Ini Cerita Awal Kenapa Kopi Kenangan Berdiri dan Sukses Hingga Kini

Kisah Berdirinya Kopi Kenangan (Shutterstock)

Mambangun bisnis ditengah gempuran produk dan merek asing tentu menjadi tantangan tersendiri, hal ini dialami Co Founder dan Chief Operational Officer Kopi Kenangan James Prananto.

James mengungkapkan, beberapa tahun kebelakang masyarakat Indonesia jika ingin menikmati kopi dengan cita rasa tinggi harus ke pusat perbelanjaan. Gak jarang harus mengeluarkan uang yang tak sedikit. Sebab kebanyakan brand kopi tersebut merupakan brand asing.

“Dua sampai tiga tahun yang lalu di Indonesia kalau ingin kopi berkualitas dan enak kita ke mall. Pemainnya luar semua kebanyakan dan harga kopinya Rp 40.000 hingga Rp 50.000. Gak mungkin kopi itu bisa diminum setiap hari,” ungkapnya di Kementerian Keuangan, Jakarta.

Melihat realitas tersebut, dirinya berpikir Indonesia sebagai salah satu negara penghasil kopi terbesar di dunia harus bergerak, dan menjadi tuan rumah di negara sendiri.

Dengan itulah dirinya melihat peluang dan memberanikan diri mendirikan ritel kopi dengan konsep grab and go. Ini berarti konsumen dapat melakukan pemesanan melalui aplikasi tanpa harus antre. Selain memiliki harga yang lebih murah, konsep ini cocok dengan Jakarta yang mayoritas jalanannya mengalami kemacetan.

“Jadi kita bikin Kopi Kenangan dengan kualitas, tapi murah, jadi bisa minum setiap hari,” jelasnya.

Tantangan Bisnis Kopi

Namun demikian, tantangan yang dihadapi saat ini adalah memperluas jangkauan dan meningkatkan konsumsi atau daya beli masyarakat Indonesia. Sebab saat ini masyarakat Indonesia masih terbiasa dengan konsumsi kopi  sachet dan belum terbiasa dengan kopi fresh brewed.

Tercatat, dari 100 persen peminum kopi, hanya tujuh persen di antaranya yang mengonsumsi kopi fresh brewed atau diseduh secara manual oleh retailer di Indonesia.

Kemudian, sisanya, menyeduh kopi sachetan atau dalam kemasan. Hal inilah yang membuat pertumbuhan cabang kopi kenangan belum mencapai target.

“Per hari ini kita memiliki 154 gerai. Sampai akhir tahun target 250 gerai. Sebetulnya untuk kita bisa masuk sampai Desember, karena balik lagi ada buying power (daya beli) yang belum bisa,” paparnya.

Selain dari persoalan daya beli, Menurut James mengubah kebiasaan masyarakat dalam mengkonsumsi kopi juga bukan hal yang mudah. Akan tetapi dengan semakin menjamurnya retail kedai kopi di seluruh Indonesia, maka masyarakat Indonesia secara perlahan akan semakin terbiasa dengan kopi fresh brewed.

“Tren yang terjadi saat ini, di mana orang orang yang minum sachetan, bisa minum fresh brewed,” ungkapnya. 

Editor: Ayyi Achmad Hidayah