Lebih Enak Mana Sih, Jadi Pebisnis atau Entrepreneur?

pengertian wirausaha, ciri-ciri, dan contoh

Being young entrepreneur! Suka dengar istilah itu kan? Biasanya sering disebut-sebut sama motivator. Kadang kala pejabat-pejabat pemerintah gak mau ketinggalan dorong-dorong rakyatnya jadi entrepreneur.

Kenapa gak pakai being young businessmen? Memang ada bedanya?

Sekilas sepertinya sama antara pebisnis dan entrepreneur. Padahal kalau ditelaah lebih jauh, ternyata gak semua pebisnis itu disebut pengusaha atau entrepreneur.

Wajar sih bila awalnya sebagian orang menyamakan pebisnis dan pengusaha. Mereka sama-sama lakoni usaha dengan memproduksi barang atau jasa.

Di sisi lain, kadang kala orang memandang pebisnis itu identik dengan orang yang punya perusahaan besar dengan omzet yang miliaran.

Sedangkan yang masuk golongan entrepreneur cenderung usahanya relatif kecil, lagi merintis, dan omzetnya pas-pasan.

Penting gak sih tahu lebih lanjut? Semoga jawabnya penting biar artikel ini terus dibaca.

Oke, gini. Betul untuk jadi pebisnis dan pengusaha mensyaratkan punya usaha dulu. Di awal-awal mereka harus bekerja keras agar usahanya berkembang. Meski begitu ada perbedaan jelas antara pebisnis dan pengusaha.

Berikut ini karakteristik yang bedakan antara pebisnis dan pengusaha.

Pemilik usaha vs pemilih usaha

Pebisnis cenderung memiliki usaha yang sudah ada di pasaran dan sudah diterima luas. Seringkali label pebisnis melekat kepada seseorang karena warisan dari usaha keluarga.

Selain itu, pebisnis seringkali menekuni bidang usaha yang sudah mapan seperti agen, distributor, atau usaha waralaba. Jadinya, pebisnis memulai bisnis dari ide atau konsep yang sudah ada.

Tipikal yang paling kentara dari pebisnis adalah suka main aman dan bekerja dengan penuh ambisi.

Entrepreneur justru beda karena yang dipikirkan adalah bagaimana cara berbisnis yang lebih kreatif dan unik. Inilah yang kadang menjadikan usaha bisnisnya berbeda. Dia itu pemilih.

Faktor kebaruan ini yang menjadi andalan kaum entrepreneur. Dalam berbisnis pun cenderung pakai pendekatan eksperimen dengan trial and error.

Entreprenur selalu merintis usahanya dari nol. Dia membangun konsep bisnisnya dari ide yang orisinal untuk kemudian dikembangkan secara nyata. Tak heran kalau entrepreneur selalu berpikir out of the box.

Kompetisi vs Kerja sama

Pebisnis lebih condong bertarung untuk memenangkan kompetisi. Dia berusaha sekuat mungkin agar jadi pemenang.

Faktor inilah yang membuat sebagian pebisnis merasa memiliki tingkat stres yang tinggi. Gak heran sih, mengingat fokusnya selalu memandang bekerja untuk perusahaan agar selalu memenangkan kompetisi.

Karena waktu dan pikirannya banyak ke bisnis, alhasil waktu untuk bersama keluarga menjadi minim. Profit oriented yang menjadi fokusnya.

Lain halnya dengan entrepreneur yang fokus membangun kerja sama, mengingat fokusnya adalah costumer oriented. Tambahan lagi prinsipnya adalah perusahaan yang bekerja untuknya.

Dalam menjalankan roda bisnis, seorang entrepreneur merasa hepi karena bidang yang digelutinya sejalan dengan chemistry dan passion.

Bila pebisnis hidup dari usahanya, entrepreneur malah memberikan ‘hidup’ untuk usahanya.

Risiko terukur vs risiko tak terukur

Karena mau main aman, pebisnis mengukur risiko yang sudah diketahui sekaligus bisa diantisipasi. Semua itu bisa dilakukan lantaran banyak usaha serupa di luar sana yang bisa dipelajari.

Beda jauh dengan entrepreneur yang selalu dihadapi pada risiko yang belum diketahui. Lebih-lebih, dia baru kali pertama berkecimpung di usaha itu.

Risiko baru diketahui setelah bisnisnya berjalan. Di situ dia harus bergelut dengan masalah sekaligus memikirkan cara untuk tetap survive.

Meski paham risikonya belum diketahui, entrepreneur tetap santai. Hal itu bisa terjadi karena bekerja sesuai dengan passion.

Tempaan dari berbagai risiko inilah yang membuat entrepreneur menjadi lebih tangguh dan ulet dalam berusaha. Dia gak takut untuk berani bertindak dan ambil keputusan.

Dari karakteristik itu bisa disimpulkan gak semua pebisnis itu menyandang titel entrepreneur. Di saat bersamaan, berbisnis ternyata membutuhkan jiwa entrepreneur.

Jiwa yang bisa melihat peluang emas dan memanfaatkannya. Jiwa yang pantang menyerah, ulet, dan berani ambil risiko. Kekalahan hari ini bukan akhir segalanya. Justru dimanfaatkan untuk lebih semangat  bertempur lagi.

Hal ini yang membuat bisnis entrepreneur lebih cepat berkembang dan punya daya tahan lebih lama.

Pada akhirnya, kira-kira sudah menemukan jati diri sebagai seorang entrepreneur? Boleh punya gagasan berbisnis, tapi sebaiknya ditopang dengan kemampuan entrepreneur. Bila itu dimiliki, Dewi Fortuna pasti berpihak!