Pengertian Hibah Menurut Hukum Islam dan Hukum Negara

pengertian hibah adalah pemberian gratis

Pengertian hibah secara sederhana adalah hadiah. Namun secara bahasa berarti pemberian secara sukarela kepada orang lain. 

Sewajarnya, ini adalah sesuatu yang diberikan saat pemilik masih hidup dan bukan saat sudah meninggal. Oleh karena itu, prinsip hibah berbeda dengan warisan.

Selain itu, hadiah diasumsikan sebagai pemberian yang tanpa memandang hubungan pernikahan ataupun pertalian darah.

Pengertian hibah dalam beberapa sudut pandang

Indonesia sebagai negara muslim terbesar kerap mendasari norma tertentu dengan hukum Islam tertentu. Tidak heran jika terdapat beberapa bentuk kultur yang mirip yang terkesan islami.

Apa itu hibah menurut Islam?

Kata hibah berasal dari bahasa Arab  الهِبَةُ yang memiliki arti pemberian yang dilakukan seseorang kepada orang lain tanpa mengharapkan pamrih atau imbalan dalam bentuk apa pun.

Pemberian ini dilakukan saat seseorang masih hidup dan wujudnya dapat berupa harta secara fisik atau benda-benda lainnya yang tidak tergolong sebagai harta atau benda berharga.

Pada dasarnya, Islam memiliki pemahaman yang serupa dengan asumsi masyarakat umum selama ini, yaitu pengertian hibah adalah barang berharga yang dapat diberikan kepada orang lain yang mana bukan saudara kandung atau suami/istri. 

Pihak penerima tidak diwajibkan memberikan imbalan jasa atas hadiah yang diterima sehingga tidak ada ketetapan apa pun yang mengikat setelah harta atau barang berharga diserah terima.

Dalam pandangan Islam, hibah adalah perbuatan untuk mendekatkan diri kepada sesama umat sebagaimana telah disabdakan oleh Nabi Muhammad ﷺ, yaitu:

تَهَادُوْا تَحَابَوْا

Saling memberilah kalian, niscaya kalian saling mencintai [HR. Al-Bukhâri dalam al-Adâbul Mufrad no. 594].

Hukum negara terkait hibah

Jika dilihat dari sudut pandang hukum bernegara, arti hibah dapat dipermasalahkan jika wujud pemberiannya berupa uang dengan jumlah yang banyak atau barang yang sangat bernilai. 

Dalam hal itu, maka pengertian prosedur hibah dan pemberiannya harus disertai dengan bukti-bukti ketetapan hukum resmi secara perdata agar tidak digugat oleh pihak ketiga, termasuk oleh orang-orang yang termasuk ahli waris di kemudian hari.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) pasal 1666 dan pasal 1667 dijelaskan bahwa hibah atau pemberian kepada orang lain secara cuma-cuma tidak dapat ditarik kembali, baik berupa harta bergerak maupun harta tidak bergerak saat pemberi masih hidup.

Berikut ini pasal-pasal di dalam KUH Perdata terkait penjelasan mengenai ketentuan penerapan hibah di Indonesia.

Bab XBagian 1 : Ketentuan-Ketentuan Umum
Pasal 1666Penghibahan adalah suatu persetujuan dengan mana seorang penghibah menyerahkan suatu barang secara cuma-cuma, tanpa dapat menariknya kembali, untuk kepentingan seseorang yang menerima penyerahan barang itu. Undang-undang hanya mengakui penghibahan-penghibahan antara orang-orang yang masih hidup.
Pasal 1667Penghibahan hanya boleh dilakukan terhadap barang-barang yang sudah ada pada saat penghibahan itu terjadi. Jika hibah itu mencakup barang-barang yang belum ada, maka penghibahan batal sekedar mengenai barang-barang yang belum ada.
Pasal 1668Penghibah tidak boleh menjanjikan bahwa ia tetap berkuasa untuk menggunakan hak miliknya atas barang yang dihibahkan itu, penghibahan demikian sekedar mengenai barang itu dipandang sebagai tidak sah.
Pasal 1669Penghibah boleh memperjanjikan bahwa ia tetap berhak menikmati atau memungut hasil barang bergerak atau barang tak bergerak, yang dihibahkan atau menggunakan hak itu untuk keperluan orang lain, dalam hal demikian harus diperhatikan ketentuan-ketentuan Bab X Buku Kedua Kitab Undang-undang ini.
Pasal 1670Suatu penghibahan adalah batal jika dilakukan dengan membuat syarat bahwa penerima hibah akan melunasi utang atau beban-beban lain di samping apa yang dinyatakan dalam akta hibah itu sendiri atau dalam daftar dilampirkan.
Pasal 1671Penghibah boleh memperjanjikan bahwa ia akan tetap menguasai penggunaan sejumlah uang yang ada di antara barang yang dihibahkan.

Jika ia meninggal dunia sebelum menggunakan uang itu, maka barang dan uang itu tetap menjadi milik penerima hibah.

Pasal 1672Penghibah boleh memberi syarat, bahwa barang yang dihibahkannya itu akan kembali kepadanya bila orang yang diberi hibah atau ahli warisnya meninggal dunia lebih dahulu dari penghibah, tetapi syarat demikian hanya boleh diadakan untuk kepentingan penghibah sendiri.
Pasal 1673Akibat dari hak mendapatkan kembali barang-barang yang dihibahkan ialah bahwa pemindahan barang-barang itu ke tangan orang lain, sekiranya telah terjadi, harus dibatalkan, dan pengembalian barang-barang itu kepada penghibah harus bebas dari semua beban dan hipotek yang mungkin diletakkan pada barang itu sewaktu ada di tangan orang yang diberi hibah.
Pasal 1674Penghibah tidak wajib menjamin orang bebas dari gugatan pengadilan bila kemudian barang yang dihibahkan itu menjadi milik orang lain berdasarkan keputusan Pengadilan.
Pasal 1675Ketentuan-ketentuan Pasal 879, 880, 881 884, 894, dan akhirnya juga Bagian 7 dan 8 dan Bab XIII Buku Kedua Kitab Undang-undang Hukum Perdata ini, berlaku pula terhadap hibah.
Bab XBagian 2 : Kemampuan Untuk Memberikan dan Menerima Hibah
Pasal 1676Semua orang boleh memberikan dan menerima hibah kecuali mereka yang oleh undang-undang dinyatakan tidak mampu untuk itu.
Pasal 1677Anak-anak di bawah umur tidak boleh menghibahkan sesuatu kecuali dalam hal yang ditetapkan pada Bab VII Buku Pertama Kitab Undang-undang Hukum Perdata ini.
Pasal 1678Penghibahan antara suami istri selama perkawinan mereka masih berlangsung, dilarang.

Tetapi ketentuan ini tidak berlaku terhadap hadiah atau pemberian berupa barang bergerak yang berwujud, yang harganya tidak mahal kalau dibandingkan dengan besarnya kekayaan penghibah.

Pasal 1679Supaya dapat dikatakan sah untuk menikmati barang yang dihibahkan, orang yang diberi hibah harus ada di dunia atau dengan memperhatikan aturan dalam Pasal 2 yaitu sudah ada dalam kandungan ibunya pada saat penghibahan dilakukan.
Pasal 1680Hibah-hibah kepada lembaga umum atau lembaga keagamaan tidak berakibat hukum, kecuali jika Presiden atau pembesar yang ditunjuknya telah memberikan kuasa kepada para pengurus lembaga-lembaga tersebut untuk menerimanya.
Pasal 1681Ketentuan-ketentuan ayat (2) dan terakhir pada Pasal 904, begitu pula Pasal 906, 907, 908, 909, dan 911, berlaku terhadap penghibahan.
Bab XBagian 3 : Cara Menghibahkan Sesuatu
Pasal 1682Tiada suatu penghibahan pun kecuali termaksud dalam Pasal 1687 dapat dilakukan tanpa akta notaris, yang minut (naskah aslinya) harus disimpan pada notaris dan bila tidak dilakukan demikian maka penghibahan itu tidak sah.
Pasal 1683Tiada suatu penghibahan pun mengikat penghibah atau mengakibatkan sesuatu sebelum penghibahan diterima dengan kata-kata tegas oleh orang yang diberi hibah atau oleh wakilnya yang telah diberi kuasa olehnya untuk menerima hibah yang telah atau akan dihibahkannya itu.

Jika penerimaan itu tidak dilakukan dengan akta hibah itu maka penerimaan itu dapat dilakukan dengan suatu akta otentik kemudian, yang naskah aslinya harus disimpan oleh Notaris asal saja hal itu terjadi waktu penghibah masih hidup; dalam hal demikian maka bagi penghibah, hibah tersebut hanya sah sejak penerimaan hibah itu diberitahukan dengan resmi kepadanya.

Pasal 1684Hibah yang diberikan kepada seorang wanita yang masih bersuami tidak dapat diterima selain menurut ketentuan-ketentuan Bab V Buku Pertama Kitab Undang-undang Hukum Perdata ini.
Pasal 1685Hibah kepada anak-anak di bawah umur yang masih berada di bawah kekuasaan orangtua, harus diterima oleh orang yang menjalankan kekuasaan orangtua itu.

Hibah kepada anak-anak di bawah umur yang masih di bawah perwalian atau kepada orang yang ada di bawah pengampuan, harus diterima oleh wali atau pengampunya yang telah diberi kuasa oleh Pengadilan Negeri.

Jika pengadilan itu memberi kuasa termaksud maka hibah itu tetap sah. meskipun penghibah telah meninggal dunia sebelum terjadi pemberian kuasa itu.

Pasal 1686Hak milik atas barang-barang yang dihibahkan meskipun diterima dengan sah, tidak beralih pada orang yang diberi hibah, sebelum diserahkan dengan cara penyerahan menurut Pasal 612, 613, 616, dan seterusnya.
Pasal 1687Hadiah dari tangan ke tangan berupa barang bergerak yang berwujud atau surat piutang yang akan dibayar atas tunduk, tidak memerlukan akta notaris dan adalah sah bila hadiah demikian diserahkan begitu saja kepada orang yang diberi hibah sendiri atau kepada orang lain yang menerima hibah itu untuk diteruskan kepada yang diberi hibah.
Bab XBagian 4 : Pencabutan dan Pembatalan Hibah
Pasal 1688Suatu penghibahan tidak dapat dicabut dan karena itu tidak dapat pula dibatalkan, kecuali dalam hal-hal berikut.

– Jika syarat-syarat penghibahan itu tidak dipenuhi oleh penerima hibah;

– Jika orang yang diberi hibah bersalah dengan melakukan atau ikut melakukan suatu usaha pembunuhan atau suatu kejahatan lain atas diri penghibah;

– Jika penghibah jatuh miskin sedang yang diberi hibah menolak untuk memberi nafkah kepadanya.

Pasal 1689Dalam hal yang pertama. barang yang dihibahkan tetap tinggal pada penghibah, atau ia boleh meminta kembali barang itu, bebas dari semua beban dan hipotek yang mungkin diletakkan atas barang itu oleh penerima hibah serta hasil dan buah yang telah dinikmati oleh penerima hibah sejak ia alpa dalam memenuhi syarat-syarat penghibahan itu.

Dalam hal demikian penghibah boleh menjalankan hak-haknya terhadap pihak ketiga yang memegang barang tak bergerak yang telah dihibahkan sebagaimana terhadap penerima hibah sendiri.

Pasal 1690Dalam kedua hal terakhir yang disebut dalam Pasal 1688, barang yang telah dihibahkan tidak boleh diganggu gugat jika barang itu hendak atau telah dipindahtangankan, dihipotekkan atau dibebani dengan hak kebendaan lain oleh penerima hibah, kecuali kalau gugatan untuk membatalkan penghibahan itu susah diajukan kepada dan didaftarkan di Pengadilan dan dimasukkan dalam pengumuman tersebut dalam Pasal 616.

Semua pemindahtanganan, penghipotekan atau pembebanan lain yang dilakukan oleh penerima hibah sesudah pendaftaran tersebut adalah batal, bila gugatan itu kemudian dimenangkan.

Pasal 1691Dalam hal tersebut pada Pasal 1690, penerima hibah wajib mengembalikan apa yang dihibahkan itu bersama dengan buah dan hasilnya terhitung sejak hari gugatan diajukan kepada Pengadilan, sekiranya barang itu telah dipindahtangankan maka wajiblah dikembalikan harganya pada saat gugatan diajukan bersama buah dan hasil sejak saat itu.

Selain itu ia wajib membayar ganti rugi kepada penghibah atas hipotek dan beban lain yang telah diletakkan olehnya di atas barang tak bergerak yang dihibahkan itu termasuk yang diletakkan sebelum gugatan diajukan.

Pasal 1692Gugatan yang disebut dalam Pasal 1691 gugur setelah lewat satu tahun, terhitung dari hari peristiwa yang menjadi alasan gugatan itu terjadi dan dapat diketahui oleh penghibah.

Gugatan itu tidak dapat diajukan oleh penghibah terhadap ahli waris orang yang diberi hibah itu; demikian juga ahli waris penghibah tidak dapat mengajukan gugatan terhadap orang yang mendapat hibah kecuali jika gugatan itu telah mulai diajukan oleh penghibah atau penghibah ini meninggal dunia dalam tenggang waktu satu tahun sejak terjadinya peristiwa yang dituduhkan itu.

Rukun hibah berdasarkan hukum Islam

Pada sisi pemahaman Islam, dikenal dengan istilah rukun atau syarat hibah, yang mana ketentuannya sebagai berikut.

  1. Kehadiran pihak pemberi.
  2. Kehadiran pihak penerima.
  3. Barang bersangkutan terlihat dengan jelas, yaitu dapat berupa barang bergerak maupun barang tidak bergerak.
  4. Serah terima barang disertai akad antara pemberi dan penerima secara nyata dan ikhlas. 

Ketentuan hibah di mata hukum negara

Sebagaimana negara memiliki aturan dalam pengertian dan pemberian hibah, berikut adalah ketentuan yang harus dipenuhi perihal pemberlakuannya menurut hukum negara.

  1. Harta berupa tanah dan bangunan harus disertai dengan akta dari pejabat pembuat akta tanah (PPAT), yaitu berupa akta hibah.
  2. Harta tanah tidak dikenai PPh jika diberikan dari orang tua kepada anak kandung.
  3. Harta tanah dikenai PPh sebesar 2,5% dari harga tanah berdasarkan nilai pasar (jika dilakukan sesama saudara kandung).
  4. Harta berupa harta atau barang bergerak harus dilakukan dengan akta notaris.
  5. Harta adalah objek yang diberikan saat pemberi masih hidup.
  6. Harta yang diberikan saat pemberi sudah meninggal dunia disebut wasiat. Wasiat dapat dibuktikan dengan surat yang diakui secara perdata.
  7. Harta harus diberikan pada penerima yang sudah ada atau sudah lahir, tidak bisa diberikan kepada penerima yang belum lahir.
  8. Pemberian harta bersifat final dan tidak bisa ditarik kembali.

Pajak atas harta hibah

Lebih jauh lagi, negara juga memberlakukan pembebanan pajak atas orang atau badan yang memberikan atau menerima, yaitu:

  1. Orang pribadi yang menerima harta bersangkutan dari saudara kandung.
  2. Orang pribadi yang memiliki kekayaan lebih dari Rp500 juta.
  3. Orang pribadi yang memiliki hasil penjualan lebih dari Rp2,5 miliar per tahun.
  4. Badan keagamaan yang bertujuan mencari keuntungan.
  5. Badan pendidikan yang mencari keuntungan.

Bedakan antara pengertian hibah dan wasiat

Masih terdapat salah kaprah antara pengertian hibah dan wasiat. Untuk itu kamu harus bisa membedakannya dengan wasiat.

Pada dasarnya, hibah diberikan ketika pemberi masih hidup, sedangkan wasiat diberikan pada saat pemberi sudah meninggal dunia dalam bentuk harta warisan.

Seperti halnya ketentuan dalam wasiat, jumlah hibah yang baik adalah tidak melebihi sepertiga dari total harta yang dimiliki.

Hal tersebut dimaksudkan agar ahli waris tetap mendapatkan haknya dan bisa hidup layak sesuai dengan standarnya sebelum pewaris meninggal dunia.

Itulah hal-hal seputar pengertian hibah dari sisi pemahaman hukum perdata dan Islam.

Baik di keduanya, tidak ada larangan seseorang memberikan suatu barang berharga kepada orang lain asalkan didasari atas kesukarelaan atau keikhlasan. 

Jaminan kesehatan finansial untuk keluarga dengan asuransi syariah

Mari berikan kepastian finansial untuk keluarga kita di rumah bahwa urusan anggaran di masa depan sudah terjamin dengan adanya proteksi asuransi syariah.

Ada dua pilihan asuransi syariah yang dibedakan atas jenis manfaat pertanggungannya, yaitu asuransi jiwa syariah dan asuransi kesehatan syariah.

Dengan menjadi nasabah asuransi jiwa syariah, maka keluarga di rumah tidak perlu khawatir apabila ada musibah yang membuat kita tidak bisa bekerja lagi seperti sedia kala sehingga tidak ada pemasukan rutin lagi.

Dalam hal ini, asuransi jiwa syariah memberikan santunan tunai kepada keluarga tertanggung. Sesuai namanya, maka wujud dari santunan ini adalah uang tunai yang bisa digunakan sesuai kebutuhan.

Misalnya, uang tunai ini bisa digunakan untuk melunasi utang atau bahkan digunakan sebagai modal usaha rumahan untuk mendapatkan pemasukan baru.

Pilihan perlindungan yang kedua adalah asuransi kesehatan syariah yang akan menjamin pertanggungan atas biaya berobat di rumah sakit.

Kalau sudah punya asuransi kesehatan syariah, kamu tidak perlu cemas lagi soal biaya rawat inap dan rawat jalan di rumah sakit karena semua ditanggung oleh asuransi.

Itulah seputar pengertian hibah secara umum dan penerapannya yang berbeda dengan warisan. Semoga bermanfaat!

FAQ seputar pengertian hibah

Hibah adalah barang atau objek yang diberikan kepada orang atau pihak siapa pun, terlepas ada hubungan kekerabatan atau tidak. Sifat dari pemberian hibah adalah sukarela sehingga bisa diberikan tanpa ketentuan waktu tertentu atau kewajiban apa pun.

Meski begitu, pemberian hibah yang ideal tidak melebihi sepertiga dari harta yang dimiliki dengan tujuan bisa tetap memenuhi hak-hak keluarga kandung sebagai ahli waris pada nantinya.

Syarat hibah yang benar harus memenuhi beberapa poin berikut.

  • Pihak pemberi hadir di tempat, jadi tidak diwakili.
  • Sama halnya dengan penerima yang harus hadir secara langsung.
  • Wujud barang yang akan dihibahkan ada di tempat dan bisa disaksikan secara jelas oleh pihak-pihak terkait.
  • Pemberi dan penerima hibah wajib memiliki niat yang tulus dan ikhlas.
Negara mengenakan pajak atas hibah atas alasan khusus, yaitu jika terkait dengan kondisi-kondisi berikut.

  1. Pihak penerima hibah adalah saudara kandung.
  2. Pemberi hibah memiliki harta melebihi Rp500 juta.
  3. Pemberi hibah yang memiliki profit dari hasil usaha melebihi Rp2,5 miliar per tahun.
  4. Lembaga keagamaan bukan yayasan atau bertujuan mencari keuntungan. Termasuk lembaga pendidikan yang mencari keuntungan.