Holding BUMN Ultra Mikro Upayakan Tekan Kesenjangan Ekonomi

holding ultra mikro

Tiga entitas Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bergabung membentuk Holding Ultra Mikro (UMi), yakni PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT Pegadaian (Persero), PT Permodalan Nasional Madani (Persero) atau PMN. BBRI pun ditunjuk sebagai holdingnya.

Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan, bergabungnya tiga entitas BUMN tersebut menjadi tonggak sejarah berdirinya Holding UMi yang memiliki visi ekonomi kerakyatan.

Holding UMi ditargetkan mampu menciptakan lapangan kerja baru dan sekaligus menyerap tenaga kerja semaksimal mungkin.

Holding UMi memudahkan akses pinjaman dana untuk masyarakat

Erick merasa optimistis bahwa Holding Ultra Mikro atau UMi akan memberikan banyak manfaat bagi masyarakat luas, terutama kemudahan dalam biaya pinjaman dana yang lebih murah dengan jangkauan lebih luas, layanan terbaik, dan pemberdayaan masyarakat yang berkesinambungan.

Pria yang juga dikenal sebagai pengusaha nasional ini menambahkan, hadirnya holding akan memperkuat model bisnis masing-masing perseroan. Menurut Erick, BBRI, Pegadaian, dan PNM bakal saling melengkapi dalam memberikan layanan keuangan kepada masyarakat pemilik usaha ultra mikro.

Alasan pemerintah membentuk holding ultra mikro

Sedari awal Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meminta para pembantunya untuk fokus terhadap kehadiran lembaga keuangan formal yang berfokus pada sektor usaha ultra mikro, terlebih di masa pandemi seperti sekarang ini, sektor tersebut terbukti mampu mendongkrak perekonomian nasional. 

Staf Ahli Kementerian BUMN, Loto Srinaita Ginting mengatakan, terbentuknya tiga entitas BUMN menjadi Holding UMi adalah jawaban dari kebutuhan pengusaha ultra mikro yang masih sangat minim akses layanan keuangan formal, baik dari segi pinjaman, tabungan, pembayaran, investasi, hingga pemberdayaan.

Tingginya biaya pinjaman dari lembaga non formal hingga rendahnya inklusi keuangan dan literasi keuangan menjadi momok dalam sektor ini. 

Kondisi demikian yang membuat sektor ultra mikro sulit untuk naik kelas karena produk yang minim kualitas dan juga kapasitas produksi yang terbatas karena keterbatasan pendanaan.

Atas dasar tersebut, pemerintah langsung menyatukan tiga entitas BUMN dengan membentuk Holding UMi yang belum terlayani lembaga keuangan formal.

Target utama adalah menekan kesenjangan ekonomi

Pengamat kebijakan publik Universitas Gadjah Mada (UGM) Satria Aji Imawan mengatakan, Holding UMi dapat menjadi upaya efektif menstimulus ekonomi masyarakat kelas bawah sehingga mampu menekan kesenjangan ekonomi nasional di masa pandemi Covid-19.

Satria mengungkapkan, pandemi Covid-19 sangat berdampak pada kinerja ekonomi nasional sehingga kesenjangan ekonomi semakin terlihat nyata di masyarakat kelas bawah.

Bergabungnya tiga entitas BUMN tersebut pada pemberdayaan ekonomi wong cilik dapat menjadi program efektif dalam memberikan stimulus kinerja ekonomi dengan harapan bisa menekan kesenjangan ekonomi, baik peningkatan UMKM dan menurunkan gap kesenjangan.

Senada dengan Satria, pengamat dari MNC Asset Management Edwin Sebayang menuturkan bahwa pembentukan Holding UMi lewat sistem inbreng sangat tepat. 

Dengan begitu diharapkan dapat meningkatkan potensi efisiensi dan membuka lebar pengembangan usaha masyarakat bawah.

Penggabungan tiga BUMN juga dinilai Edwin akan semakin memperkokoh pasar pembiayaan mikro oleh perusahaan milik pemerintah. Pendataan nasabah akan semakin baik sehingga melahirkan usaha mikro yang sukses di masa depan.

Sedangkan keuntungan bagi masyarakat bawah, Holding UMi akan menjadi solusi keuangan usaha yang lebih lengkap, mudah, dan cepat. 

Tentunya dengan bunga pembiayaan yang lebih rendah akan meringankan beban peminjam yang akan berpotensi besar menumbuhkan bisnis mereka.

JIka dilihat berdasarkan data, porsi kredit perbankan yang diserap oleh UMKM masih di bawah 20 persen, sementara target pemerintah adalah 30 persen.

Holding UMi atau ultra mikro pada akhirnya diharapkan dapat mendorong pendanaan untuk 29 juta usaha mikro pada 2024 serta percepatan inklusi keuangan.

Dengan meningkatkan indeks inklusi keuangan, hal tersebut dapat menjadi pendorong penetrasi digitalisasi keuangan. Berdasarkan data OJK pada 2020, indeks literasi keuangan dalam negeri baru mencapai 38,03 persen sedangkan inklusi keuangan 76,19 persen.

Sementara itu, Presiden Jokowi memberikan target kepada OJK agar indeks inklusi keuangan Tanah Air agar bisa di atas 90 persen pada 2023.