Jangan Senang Dulu, Cuma Pekerja Sektor Ini yang Bebas Pajak Penghasilan

pajak penghasilan pribadi

Pemerintah mengumumkan mulai bulan April mendatang bakal menanggung pajak penghasilan (PPh) 21 para pekerja selama enam bulan ke depan. 

Pajak penghasilan ini dipotong dari gaji yang diperoleh para pekerja. Dengan kebijakan ini, maka pajak penghasilan para pekerja tidak akan dipotong pajak seperti biasanya alias take home pay-nya akan penuh.

Kebijakan itu diambil pemerintah terkait pandemi virus Corona (Covid-19) di Indonesia. Mereka melakukannya agar daya beli masyarakat Indonesia tidak anjlok menghadapi virus ini. 

Pasalnya, dikhawatirkan daya beli masyarakat menurun, dan memberi dampak terhadap laju perekonomian nasional.

Terkait soal potongan pajak penghasilan, sesuai Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2015, PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun yang sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi sebagai subjek pajak dalam negeri. 

Adapun tarif PPh Pasal 21 untuk seorang yang memiliki gaji tahunan sampai Rp 50 juta berdasarkan Pasal 17 UU  PPh dikenakan sebesar 5%. Untuk penghasilan Rp 50 juta-Rp 250 juta, PPh dikenakan sebesar 15%.

Kemudian, penghasilan Rp 250 juta-Rp 500 juta, tarif pajaknya 25%. Sementara penghasilan di atas Rp 500 juta dikenakan tarif pajak 30%.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan, tujuan kebijakan ini untuk memberikan ruang terhadap industri yang sedang dalam situasi yang sangat ketat. Dengan kebijakan ini, maka beban industri juga diringankan oleh pemerintah.

Kebijakan ini juga pernah dilakukan pemerintah pada krisis keuangan tahun 2008 lalu.

Cuma pekerja sektor manufaktur yang bebas pajak

pekerja manufaktur bebas pajak penghasilan

Tetapi, banyak para pekerja yang sudah gembira duluan nih menanggapi kebijakan pemerintah soal ini, padahal kebijakan penghasilan bebas pajak ini hanya berlaku bagi para pekerja dalam sektor manufaktur, jadi gak semua sektor ya yang  gajinya bebas pajak penghasilan.

Namun, kebijakan ini juga bersifat situasional, yang pastinya akan ditinjau kembali oleh pemerintah juga bisa diperpanjang, direvisi. Yang pasti, tergantung situasi dan kondisi perekonomian.

Tapi, apa sih yang mendasari kebijakan pemerintah untuk membebaskan pajak penghasilan pekerja sektor manufaktur ini?

Jawabannya adalah, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bilang sektor manufaktur dipilih lantaran dianggap sebagai sektor yang paling terpukul dari wabah virus corona. 

Apalagi, WHO susah menetapkan wabah  COVID-19 adalah pandemi. Menurut WHO setelah sektor manufaktur, sektor yang paling terdampak virus corona adalah sektor pariwisata.

Kenapa pajak penghasilan pekerja manufaktur dibebaskan?

Kenapa pajak penghasilan pekerja manufaktur dibebaskan?

Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, jumlah pekerja sektor manufaktur atau pengolahan ini menjadi salah satu yang terbesar di Indonesia.Pada 2015, industri manufaktur RI tercatat menyerap 15,54 juta pekerja.

Lalu pada 2016 mengalami kenaikan menjadi 15,97 juta orang. Sementara pada 2017, sektor ini menyerap tenaga kerja  sebanyak 17,56 juta orang. Kemudian pada 2018 tercatat mencapai 18,25 juta pekerja.

Nah, dengan jumlah yang besar ini, pemerintah tidak ingin perekonomian nasional akan terganggu akibat turunnya daya beli masyarakat. Pasalnya, jika daya beli masyarakat turun, maka akan ada dampak ganda atau multiplier effect terhadap perekonomian. 

Jika masyarakat daya belinya turun, maka produk dari berbagai industri makanan, minuman, dan consumer goods akan terdampak, imbasnya adalah barang yang ada di pasaran tidak laku terjual dan pabrik-pabrik pun mulai mengurangi atau menurunkan jumlah produksinya.

Jika industri menurunkan jumlah produksi, maka jam kerja para buruh atau pekerja manufaktur akan berkurang dan berdampak pada penurunan pendapatan atau penghasilan, imbasnya akan semakin memperparah turunnya daya beli masyarakat. 

Tentu masih dalam ingatan setahun lalu banyak pusat perbelanjaan, dan juga supermarket yang gulung tikar dan mengurangi jumlah cabang outletnya karena daya beli masyarakat Indonesia yang mengalami penurunan.

Tercatat, berdasarkan data dari Kementerian Keuangan realisasi pendapatan negara tahun 2019 terdiri dari penerimaan  perpajakan sebesar Rp 1.545,3 triliun (86,5% dari target APBN tahun 2019). 

Penerimaan Negara Bukan Pajak  (PNBP) sebesar Rp 405 triliun (107,1% dari target APBN tahun 2019) dan hibah sebesar Rp 6,8 triliun. 

Selain pajak penghasilan ada lagi?

Selain pajak penghasilan ada lagi?

Sementara itu, guna mengurangi gejolak ekonomi yang diakibatkan virus ini, pemerintah juga mengeluarkan kebijakan stimulus berupa pembebasan pajak kepada hotel dan restoran selama enam bulan ke depan di beberapa lokasi wisata.

Kebijakan ini akan berlaku di Danau Toba, Yogyakarta, Malang, Manado, Bali, Mandalika, Labuan Bajo, Bangka Belitung, Batam, dan Bintan. 

Dengan adanya kebijakan ini pastinya harga makanan atau rate room sebuah kamar hotel akan menurun dari biasanya karena tidak dipungut pajak oleh pemerintah.

Namun, hal yang harus dipastikan adalah kesehatan, dan kebersihan guna mencegah tertularnya virus corona, jangan sampai karena harga murah tetapi menyepelekan hal kesehatan yang sangat penting dijaga.

Kebijakan pangan terkait penanganan dampak COVID-19

Pajak penghasilan berdampak setelah penyebaran virus covid-16

Pemerintah tetap menjamin ketersediaan pasokan pangan utama dan strategis bagi penduduk dengan harga terjangkau. 

Pangan utama dan strategis yang dimaksud adalah beras, jagung, bawang merah, bawang putih, cabai besar, cabai rawit, daging sapi/kerbau, daging ayam, telur ayam, gula pasir dan minyak goreng.

Dalam rentang waktu enam bulan ke depan yaitu Maret sampai Agustus 2020, termasuk menghadapi Ramadan dan Idul Fitri, proyeksi ketersediaan 11 komoditas strategis dipastikan aman. 

Sebagian besar pemenuhan pangan tersebut dipasok dari produksi dalam negeri, hanya komoditas bawang putih, daging sapi/kerbau, dan gula pasir yang pemenuhannya sebagian masih melalui impor.

Bagi beberapa komoditas yang pemenuhannya masih melalui impor terdampak COVID-19 secara global, langkah antisipasi yang dilakukan adalah dengan mempercepat proses penerbitan rekomendasi impor. 

Sampai dengan tanggal 10 Maret 2020, Kementerian Pertanian telah menerbitkan 37 Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH), salah satunya adalah rekomendasi impor bawang putih sebanyak 196,5 ribu ton, di mana sebanyak 34,8 ribu ton sudah terbit izin impornya dari Kementerian Perdagangan. 

Pemerintah juga terus mencarikan negara produsen bawang putih selain Tiongkok, di antaranya adalah India, Mesir, Bangladesh, dan beberapa negara lain. (Editor: Chaerunnisa)