Jebakan Gaya Hidup Ini Bikin Milenial Kehilangan Tabungan Usia Produktif

Tabungan

Saat ini, banyak anak muda masih minim pengalaman, tetapi dibayar mahal oleh perusahaan karena keahliannya. Namun, banyak juga yang kehilangan tabungan di usia produktif.

Padahal, gaji besar akan memberikan keleluasaan untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya, kebutuhan gaya hidup, hingga menyiapkan kebutuhan masa depan lebih mapan dengan tabungan yang banyak. 

Akan tetapi, dengan mendapatkan penghasilan dan keleluasaan finansial juga memberikan ancaman yakni lupa diri untuk mengontrol keuangan secara bijak.

Bahkan, jika tidak hati-hati dan bijak mengelola keuangan meski berpenghasilan besar, maka akan menimbulkan masalah. Seperti merasa kekurangan penghasilan, dan memiliki utang, dan masalah finansial lainnya.

Finansial milenial penuh tantangan

tiga orang anak milenial sedang bermain bersama

Memiliki gaji besar, tetapi rekening tabungan kecil, investasi gak punya, asuransi juga gak punya, inilah menjadi titik paling penuh tantangan bagi milenial. 

Padahal, dengan gaji double digit seharusnya memiliki kemampuan cukup untuk menyiapkan masa depan, dan menyimpan aset dengan baik.

Generasi millenial lahir di zaman dengan akses yang mudah ke lembaga keuangan. Milenial adalah generasi pertama yang tumbuh dengan komputer dan internet, akan lebih mudah bagi milenial memelajari sektor keuangan dengan cepat dan menerapkannya dalam kehidupan. 

Untuk  berinvestasi, milenial cukup mengakses segala hal yang dibutuhkannya melalui internet di gadget mereka.

Buat yang memiliki gaji besar tapi gak punya tabungan, investasi, dan asuransi sebaiknya menghindari jebakan gaya hidup yang menyebabkan menjadi lebih boros dan membahayakan finansial.

1. Hobi Nongkrong

beberapa orang milenial sedang nongkrong

Memiliki hobi nongkrong untuk menghabiskan waktu sepulang kerja atau saat akhir pekan semakin populer, terlebih dengan adanya era sosial media banyak orang terus mencari perhatian untuk di-posting dalam media sosialnya.

Biasa disebut dengan hangout atau nongkrong di tempat-tempat hits dan kekinian seperti coffee shop, kafe, hingga mal membuat seseorang gak sadar bahwa pengeluaran untuk kebutuhan tersebut tidaklah kecil apalagi dengan intensitas yang tinggi.

Kebutuhan hangout untuk bertemu teman-teman, berkumpul bersama kerabat, mengisi waktu saat akhir pekan memang sudah menjadi salah satu kebutuhan penting sebagai makhluk sosial. 

Namun, demikian sebaiknya perlu melakukan kontrol dan membuat batasan anggaran agar tidak berlebihan.

Jika dengan ilustrasi sekali hangout bisa menghabiskan dana Rp 250 ribu, dan dilakukan rutin setiap akhir pekan, maka dalam satu bulan akan memakan biaya Rp 1 juta, dan selama satu tahun akan mencapai Rp 12 juta per tahun. 

Bukan jumlah yang sedikit jika dana tersebut disiapkan untuk masa depan, mulai dari investasi, menabung, dan memproteksi diri dengan asuransi.

Bahkan, jika melebihi bujet Rp 250 ribu sekali hangout, maka akan ada dana yang lebih besar lagi terbuang percuma hanya untuk sekadar ngopi-ngopi, dan nongkrong di kafe saja. 

Untuk menghindari hal ini sebaiknya buat batasan atau bujet anggaran untuk hangout per pekan hanya Rp 100 ribu saja.

2. Gadget

beberapa gadget sedang dipajang

Generasi milenial saat ini sangat dekat dengan gadget. Pasalnya, generasi yang berusia 20 sampai 35 tahun ini memiliki akses informasi luas dan hobi berselancar di internet. 

Dengan habit atau kebiasaan tersebut, memiliki gadget yang paling canggih dan keluaran terbaru, serta brand ternama jadi hal yang diinginkan banyak generasi muda. Bahkan, ada juga yang rela berutang atau pinjaman demi membeli gadget terbaru.

Jika tak ingin terjebak dalam hal ini, yang harus diutamakan sebelum memiliki gadget adalah sesuaikan kebutuhan dan fungsi atau manfaat gadget itu dengan pekerjaan. Bukan hanya mengutamakan gengsi ataupun demi gaya-gayan semata.

3. Belanja Online

seseorang sedang belanja online

Fenomena belanja online saat ini semakin populer, harga yang murah, banyak promosinya, hingga gratis ongkos kirim jadi daya tarik bagi banyak orang untuk berbelanja online

Bahkan, banyak orang yang gak sadar kalau belanja online bisa membuatnya tidak memiliki tabungan atau dana lebih yang bisa diinvestasikan.

Namun, bila memang kebiasaan belanja online bisa mengganggu keuangan setiap bulan, maka  diperlukan tindakan atau menghapus aplikasi marketplace

Ini bisa dilakukan agar aktivitas  melihat-lihat toko online hingga promo-promo yang digencarkan marketplace dapat berkurang intensitasnya.

Selain itu, banyaknya metode pembayaran yang disediakan situs belanja online, seperti digital payment, internet banking, e-money, dan e-wallet membuat banyak orang gak

sadar memakai uangnya untuk beli pakaian atau barang yang hanya mengutamakan  keinginan dan bersifat konsumtif.

Jika diasumsikan setiap bulan menghabiskan dana untuk belanja online Rp 1 juta, maka dalam setahun sudah mencapai Rp 12 juta, dengan dana Rp 1 juta per bulan padahal bisa digunakan untuk beli logam mulia setiap bulan satu gram, atau membeli saham, dan produk asuransi. 

Dampaknya malah lebih baik, memiliki investasi buat masa depan, dan memproteksi diri dengan asuransi.

4. Liburan

seorang pria sedang liburan

Kebutuhan liburan ini memang penting buat me-refresh pikiran ataupun rehat sejenak dari segala aktivitas. Akan tetapi, dengan tingginya fenomena media sosial saat ini banyak generasi milenial yang saling adu gengsi untuk kebutuhan traveling.

Semakin jauh destinasi yang dituju, dan semakin keren foto destinasi yang didatangi, maka milenial akan semakin bangga akan prestasi liburannya. 

Padahal, dengan mengutamakan adu gengsi di media sosial dalam hal liburan bisa membuat jebol kantong setiap bulan atau setiap tahunnya.

Meski liburan merupakan kebutuhan, cara bijak dalam mengontrolnya ialah membuat perencanaan yang baik untuk menyiapkan biaya traveling. Ini bisa juga dilakukan dengan membuat rekening tabungan terpisah untuk biaya liburan. 

Jika dalam satu kali liburan membutuhkan biaya kurang lebih Rp 2 juta setiap tiga bulan sekali, dalam satu tahun bisa menghabiskan dana Rp 8 juta. 

Kondisi sosial ekonomi juga turut menyebabkan gaya hidup anak muda di Jakarta konsumtif. Namun tak  berarti sama dengan mereka yang sosial ekonominya berlebihan. Sekarang dengan kemudahan yang diberikan dengan cicilan, yang gak punya uang pun bisa gaya.

Faktor lain yang juga mempengaruhi adalah informasi yang didapat dengan cepat melalui media online, akibat adanya teknologi yang semakin maju. 

Orang dapat dengan mudah mendapatkan informasi, dan dengan  mudah melalukan transaksi dengan cepat dan supermudah.

Dorongan menjadi konsumtif terjadi karena dua hal, internal dan eksternal. Dari internal, kehidupan dan cara hidup yang mereka lihat di dalam keluarga. 

Sementara itu, faktor  eksternalnya pergaulan dan kemajuan teknologi yang dengan mudah dapat diakses dan adu gengsi di media sosial. (Editor: Chaerunnisa)