Tak Kie: Kedai Kecil Klasik yang Melegenda di Tengah Menjamurnya Bisnis Kopi Kekinian

Tak Kie: Kedai Kecil Klasik yang Melegenda di Tengah Menjamurnya Bisnis Kopi Kekinian

Tak hanya sebagai teman menyambut pagi, kopi belakangan ini menjadi tren atau gaya hidup masyarakat perkotaan yang haus akan informasi. Seteguk dua teguk kopi sama dengan sebaris dua baris informasi yang didapat kala itu.

Ya, tradisi minum kopi seraya bertukar informasi sudah terjadi sejak zaman nenek moyang. Dimana kala itu jika ingin mendapatkan informasi, orang hanya perlu pergi ke kedai kopi.

Kini, beberapa orang melakukan kegiatan minum kopi sebatas keinginan menghangatkan diri, mengulang kenangan atau sekedar mengikuti perkembangan zaman bahwa berada di kedai kopi bisa menentukan status sosial mereka. Ada juga yang melakukannya semata-mata untuk mendapatkan pengakuan publik siapa mereka sebenarnya.

Menyusuri kawasan Glodok, lebih tepatnya masuk ke dalam Gang Gloria, kamu bakalan disuguhkan pemandangan kuliner yang menggoda selera. Apalagi jika kamu merupakan etnis Tionghoa disana banyak kudapan yang betul-betul menggugah selera makan. Ada bakmi, siomay, nasi campur, dan sebagainya.

Satu kedai yang menarik perhatian dan tak lekang oleh waktu adalah Kopi Es Tak Kie. Bayangkan saja, sudah hampir satu abad kedai ini berdiri, suasana, menu andalan, dan rasa masih tetap sama loh. Kok bisa ya? Mereka betul-betul jeli dalam mempertahankan rasa.

Bahkan, kedai yang kini masuk usia ke 92 tahun itu tidak mengubah sedikitpun interior atau suasana yang ada. Hanya sedikit renovasi, itu pun sebatas pada dinding bangunan untuk mencegahnya dari pengapuran mengingat usianya sudah lebih dari 80 tahun.

Untuk menemukan kedai ini juga gak susah kok. Kamu tinggal masuk ke arah pecinan Petak Sembilan, ke arah gang Gloria, kedai ini berada nyelip diantara gerobak-gerobak nasi campur atau bektim sekba di sebelah kiri.

Aroma khas kopi hitam langsung tercium begitu kamu menginjakkan kaki di kedai ini. Suasana vintage juga sangat kerasa, meski berbeda jauh dari kedai kopi kekinian yang lebih minimalis moderen, tempat ini tetap menawarkan panorama masa lalu yang sayang jika dilewatkan begitu saja.

Kedai Kopi Es Tak Kie bukan cuma menawarkan hidangan kuliner semata, disini kamu bakalan terbawa suasana yang bisa bikin lupa waktu. Berlama-lama berada di kedai bikin kamu flashback beberapa tragedi yang pernah terjadi, seperti tahun 98.

Baca juga: Gak Sampai Rp 50 Ribu, Hand & Body Lotion Murah Ini Bikin Kulitmu Makin Lembut

Sejarah Tak Kie

Kedai Kopi Es Tak Kie di kawasan Petak Sembilan, Glodok, Jakarta Barat (Winda Destiana Putri/MoneySmart Indonesia).

Kedai ini didirikan oleh Liong Kwie Tjong, seorang pedagang etnis Tionghoa yang merantau ke Indonesia sejak tahun 1927. Nama Tak Kie sendiri memiliki arti orang bijaksana, sederhana dan diingat banyak orang. Berawal dari sebuah gerobak kecil di tahun 20-an, Liong Kwie Tjong mulai berjualan kopi di kawasan Glodok, Jakarta Barat.

Pada 1927, ketika uang yang dimilikinya cukup untuk membeli kios, Liong Kwie Tjong akhirnya membuat kedai es kopi ini. Berbeda dengan kedai kopi modern, Es Kopi Tak Kie tidak menyediakan banyak varian kopi. Kopi Tak Kie hanya menawarkan kopi hitam dan kopi susu yang bisa disajikan dingin maupun panas. Harganya pun cukup terjangkau, kopi hitam baik es maupun panas dipatok seharga Rp 20 ribuan. Untuk bakmi ayamnya sendiri dibanderol harga Rp 25 ribuan.

“Dulu sebenarnya kakek jualan teh manis dan pahit. Kemudian ditambah kue tradisional. Setelah banyak peminatnya, menu ditambah bubur, tetapi gak kepegang sama sekali. Karena kami selalu ingin menyajikan makanan dan minuman fresh. Kalau bubur gak sering diaduk, bakalan kering, dan kebuang. Kami pantang buang nasi,” papar Akwang, yang merupakan cucu Liong Kwie Tjong dan merupakan generasi ketiga untuk mengurus kedai itu. Akwang bersama dengan sang kakak, Ayauw yang saat ini mengurus segala keperluan kedai, bahkan mereka juga tak segan turun melayani pembeli jika kedai ramai saat itu.

Akwang, salah satu cucu pendiri Kopi Es Tak Kie yang kini menjalankan bisnis kuliner tersebut (Winda Destiana Putri/MoneySmart Indonesia).

Kopi yang digunakan dikatakan Akwang menggunakan kopi Lampung. Biji kopi Lampung digiling menggunakan mesin penggiling tua berkekuatan 2.300 watt yang ada di dalam kedai tersebut. Penggilingan juga dilakukan setiap sore hari, dimana semua lampu dimatikan saat proses tersebut untuk mencukupkan daya listrik yang ada.

Bubuk kopi kemudian dicampur dengan air mendidih pada malam harinya. Untuk penyajian esok, para pramusaji tinggal menuangkan ke dalam gelas yang sudah berisikan es batu.

“Sulit saya katakan berapa banyak gelas yang berhasil terjual. Ya kalau 50 sih lebih. Apalagi akhir pekan juga lebih banyak terjual. Kami juga sekali bikin sekaligus dalam satu hari. Es kopi hitam ini yang paling dicari pengunjung,” kata Akwang.

Menu di Kedai Tak Kie

Menu unggulan di kedai Tak Kie, bakmi ayam dan es kopi hitam (Pinterest).

Untuk menunya sendiri, sudah dijelaskan oleh Akwang bahwa dulu sempat ada bubur ayam dan beberapa camilan kue tradisional. Karena mempertahankan kualitas, ia dan kakaknya sepakat untuk tidak menjual bubur lagi. Tetapi diganti dengan nasi campur dan bakmi ayam. Untuk bakmi ayamnya ini sendiri halal ya, jadi kamu yang muslim tidak perlu khawatir.

Tidak hanya menyediakan kopi, kedai legendaris yang jadi favorit banyak kalangan ini juga menyediakan beberapa kudapan dan makanan berat. Ada pangsit kuah, pangsit goreng, nasi campur, nasi campur, bakso, hingga bacang. Untuk kudapan seperti itu ada baiknya bagi kamu yang muslim bertanya apakah halal atau tidak ya.

Untuk menjaga kualitas makanan, keduanya sepakat untuk membuat dan mengolahnya setiap hari. Kesegaran kuliner yang ada di kedai lawas itupun sangat dipertaruhkan. Jika sudah habis, mereka tidak akan membuatnya kembali, dan memilih untuk tutup, untuk lanjut esok harinya. Sangat kontras dengan kedai kopi kekinian dong ya?

Baca juga: Belajar Kesuksesan Berbisnis dari Sosok Rika Hardjosuwarno, Pemilik Kembang Kencur

Kedai Lawas yang Tak Takut Tergerus Zaman

Pengunjung di kedai Kopi Es Tak Kie (Winda Destiana Putri/MoneySmart Indonesia).

Kedai Es Kopi Tak Kie sudah berusia puluhan tahun. Meski demikian, Akwang dan Ayaum merasa tidak perlu menggunakan strategi laiknya yang dilakukan oleh kedai kopi kekinian lain yakni gembar gembor di sosmed atau menyajikan opsi pengiriman melalui online.

Semua yang ingin minum es kopi legendaris ini harus datang langsung ke Petak Sembilan saat pagi hari atau jelang makan siang. Jangan sampai terlalu siang ya guys, karena kedai ini sangat eksklusif. Dibuka pada pukul 06.30 pagi dan tutup di jam 14.00. Atau bisa juga tutup lebih cepat jika kopi habis terjual. Semua itu dilakukan demi menjaga kualitas produk yang mereka jual.

“Kami ini kan jual makanan dan minuman, kalau bukan mempertahankan kualitas rasa apa lagi? Karena itu yang orang cari kan?” kata Akwang seraya melayani pembeli dari balik meja kasir.

Meski dikatakan olehnya omset menurun sejak dua tahun belakangan, ia tetap percaya Tuhan telah mengatur rezeki sedemikian rupa. Dia juga tak takut kalah saing dengan kedai kopi kekinian yang buka lebih lama, dan menjual pelbagai kopi yang lebih variatif.

Pengunjung di kedai Kopi Es Tak Kie (Winda Destiana Putri/MoneySmart Indonesia).

“Strategi penjualan ya sama saja sih, mempertahankan rasa. Itu saja, kualitas makanan minuman yang gak berubah dari masa ke masa. Meskipun banyak kedai kopi lain buka sampai 24 jam sekalipun, kami gak tertarik seperti itu. Kami ini sudah tua, dan biarlah pengunjung mau datang berapa banyak sekalipun tetap jam 2 siang kedai ini tutup,” papar Akwang.

Inilah yang membuat kedai Es Kopi Tak Kie berbeda dari yang lain atau kopi kekinian. Kedai ini betul-betul eksklusif. Bahkan ketika pengunjung ingin tambah minuman, dikatakan oleh pelayan habis, ya benar habis. Dan mereka gak berniat untuk membuatnya kembali.

Pembeli ditawari menu lain yang masih tersedia, itupun kalau mau. Seringnya banyak pelanggan Tak Kie yang berkunjung ke kedai ini dari pagi hari. Mereka tidak ingin kehabisan es kopi atau kopi susu panas. Begitupula dengan bakmi ayam. Semua dibuat sesuai porsi dan takaran penjualan per hari.

Mulai Didatangi Generasi Milenial

Pengunjung di kedai Kopi Es Tak Kie (Winda Destiana Putri/MoneySmart Indonesia).

Dikatakan Akwang, meski kedai ini tidak menggunakan sosial media untuk mempromosikan kopi mereka, pengunjung yang datang mulai beragam. Bukan hanya pelanggan yang loyal, saat ini sudah banyak generasi milenial yang berdatangan dari pelbagai lokasi. Menariknya, mereka betah berlama-lama berada di dalam kedai meski tanpa akses Wi-Fi sekalipun.

“Mungkin mereka tahu dari banyaknya media yang datang meliput kedai ini. Karena kami sendiri tidak membuat akun sosial media sama sekali. Betul-betul mengandalkan pengunjung yang loyal atau yang memang sudah tahu kedai ini sejak lama,” tutup Akwang.

Disini, semua yang datang sama sekali enggan menyentuh gadget kecuali ingin memposting makanan atau minuman yang ada. Setelah itu mereka melahap hidangan diiringi gelak tawa sesekali. Bahkan keintiman pembicaraan juga nampak nyata disini. Berbeda halnya dengan kedai kopi kebanyakan yang justru membuat kedekatan pengunjungnya terasa asing.

Baca juga: Mengenal Sosok Nilam Sari, Wanita Tangguh Dibalik Suksesnya Kebab Baba Rafi

Gimana nih, kira-kira kamu tertarik untuk menghabiskan Sabtu pagi di kawasan petak sembilan? Jangan lupa mampir ke Gang Gloria dan seruput kopi Tak Kie ya. Atau jangan-jangan, kamu malah salah satu penggemar berat kedai tua ini? Selain bisa menikmati es kopi tanpa tandingan, disini kamu seperti berada di era kungfu atau film-film laganya Jackie Chan lho. Tertarik? (Editor: Winda Destiana Putri).