Berkekayaan Rp 120 Triliun, Ini Kerajaan Bisnis yang Diwariskan Eka Tjipta

Pendiri Sinar Mas Eka Tjipta (Forbes)

Pendiri Sinar Mas, Eka Tjipta Widjaja meninggal dunia di usia 98 tahun. Pendiri salah satu perusahaan terbesar di Indonesia itu menghembuskan napas terakhirnya di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, Jakarta, Sabtu 26 Januari 2019, pukul 19.43 WIB.

“Berdasarkan info yang saya terima, telah meninggal dunia pada pukul 19.43 Bapak Eka Tjipta Widjaja, pendiri Sinar Mas, saya hanya tahu itu saja,” kata salah seorang karyawan di Sinar Mas Land yang enggan menyebutkan namanya membenarkan kabar itu.

Pemilik nama Oei Ek Tjhong itu merupakan seorang pengusaha dan pendiri Sinar Mas serta Eka Tjipta Foundation. Dia merupakan orang pertama terkaya di Indonesia menurut Majalah Globe Asia edisi bulan Desember 2012 dengan kekayaan mencapai US$ 8,7 miliar.

Berdasarkan Forbes, pria kelahiran Quanzhou, Fujian, Tiongkok, 27 Februari 1921 itu menduduki peringkat ke-3 orang terkaya di Indonesia, dengan total kekayaan US$ 8 miliar pada tahun 2011.

Sementara itu, pada tahun 2018, kekayaannya mencapai US$ 8,6 miliar atau setara Rp 120,4 triliun (kurs Rp 14 ribu).

Lantas, siapa Eka Tjipta dan bagaimana kisahnya menjalani bisnis hingga menjadi salah seorang pria terkaya di Indonesia? Simak pemaparannya, seperti dilansir Sindonews jaringan MoneySmart berikut:

Terlahir dari keluarga miskin

Eka Tjipta Widjaja (Forbes)
Eka Tjipta Widjaja (Forbes)

Meski telah menjadi salah seorang pria terkaya di Indonesia, Eka Tjipta terlahir dari keluarga miskin di Fujian, Republik Rakyat Tiongkok.

Seperti yang dirangkum www.biografiku.com, dengan tekad yang sangat kuat ingin mengubah hidup keluarganya, Eka lantas memutuskan merantau keluar dari kampung halamannya di Quanzhou, China.

Eka pindah ke Indonesia ketika berusia 9 tahun. Di usianya yang masih sangat muda, Eka bersama sang bunda migrasi ke Makassar, Sulawesi Selatan, pada tahun 1931. Saat itu, dia menyusul ayahnya yang terlebih dahulu tiba dan mempunyai toko kecil.

Tiba di Makassar sekitar tahun 1932, Eka justru harus berjuang menutupi utang US$ 150 ke rentenir untuk membiayai perjalanannya ke Indonesia.

Lulusan SD yang berjuang membangun kerajaan bisnis

Eka diketahui hanya lulusan sekolah dasar (SD) di Makassar. Padalnya, kehidupan dia di masa lalunya itu serbakekurangan. Sehingga, demi membantu orangtuanya menyelesaikan utang ke rentenir, dia harus mengorbankan pendidikannya.

Tak bisa melanjutkan pendidikan setelah tamat SD karena kesulitan ekonomi, Eka kecil pun mulai jualan.

Eka setiap harinya keliling Kota Makassar menggunakan sepeda menjajakan permen, biskuit, serta aneka barang dagangan toko ayahnya dari pintu ke pintu. Ketekunannya akhirnya berbuah manis, usaha yang dirintis mulai menunjukkan hasil.

Di usia 15 tahun, Eka semakin matang berbisnis. Dia sudah mampu mendapatkan untung Rp20. Jumlah yang besar pada masa itu, pasalnya harga beras masih 3-4 sen per kilogram. Ketika usahanya berkembang, dia pun mulai membeli becak.

Eka di masa penjajahan Jepang menjajaki usaha menjual makanan dan minuman kepada tentara Jepang.

Dia mulai menjual terigu. Semula hanya Rp50 per karung lalu ia menaikkan menjadi Rp60 dan akhirnya Rp150. Dia juga menjual semen seharga Rp20 per karung kemudian menaikkannya menjadi Rp40.

Eka juga sempat menjadi kontraktor kuburan. Berhenti sebagai kontraktor kuburan, dia lantas berdagang kopra. Dia berlayar berhari-hari ke Selayar (Selatan Sulsel) dan ke sentra-sentra kopra lainnya untuk memperoleh kopra murah.

Namun, setelah mendapat laba besar, Eka malah nyaris mengalami kebangkrutan. Karena Jepang mengeluarkan peraturan bahwa jual-beli minyak kelapa dikuasai Mitsubishi yang memberi Rp1,80 per kaleng. Padahal di pasaran harga per kaleng Rp6.

Setelah mengalami rugi besar, Eka lalu berdagang teng-teng (makanan khas Makassar dari gula merah dan kacang tanah), wijen, kembang gula.

Namun, Eka kembali harus mengalami rugi besar dan berutang. Dia bahkan harus menjual mobil dan perhiasan keluarga untuk menutupi utang.

Kerajaan bisnis dimulai dari kelapa sawit

CEO Indonesia
(Image: Maxmanroe)

Bisnis Eka mulai bersinar ketika memutuskan membeli sebidang perkebunan kelapa sawit dengan luas lahan 10 ribu hektar yang berlokasi di Riau, pada tahun 1980.

Untuk menopang usaha perkebunan kelapa sawitnya Eka juga membeli mesin dan pabrik yang bisa memuat hingga 60 ribu ton kelapa sawit.

Eka lalu membeli perkebunan sekaligus pabrik teh dengan luas mencapai 1.000 hektar, pada tahun 1981. Dia juga menyiapkan pabrik dengan kapasitas 20 ribu ton teh.

Merambah bisnis bank dan kertas

Tak mau berpuas diri akan kesuksesannya, Eka lantas merambah bisnis bank. Dia kemudian membeli Bank Internasional Indonesia (BII) dengan aset mencapai Rp13 miliar. Melalui tangan dinginnya, BII kini memiliki asetnya mencapai Rp9,2 triliun.

Setelah Eka lantas merambah ke bisnis kertas. Dia membeli PT Indah Kiat yang bisa memproduksi hingga 700 ribu pulp per tahun dan bisa memproduksi kertas hingga 650 ribu per tahun.

Bisnis properti

Sukses merambah bidang perbankan dan kertas, Eka kemudian berbisnis properti dengan membangun ITC Mangga Dua, Green View apartemen yang berada di Roxy, Ambassador di Kuningan, dan sejumlah properti lainnya.

Jasa Finansial

Eka Tjipta Widjaja

Sinar Mas melalui PT Sinar Mas Multiartha Tbk (SMMA) menyediakan berbagai layanan keuangan seperti asuransi jiwa dan non-jiwa, sekuritas, perbankan dan layanan pasar modal. Pelanggannya bervariasi mulai dari pribadi hingga korporasi.

Komunikasi dan Teknologi

Melalui Smartfren Telecom Tbk, Sinar Mas juga merambah layanan telekomunikasi di dalam negeri dan tercatat sebagai operator telekomunikasi pertama di Indonesia yang menyediakan 4G LTE.

Teknologi 4G LTE generasi terbaru ini, EV-DO (Enhanced Voice – Date Optimized), memberikan pelanggan through-put terbaik dalam hal kualitas dan kuantitas suara dan transfer data.

Energi dan Infrastruktur

Pengusaha, Eka Tjipta Widjaja, di kantornya, Jakarta, 1991. [TEMPO/ Robin Ong; 07D/233/1991; 20040724]
Lewat PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSS), Sinar Mas melakukan kegiatan bisnis pembangkit listrik dan uap, penambangan dan perdagangan batu bara, perdagangan grosir, multimedia dan infrastruktur.

DSS memulai operasi komersialnya pada 1 Januari 1998 dengan mengoperasikan empat pembangkit listrik di pulau Jawa.

Jadi orang terkaya di Indonesia

Atas kiprah bisnisnya di berbagai bidang, Forbes merilis kekayaan Eka mencapai US$ 8,6 miliar atau setara Rp 120,4 triliun (kurs Rp 14 ribu) pada tahun 2018.

Kekayaan miliarder tertua di Indonesia ini menyusut US$ 500 juta. Kendati demikian, Eka masih menduduki peringkat ketiga orang terkaya di Indonesia.

Itulah fakta mengenai Eka Tjipta dan kerajaan bisnisnya yang beranak pinak hingga mengantarkannya jadi orang terkaya di Indonesia.