

    Lain halnya dengan membeli reksa dana lewat agen penjual reksadana. Beli sekarang, tercatat masuk di portofolionya mungkin besok.Kita pun gak perlu repot dalam memilih lewat broker mana kita membeli ETF. Hal itu disebabkan karena ETF tercatat di BEI. 

    Produk ini pun bisa saja kita beli dengan cara menggunakan margin, short selling, dan lainnya. Pokoknya 100 persen sama kayak beli saham.

    3. Risiko lebih terkontrol ketimbang beli saham langsung

    Berhubung ETF adalah investasi dengan underlying asset indeks saham, maka risikonya bisa dikatakan cukup terukur. 

    Kerugian baru akan dialami jika indeks saham yang jadi aset dasar ETF itu mengalami koreksi. 

    4. Transparan

    Sebagai produk investasi, ETF memang cukup transparan. Komposisi saham di sebuah ETF akan selalu diumumkan oleh penerbitnya secara berkala.

    Informasi harga ETF juga bisa dilihat kapan pun secara real time.

    5. Likuiditas lumayan terjaga

    Dalam transaksi ETF, ada pihak yang bernama dealer partisipan. Pihak ini adalah sekuritas yang akan menyediakan likuiditas transaksi dari ETF itu sendiri, baik di pasar primer maupun sekunder.

    Umumnya, sekuritas yang menjadi dealer partisipan adalah agen penjual utama dari produk ETF itu. Jadi, ketika transaksinya dilakukan di pasar primer, maka hal itu harus lewat dealer partisipannya. 


    Contohnya:

    Dalam transaksi saham, ada istilah bid dan offer. Kalau mau beli dengan harga murah, kamu harus “bid”, namun jika mau beli saham atau ETF-nya dan langsung masuk ke portofolio, belilah di harga “offer.”

    Nah, dealer partisipan ini akan memasukkan harga jika gak ada satupun investor yang memasukkan harga bid dan offer. Itulah alasan mengapa mereka disebut sebagai penyedia likuiditas. 

    6. Ada ETF yang membayar dividen

    Nah, kelebihan ETF yang satu ini harus kamu ketahui. Namun besaran dividen dari ETF itu gak sebesar dividen saham blue chip pada umumnya.

    Kekurangan ETF

    etf adalah
    Karena transaksinya kayak saham, biayanya transaksinya tentu bergantung dengan biaya yang ditetapkan sekuritas (Pixabay)

    Walaupun investasi ini terlihat cukup menguntungkan, tapi jangan salah, ada kekurangannya juga. Mau tahu apa saja?

    1. Biaya bisa jadi lebih tinggi dari reksa dana biasa

    Seperti yang dijelaskan di atas, biaya transaksi ETF ini jumlahnya akan mengacu pada fee broker atau perusahaan sekuritas.

    Ada broker yang menetapkan fee beli 0,15 persen dan fee jual 0,25 persen, ada juga yang beli 0,20 dan jual 0,30. Sementara itu, beberapa agen penjual reksa dana bahkan berani untuk meniadakan biaya transaksi itu. 

    2. Kalah likuid sama saham

    Walaupun likuiditas terjaga, tapi tetap saja ETF masih kalah likuid ketimbang saham. Gak likuid ini maksudnya bukan berarti sulit dijual ya, tapi volume transaksinya gak banyak.

    Jadi ketika kamu ingin menjualnya dengan harga pasaran saat ini, yang mau beli dengan harga penawaranmu gak ada. Ujung-ujungnya kalau mau cepat laku ya dijual di bawah harga pasaran.

    Wajar kok, hal itu disebabkan karena pemahaman soal ETF di sini memang masih minim.

    Banyak orang yang belum tahu manfaat berinvestasi dengan membeli ETF. Padahal kalau dipikir-pikir, investasi ini cukup efisien buat yang bingung memilih saham. 

    Ada berapa ETF yang bisa kamu beli?

    Menurut data dari BEI per 20 Januari 2020, produk ETF yang bisa kamu beli jumlahnya ada 40 lho. Beberapa manajer investasi yang mengeluarkan produk ini adalah PT Bahana TCW Investment, PT Indo Premier Investment Management, PT Pinnacle Persada Investama,  PT Batavia Prosperindo Aset Manajemen, PT Danareksa Investment Management, PT BNI Asset Management, PT MNC Asset Management, dan lainnya.

    Sebagian besar underlying asset dari ETF ini adalah saham. Namun lain halnya dengan XAFA milik PT Avrist Asset Management, XISB milik Indo Premier, dan R-ABFII milik PT Bahana TCW. Ketiga ETF itu justru memiliki underlying asset berupa obligasi.

    Apakah ETF direkomendasikan sebagai salah satu instrumen investasi?

    etf adalah
    Ini adalah grafik harga salah satu produk ETF yang bisa kamu beli (Yahoo Finance)

    Tertarik investasi di ETF? Tunggu dulu, berapa sih potensi keuntungan yang bisa diraup dari produk ini? 

    Gambar di atas adalah grafik proyeksi ETF milik IndoPremier yaitu R-LQ45X dari tahun 2007 hingga 2020. Saat pertama kali dibuka, harga NAB per UP dari ETF ini adalah Rp 587. Namun pada 6 April 2020, harganya sudah Rp 738,27. 

    Kecil dong, dalam 13 tahun cuma 26 persen saja? 

    Jangan salah, April 2020 Indonesia memang sedang dilanda sentimen buruk pandemi virus Corona. Coba lihat di Juli 2019, nilai NAB per UP dari ETF ini mencapai Rp 1.096 lho, nyaris 100 persen.

    Melihat grafik dari salah satu produk ETF di atas, terlihat bahwasannya investasi ini memang lebih cocok untuk dijadikan investasi jangka menengah saja, ketimbang jangka panjang. 

    Untuk jangka panjang, saham tentu lebih menguntungkan. Coba saja lihat perbandingan harga saham BCA tahun 2008 dan 2020, kenaikannya bisa 1.000 persen! 

    Itulah serba serbi soal ETF yang harus kamu ketahui. Pada intinya, ETF adalah reksa dana, tapi transaksi pembeliannya seperti saham.

    ETF sendiri punya underlying asset berupa indeks saham. Di satu sisi, memang terlihat pas untuk investor yang masih bingung dalam memilih saham, namun di sisi lain, cuannya gak akan mengalahkan saham.

    Kenapa gak bisa mengalahkan saham?

    Tentu saja karena membeli ETF sama saja dengan membeli seluruh saham di satu indeks. Jika mayoritas saham itu mengalami koreksi, maka ETF-nya juga akan mengalami capital loss