Memahami Makna Royalti dan Hak Cipta atas Suatu Produk

Hedon

Pembahasan mengenai royalti menjadi semakin menarik saat ini. Di sela obrolan santai pun, kita tidak jarang mengutip istilah ini. 

Contoh sederhana, saat ada salah satu kawan yang meminjam kamera ponsel kita untuk berswafoto. Spontan kita mengucap, “Eh! Aku dapat royalti, lho ya!”

Pemahaman kita terhadap royalti secara umum masih sebatas imbalan yang didapat dari penggunaan jasa atau produk atas nama kita. Lantas sebetulnya, apa dan bagaimana sistem royalti ini berlaku di Indonesia? Mari kita simak.

Memahami Definisi Royalti

Definisi royalti

Memahami istilah royalti lebih baik diselami dari definisinya secara harfiah. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) membagi definisi royalti ke dalam tiga penjelasan.

  1. Uang jasa yang dibayar oleh penerbit kepada pengarang untuk setiap buku yang diterbitkan.
  2. Bagian produksi atau penghasilan yang dibayarkan kepada orang yang memiliki hak karena telah memberi izin pengusahaan (eksplorasi) minyak dan sebagainya. 
  3. Pembayaran uang jasa dari pihak tertentu karena memproduksi barang atas seizin orang atau perusahaan yang memiliki hak paten atas barang tersebut.

Itu tadi penjelasan arti dari royalti menurut KBBI. Namun tidak berhenti di situ, makna royalti turut dijelaskan dalam sejumlah aturan perundang-undangan yang diterbitkan pemerintah. Tentu saja definisi royalti di sini mengikat secara hukum dan digunakan dalam berbagai bidang usaha.

Menurut Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 67 tahun 2016 tentang Deklarasi Inisiatif atas Nilai Pabean untuk Penghitungan Bea Masuk, royalti adalah biaya yang harus dibayar oleh pembeli secara langsung atau tidak langsung sebagai persyaratan jual beli barang impor yang mengandung Hak Kekayaan Intelektual (HKI).

Kemudian menurut Undang-Undang nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta, istilah royalti diartikan sebagai imbalan atas pemanfaatan hak ekonomi suatu ciptaan produk hak terkait yang diterima oleh pencipta atau pemilik hak terkait.

Selanjutnya dalam Undang-Undang nomor 14 tahun 2016 tentang Paten, dijelaskan juga royalti sebagai imbalan yang diberikan atas penggunaan hak paten.

Dalam makalah yang disampaikan Dwi Anita dari Asosiasi Konsultasi HKI Indonesia, disimpulkan bahwa definisi royalti yang mewakili semua aspek sebagai:

Nilai tertentu yang dibayarkan kepada pemilik hak kekayaan intelektual atas kenikmatan ekonomi dari suatu hak kekayaan intelektual, yang mana besarannya disepakati oleh para pihak dalam kurun waktu tertentu.

Hukum yang Mengatur Pembayaran Royalti

Pada prinsipnya, ada banyak peraturan perundang-undangan yang mengatur atau menyinggung soal royalti. Agar lebih rinci, berikut sejumlah beleid (kebijakan) yang mengatur hal ini, termasuk di dalamnya tentang Hak Kekayaan Intelektual (HKI).

  • UU nomor 28 tahun 2014 tentang hak Cipta.
  • UU nomor 31 tahun 2000 tentang Desain Industri (Berkaitan dengan produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan).
  • UU nomor 29 tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
  • UU nomor 15 tahun 2001 tentang Merek (Berkaitan dengan hak eksklusif yang diberikan negara kepada pemilik merek terdaftar).
  • UU nomor 14 tahun 2016 tentang Paten (Berkaitan dengan hak eksklusif yang diberikan negara kepada penemu di bidang teknologi).
  • UU nomor 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang (Berkaitan dengan informasi yang tidak diketahui umum di bidang teknologi atau bisnis yang memiliki nilai ekonomi).
  • UU nomor 29 tahun 2000 tentang Varietas Tanaman.
  • Perjanjian yang Mendasari Penerapan Royalti

    Ingat kisah maestro campursari Didi Kempot yang sempat mengeluhkan minimnya musisi yang minta izin kepadanya perihal penggunaan lagu-lagu ciptaannya? Atau Tere Liye yang pernah heboh karena mengeluhkan besarnya pajak royalti? 

    Nah, apa yang menimpa Didi Kempot dan Tere Liye itu erat kaitannya dengan penerapan sebuah perjanjian royalti. Kedua tokoh itu tentu memiliki perjanjian royalti dengan pihak manajemen, label, penerbit buku, atau pihak-pihak lain di balik pemasaran karya mereka. 

    Perlu diketahui bahwa perjanjian royalti memberi arti penting dalam karier seorang musisi, penulis buku, seniman, ilmuwan, atau profesi lain yang memiliki keterikatan dengan Hak Kekayaan Intelektual (HKI).

    Jika kita adalah pemilik sebuah hak paten atas suatu produk barang atau berniat memanfaatkan suatu barang yang telah dilindungi hak paten, ada beberapa poin yang harus menjadi perhatian saat menyepakati sebuah perjanjian royalti, yaitu:

    1. Besaran royalti.
    2. Masa berlaku perjanjian.
    3. Mekanisme penyelesaian sengketa. 

    Poin ketiga penting untuk memastikan tidak akan terjadi hal yang merugikan kita di waktu yang akan datang. Soal besaran royalti, tentu masing-masing label musik atau penerbit memiliki kebijakan yang berbeda-beda. Terpenting lagi, sebelum menyepakati suatu perjanjian royalti, pastikan seluruh poin dalam surat perjanjian dibaca dan dipahami sepenuhnya.

    Secara umum, hal-hal yang dibahas saat menyusun perjanjian royalti sebagai berikut.

    1. Hak kekayaan intelektual yang sudah terlindungi.
    2. Jangka waktu lisensi.
    3. Besaran royalti, apakah diberikan secara lump sum, berdasarkan omzet per tahun, atau berdasarkan jumlah pendapatan bersih.
    4. Beban pajak yang ditanggung oleh pemegang hak cipta.
    5. Tanggung jawab hukum dari seluruh pihak, baik penerima royalti atau pihak manajemen.

    Keterkaitan Royalti dengan Hak Cipta

    Keterkaitan royalti

    Pembagian dan pemberian royalti dilakukan kepada pihak yang memegang hak cipta. Lalu, apa maksudnya hak cipta ini, ya

    Hak cipta adalah hak eksklusif milik pencipta sebuah karya yang muncul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemiliknya bisa perorangan atau perusahaan (organisasi).

    Kemudian, bagaimana dengan arti ciptaan? Tentu saja ciptaan mencakup seluruh hasil karya cipta, baik di bidang pengetahuan, sastra, dan seni, yang mana terlahir dari inspirasi, pemikiran, imajinasi, kemampuan mengolah, kecekatan, dan keterampilan yang diekspresikan dalam bentuk nyata atau karya berbentuk produk.

    Selanjutnya, hak cipta yang berupa hak eksklusif ini terbagi dua, yaitu hak moral dan hak ekonomi. Hak moral adalah hak yang melekat secara pribadi pada diri pencipta. Sedangkan hak ekonomi adalah hak eksklusif yang melekat pada pencipta atau pemegang hak cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaannya tersebut.Sebagai kelanjutan dari hak cipta ini, masih ada yang namanya hak terkait. Hak terkait adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan hak cipta yang merupakan hak eksklusif baik pelaku pertunjukan, produser fonogram, atau lembaga penyiaran. Nah, istilah hak terkait ini melibatkan pelaku pertunjukan yang menampilkan suatu ciptaan atau suatu karya.