Inilah 6 Tanda Kalau Perusahaan Startup Tak Lagi Bisa Disebut sebagai Startup

startup

Selama satu dekade belakangan, perusahaan startup banyak bermunculan di Indonesia. Mereka hadir di industri Tanah Air dengan ide dan inovasi yang kreatif, sangat berbeda dengan industri-industri yang sudah ada.

Contohnya, saja ada startup di bidang pemesanan transportasi online, marketplace fesyen online, sampai layanan kesehatan secara online. Kehadiran mereka gak cuma menghadirkan warna baru di dunia bisnis, tetapi juga turut berkontribusi merubah pola konsumsi masyarakat, dari yang konvensional ke online.

Startup itu sendiri biasa digambarkan dengan perusahaan baru yang masih merintis dari segi produk sampai finansial. Meski skala perusahaannya kecil, tapi mereka memiliki produk-produk yang unik.

Sementara dari segi finansial, perusahaan rintisan umumnya masih mengandalkan pendanaan dari para investor bahkan tabungan pendirinya sendiri. Fokus mereka justru lebih ke pengembangan produk, soal profit itu urusan belakangan. Ibarat kata, bisnis startup itu seperti investasi untuk masa depan.

Soal karakteristiknya, perusahaan rintisan Indonesia sering dikaitkan dengan perusahaan baru yang mengadapatasikan teknologi di dalam proses bisnis mereka. Konsumen diajak untuk menikmati produk mereka namun dengan bantuan teknologi seperti ponsel pintar dan internet.

Mereka mampu merubah hal-hal yang dulunya cuma bisa dilakukan secara konvensional, menjadi lebih praktis dengan teknologi. Misalnya, dulu pesan ojek mesti jalan ke pangkalan, kini kamu tinggal klik-klik dari ponsel, abang ojek siap datang ke tempatmu. Dengan kecanggihan teknolgi seperti sekarang ini sangat memudahkan sekali bagi konsumen.

Namun sayangnya, sekarang sulit memberikan batasan mana startup dan mana perusahaan biasa. Pasalnya, banyak startup-startup yang sudah berkembang pesat bahkan ekspansi ke berbagai negara.

Sebenarnya, ada cara untuk mengetahui bagaimana perusahaan startup tidak bisa lagi disebut startup. Berikut ini enam tanda-tandanya.

1. Merdeka finansial! bisa mengatasi masalah keuangan tanpa mengharapkan pendanaan

Begini nih serunya suasana kerjanya
Begini nih serunya suasana kerjanya, (Ilustrasi/Shutterstock).

Seperti yang telah dijelaskan di awal, perusahaan startup biasanya masih mengharapkan pendanaan dari investor untuk pegembangan bisnis dan pembiayaan operasional.

Tahapan pendanaan pun terdiri dari Seed Funding sekitar US$ 50-600 ribu, Seri A US$ 600 ribu-3 juta, Seri B US$ 5-20 juta, Seri C US$ 25-100 juta, sampai yang paling besar IPO atau masuk ke bursa saham.

Nah gelar startup sejatinya sudah hilang jika perusahaan tersebut sudah memiliki profit yang fantastis, dan mampu membiayai operasionalnya sendiri dari profitnya tersebut.

2. Punya karyawan lebih dari 30 orang

Serunya kalau kerja di perusahaan rintisan
Begini nih kalau di perusahaan rintisan, bakal banyak dinamika dalam bekerja, (Ilustrasi/Shutterstock).

Jumlah karyawan di startup umumnya sangat kecil, bahkan bisa cuma dihitung dengan jari. Meskipun gak ada patokan pastinya, tapi beberapa startup bisa dikatakan sukses kalau mereka mampu menggaji lebih dari 30 orang.

Contohnya seperti Instagram, saat itu mereka hanya memiliki 13 orang karyawan untuk operasionalnya. Tapi sejak diakuisisi oleh Facebook di tahun 2012, jumlah karyawan mereka langsung melesat hingga puluhan orang.

3. Bisa membayar karyawan dengan sangat baik

Suasana meeting yang santai dan gak kaku
Bakal banyak anak muda nih kalau kamu kerja di perusahaan rintisan, (Ilustrasi/Shutterstock).

Selain bisa membiayai operasional, startup yang bisa membayar karyawannya dengan sangat baik patut untuk naik level ke perusahaan besar. Gak cuma gaji bulanan, tetapi juga uang kompensasi, insentif, sampai bonus tahunan.

Pasalnya, banyak startup yang masih terseok-seok soal pembayaran gaji karyawannya. Gak jarang mereka sering telat untuk menggaji karyawannya karena keuangan dialihkan sepenuhnya untuk pengembangan bisnis.

4. Visi dan misi perusahaan sudah solid

Perusahaan rintisan biasanya udah memiliki visi misi yang solid
Biasanya perusahaan rintisan memiliki visi misi yang solid, (Ilustrasi/Shutterstock).

Perubahan dalam tujuan bisnis dan bentuk usaha di dalam dunia startup adalah hal yang biasa. Hal ini terjadi karena mereka harus beradaptasi dengan kondisi keuangan, dan tren yang berlaku di masyarakat.

Misalnya saja, tujuan bisnis yang telah mereka rancang di awal ternyata di tengah jalan tidak sesuai dengan trend konsumen. Terpaksa, untuk bisa bertahan mereka merubah tujuan bisnisnya.

Nah startup tidak bisa lagi disebut startup kalau visi misi mereka sejak awal tidak berubah-ubah lagi. Apa yang mereka rancang di awal tahun sudah tidak bisa diganggu gugat dan harus dikejar mencapai target sepanjang tahun tersebut.

5. Membuka unit bisnis baru

Diskusi bareng rekan kerja pun asyik lho
Begini nih suasana kerja kalau kamu masuk di perusahaan rintisan, (Ilustrasi/Shutterstock).

Salah satu tanda startup yang tumbuh dan semakin besar adalah ketika mereka membuka unit bisnis baru atau mengakuisisi startup lainnya. Contohnya seperti Gojek, mereka gak cuma ada di Indonesia saja, tetapi juga membuka unit bisnis di Singapura, Vietnam, dan Thailand.

6. Dihampiri banyak calon klien

Begini nih serunya kerja di kantor rintisan, bakal banyak calon klien yang menghampiri.
Begini nih serunya kerja di kantor rintisan, bakal banyak calon klien yang menghampiri, (Ilustrasi/Shutterstock).

Untuk bisa mendapatkan pendapatan, tentunya perusahaan startup kudu lebih gencar mempromosikan produk mereka, dengan menggaet banyak klien. Nah salah satu pertimbangan startup tidak bisa disebut startup lagi jika produk mereka sudah sangat menjual.

Artinya, mereka gak perlu lagi capek-capek cari klien, justru klienlah yang menghampiri startup tersebut untuk mengajak bermitra.

Itulah enam tanda kalau perusahaan startup sudah harus berhenti menyematkan diri mereka startup. Lalu bagaimana dengan startupmu? Apakah sudah memenuhi tanda-tanda di atas? Kalau sudah kamu patut berbangga diri! (Editor: Mahardian Prawira Bhisma).