Ketentuan PPh atas Penghasilan Pekerja dan Badan Usaha
Pajak Penghasilan atau PPh adalah pajak yang berhubungan dengan ketentuan besaran pendapatan atas pekerjaan dan jasa yang wajib dipotong dan disetorkan oleh pemberi kerja.
Menariknya, Indonesia memiliki cukup banyak jenis-jenis pajak penghasilan, diantaranya Pasal 21, 23, dan 25 yang juga paling banyak dipertanyakan orang karena berkaitan dengan penerimaan gaji serta penghasilan usaha. Bagi Anda yang masih kesulitan dalam membedakan apa itu pajak penghasilan menurut ketiga pasalnya tersebut, simak penjelasan singkat di bawah ini.
Jenis-Jenis Pajak Berdasarkan Pasalnya
PPh atau pajak penghasilan terbagi atas Pasal 21, 23, dan 25 memiliki ketetapan dan fungsi yang berbeda-beda. Ada yang ditujukan atas pemilik usaha/pemberi kerja, pekerja, atau bahkan peminjam modal.
Untuk memudahkan Anda dalam membedakannya, berikut penjelasan singkatnya.
1. PPh Pasal 21
Sebagai pekerja, mungkin Anda sudah sering mendengar PPh 21. Berdasarkan Perdirjen PER-32/PJ/2015 Pasal 3, Pajak Penghasilan Pasal 21 merupakan pajak yang ditujukan untuk pegawai atau penerima penghasilan. Jadi perlu diingat bahwa pajak ini tidak hanya ditujukan bagi Anda yang masih aktif bekerja, tapi juga penerima pensiun dan pesangon.
Berdasarkan UU PPh Pasal 17 tarif pemotongan pajak yang digunakan seperti:
Kisaran Penghasilan Tahunan | Tarif Pemotongan PPh |
≤ Rp50 juta | 5% |
≥ Rp50 juta s.d. Rp250 juta | 15% |
≥ Rp250 juta s.d. Rp500 juta | 25% |
≥ Rp500 juta | 30% |
Dalam hal ini, jika Anda memiliki penghasilan di bawah Rp50 juta setahun, maka tidak perlu membayar pajak penghasilan, namun Anda tergolong sebagai subjek pajak. Sebaliknya, jika total penghasilan setahun di atas Rp50 juta, maka Anda termasuk wajib pajak sesuai proporsi yang telah ditentukan UU Perpajakan.
Contoh penghitungan PPh 21
Berikut ini contoh cara penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dibayarkan Nurul yang memiliki gaji Rp5 juta sebulan. Perusahaan tempat Nurul bekerja membayarkan:
Sementara Nurul sendiri membayarkan:
Dari contoh kasus tersebut, perhitungan PPh Pasal 21 yang dibayarkan Nurul sebagai berikut.
Penghasilan Bruto | |
Gaji | Rp 5.000.000 |
Lembur | Rp 2.000.000 |
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja | Rp 50.000 |
Premi Jaminan Kematian | Rp 15.000 |
Total Dijumlahkan | Rp 7.065.000 |
Pengurangan atas Penghasilan Bruto | |
Biaya Jabatan (5% x Rp 7,065,000) | Rp 353.250 |
Iuran Dana Pensiun | Rp 50.000 |
Iuran Jaminan Hari Tua (JHT) | Rp 100.000 |
Total Dijumlahkan | Rp 503.250 |
*Iuran jabatan adalah persentase pemotongan pajak atas karyawan tetap.
Untuk mendapatkan jumlah penghasilan neto sebulan adalah dengan mengurangi jumlah penghasilan bruto dengan total pengurangan atas penghasilan bruto, yaitu:
Penghasilan Neto Sebulan | |
Penghasilan Bruto – Pengurangan | Rp 7,065,000 – Rp 503.250 |
Total | Rp 6.561.750 |
Untuk mengetahui apakah penghasilan Nurul wajib dikenai pajak atau tidak, perlu dilakukan penjumlahan selama 12 bulan dikurangi jumlah ketentuan Penghasilan Tidak Kena Pajak atau PTKP setahun yang mana besarannya sesuai ketentuan perpajakan adalah Rp54 juta.
Dalam hal ini, jumlah gaji neto setahun akan dikurangi PTKP untuk mendapatkan Pendapatan Kena Pajak atau PKP. Hasil PKP inilah yang akan dikenai pajak PPh Pasal 21. Berikut adalah penghitungannya.
Penghasilan Kena Pajak (PKP) Setahun | |
Penghasilan Neto x 12 bulan | Rp 78.741.000 |
PTKP Setahun | Rp 54.000.000 |
Jumlah PKP (Penghasilan Setahun – PTKP) | Rp 24.741.000 |
*PTKP adalah pengurangan wajib pajak atas penghasilan neto.
Untuk mengetahui nominal PPh Pasal 21 yang wajib dibayarkan, Anda perlu mengalikan jumlah ketentuan tarif pemotongan panjak penghasilan dengan total penghasilan kena pajak setahun. Sebagaimana penghasilan neto setahun diketahui berada di kisaran seperti berikut.
Potongan PPh Pasal 21 | |
PPh Pasal 21 Terutang (5% x Rp 24.741.000) | Rp 1.237.050 |
Total PPh Pasal 21/Bulan (Rp 24,741,000/12) | Rp 103.087 |
Maka dari itu, PPh Pasal 21 yang dibayarkan Nurul setiap bulan adalah Rp103.087.
2. PPh Pasal 23
PPh Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan usaha yang berasal dari modal, penyerahan jasa, dan penghargaan. Umumnya, PPh Pasal 23 diberlakukan atas adanya transaksi jual beli. Penjual akan dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 23, sementara pembeli akan memotong dan melaporkannya ke kantor pajak.
Berbeda dengan jenis-jenis pajak sebelumnya, terdapat dua jenis tarif pajak dalam Pajak Penghasilan Pasal 23, yaitu 2% dan 15%.
Menurut UU PPh Pasal 23/26, tarif pajak 2% dikenakan atas sewa dan penghasilan lain yang berkaitan dengan penggunaan harta. Cara menghitungnya, misalnya jika pemilik usaha A menerima jasa penulisan naskah dengan jumlah penghasilan bruto Rp10 juta:
Perhitungan PPh 23 (Tarif Pajak 2%) | |
Rumus PPh 23 | 2% x Rp10 juta |
Total | Rp200 ribu |
Sementara tarif wajib pajak sebesar 15% dikenakan atas dividen, bunga, royalti, penghargaan, dan sejenisnya. Jadi, misalnya jika pemilik usaha A menerima royalti sebesar Rp5 juta maka penghitungannya sebagai berikut.
Perhitungan PPh 23 (Tarif Pajak 15%) | |
Rumus PPh 23 | 15% x Rp5 juta |
Total | Rp750 ribu |
3. PPh Pasal 25
PPh Pasal 25 ditujukan atas pemilik usaha. Berbeda dengan jenis PPh Pasal 21, Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah pajak yang dibayar secara angsuran. Tujuannya adalah meringankan beban wajib pajak yang harus dilunasi dalam waktu satu tahun.
Namun, pajak ini harus dibayarkan langsung oleh sang pemilik usaha dan tidak bisa diwakilkan. Untuk tarif pemotongan pajaknya pun sama dengan Pajak Penghasilan Pasal 21.
Cara Membayarkan PPh
Selain memahami penerapan PPh Pasal 21, Pasal 25, dan Pasal 23, Anda juga perlu tahu cara membayarkan Pajak Penghasilan. Ada dua cara yang bisa Anda lakukan.
1. Online banking
Anda perlu melakukan pembuatan kode billing dengan menghubungi teller di bank tertentu yang menawarkan fitur pembayaran pajak, seperti BNI, Mandiri, BCA, BNI, dan Citibank. Selanjutnya, Anda dapat melakukan pembayaran melalui fitur pajak online yang disediakan oleh beberapa bank tersebut.
Setelah melakukan pembayaran secara online, Anda akan menerima nomor referensi sebagai tanda bukti bahwa pembayaran pajak telah dilunasi. Kirim bukti transfer tersebut kepada bank yang bersangkutan.
2. DJP Online
Selain menggunakan fasilitas online banking, Anda juga bisa memanfaatkan fitur aplikasi OnlinePajak.
Pertama, Anda perlu membuat kode billing melalui situs DJP Online. Setelah berhasil mendapatkan kode billing, Anda hanya perlu mengikuti langkah-langkah yang diarahkan di situs DJP Online dan membayar pajak Anda dengan mudah. Menariknya, aplikasi ini juga dapat membantu Anda menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak secara online.
Membedakan fungsi dan aturan tiap jenis-jenis PPh memang tidaklah mudah. Akan tetapi, jika dianalisis secara sederhana, ternyata tidak sesulit itu, bukan? Dengan begitu, Anda bisa taat membayar pajak sesuai dengan aturan pemerintah.