IHSG Dibayangi Sentimen Corona, Apa yang Harus Dilakukan Investor?

ihsg melemah investor harus apa

Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG masih dibayangi sentimen negatif virus corona atau Covid-19. Hal ini terlihat dari pembukaan perdagangan pada awal pekan ini IHSG berada pada level 4.821 atau mengalami pelemahan jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan akhir pekan lalu yang ditutup pada level 4.907.

Namun demikian, bursa saham Indonesia diprediksi mengalami penguatan pada awal pekan ini. Hal ini akibat dari beberapa kebijakan dan stimulus fiskal dan moneter yang disiapkan oleh berbagai negara termasuk Indonesia.

Bank Indonesia sendiri telah mengeluarkan kebijakan moneter guna meminimalisir dampak negatif virus corona terhadap perekonomian nasional. Dalam hal ini, Bank Indonesia mengeluarkan stimulus berupa pemangkasan giro wajib minimum valuta asing dari 8% menjadi 4%.

Kemudian, dari sisi fiskal, pemerintah melalui Kementerian Keuangan mengeluarkan kebijakan stimulus berupa pembebasan pajak penghasilan atau PPh 21 kepada seluruh pekerja sektor manufaktur atau industri pengolahan. Kedua, penundaan pengenaan PPh Pasal 22 Impor, yang akan diberikan kepada 19 sektor tertentu wajib pajak kemudahan impor tujuan ekspor (KITE) dan wajib pajak KITE industri kecil menengah (IKM) yang mulai terkena dampak virus corona.

Ketiga, pemberlakuan skema pengurangan PPh Pasal 25 sebesar 30% kepada 19 sektor tertentu. Dan keempat, relaksasi restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dalam bentuk percepatan restitusi PPN bagi 19 sektor tertentu.

Di tengah ancaman Corona, IHSG berpotensi menguat

ihsg berpotensi menguat
IHSG justru diprediksi menguat.

Analis Binaartha Sekuritas M. Nafan Aji Gusta Utama memprediksi, secara teknikal IHSG adanya potensi penguatan laju perdagangan. Nafan mengatakan,IHSG akan bergerak pada rentang level 5.040 hingga 5.112 dengan support awal perdagangan pada level 4.860 hingga 4.640.

Sementara itu, William Surya Wijaya Direktur  PT Indosurya Bersinar Sekuritas juga mengatakan, terdapat potensi kenaikan IHSG di tengah sentimen virus corona. Pergerakan IHSG juga akan dipengaruhi oleh perilisan data perkembangan perekonomian nasional.

“IHSG saat ini terlihat berpotensi untuk mengalami teknikal rebound, di mana momentum koreksi wajar masih dapat dimanfaatkan oleh investor untuk melakukan akumulasi pembelian dengan target investasi jangka menengah hingga jangka panjang. IHSG terlihat masih memiliki potensi menguat pada hari ini. Pergerakan IHSG saat ini akan diwarnai oleh rilis data perekonomian tentang neraca perdagangan yang disinyalir akan berada dalam kondisi stabil,” ujar William.

Di tengah terus bertambahnya jumlah korban tewas per 15 Maret secara global akibat Covid-19 mencapai 5,746 orang dan yang terjangkiti mencapai 153,648 orang. Penyebaran Covid-19 yang paling cepat terjadi di Italia yang telah menjangkiti sekitar 23,747 orang dan menewaskan 1,809 orang (naik tajam dari sehari sebelumnya 1,441) dan di AS sendiri sudah menjangkiti 3,244 orang.

Perkembangan laju perekonomian, termasuk bursa saham, serta nilai tukar mata uang terus mendapatkan tekanan negatif dari virus corona. Bukan hanya di Indonesia, hampir semua negara global menghadapi masalah ini. Hal ini terjadi akibat kepanikan dunia global dalam menghadapi sebaran virus corona.

Bahkan, Presiden Joko Widodo pun mengatakan, bahwa saat ini pasar keuangan di seluruh dunia tengah mengalami guncangan kepanikan. Menurutnya Indonesia tidak bisa melawan kepanikan global yang sedang terjadi. Akan tetapi Presiden menegaskan, pemerintah dan otoritas terkait telah mengeluarkan kebijakan dan stimulus mengantisipasi dampak yang terjadi tidak terlalu signifikan.

Apa yang perlu dilakukan investor, waktunya beli atau jual saham?

ihsg tertekan
Investor harus beli atau jual?

Head of Investment Specialist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI), Freddy Tedja memberikan tiga pertimbangan bagi investor bursa saham di tengah menghadapi gejolak pasar yang terjadi.

  1. Jangan mudah terpengaruh kondisi pasar

Pelemahan pada bursa-bursa saham di Asia yang dibebani oleh ketidakpastian wabah novel coronavirus (Covid-19). Sementara itu, kejatuhan harga minyak dunia setelah OPEC gagal mencapai kesepakatan dengan sekutunya mengenai pemotongan produksi, turut berpengaruh ke kondisi pasar modal Indonesia sepanjang pekan ini.

Anjloknya IHSG yang diikuti dengan volatilitas tinggi membuat investor cenderung menahan diri untuk masuk ke pasar saham. Pasar saham memang memiliki tingkat volatilitas yang lebih tinggi dibandingkan pasar obligasi atau pasar uang.

“Kadang, pasar saham berada dalam tren penguatan (bullish), kadang dalam tren pelemahan (bearish), atau terkadang berada dalam pola mendatar (sideways). Untuk itulah pasar saham hanya cocok bagi investor yang memiliki profil risiko agresif dan memiliki horizon jangka panjang, dalam arti dana yang diinvestasikan tidak untuk digunakan dalam waktu dekat,” ujar Freddy.

Menurutnya, saat IHSG mengalami penurunan, akan muncul berita-berita pesimis yang mudah ditemui di berbagai media baik tertulis, daring (online), maupun berita-berita yang belum jelas kesahihannya yang menyebar lewat media sosial. Akibatnya, hal ini menimbulkan kekhawatiran bagi investor awam.

Sebaliknya, ketika IHSG menguat kita pun dengan mudah pula akan menemukan berita dan analisa yang berlebihan memprediksi seberapa menguat IHSG akan berlanjut. Kedua kondisi di atas – terlalu optimis atau terlalu pesimis – dapat menimbulkan kekhawatiran irasional ataupun euforia berlebihan bagi investor awam, terutama yang terbiasa dengan filosofi investasi “ikut saja apa yang orang lain lakukan”.

Terlihat bahwa faktor lingkungan ini juga berperan signifikan dalam membentuk bias psikologi, kebiasaan investasi, atau persepsi dari seorang investor.

     2. Pastikan investasi di waktu yang tepat

Sulit untuk menebak dengan pasti apakah IHSG masih akan terus melemah atau justru berbalik menguat. Namun yang sering terjadi adalah, ketika pasar saham turun, investor reksa dana saham takut pasar saham akan terkoreksi, sehingga memilih untuk menunda investasi.

Sebaliknya, ketika pasar saham menguat, investor reksa dana saham pun tidak berinvestasi karena takut pasar saham sudah kemahalan.

“Kalau turun takut, naik takut, lalu kapan investasinya? Keputusan investasi seharusnya tidak dilakukan dengan cara menebak-nebak, karena pasar finansial memang tidak bisa ditebak,” ujar Freddy.

  1. Lakukanlah investasi secara berkala

Bagi investor yang memiliki profil risiko agresif, memiliki tujuan jangka panjang, dan memiliki dana yang tidak digunakan dalam waktu dekat, dapat berinvestasi secara berkala atau reguler tanpa memperhatikan pergerakan pasar naik atau turun.

Menurutnya, investasi secara berkala akan mengoptimalkan peluang yang dapat diraih, namun di saat yang sama bisa meminimalkan risiko yang terjadi dibandingkan berinvestasi sekaligus dalam jumlah yang sangat besar.

Lalu bagaimana dengan investor yang memiliki profil risiko konservatif atau moderat?

“Pilihan bisa ke reksa dana pendapatan tetap atau pasar uang. Jika ingin memperluas alokasi aset, menambah sedikit porsi investasi di reksa dana saham, maksimal 20%. Tentu kuncinya adalah lakukan investasi secara berkala,” paparnya.

Nah, dengan demikian jangan lagi khawatir ya dengan gejolak yang terjadi saat ini. Ingat, gejolak akibat virus corona ini bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga seluruh negara dunia. Sebab, virus ini telah menjangkiti lebih dari 140 negara di dunia.

Pastikan berinvestasi yang tepat dengan menyesuaikan profil risiko. Pastikan pula berinvestasi di waktu yang tepat, dan pada instrumen yang dilindungi oleh pemerintah maupun otoritas terkait.