Beranda
Media
Syarat Sah Perjanjian Asuransi, Hukum, dan Prinsipnya

Syarat Sah Perjanjian Asuransi, Hukum, dan Prinsipnya

perjanjian asuransi

Perjanjian asuransi adalah perjanjian antara pihak penanggung (perusahaan asuransi) dengan tertanggung (nasabah asuransi), di mana pihak penanggung bersedia menerima premi untuk memberikan perlindungan kepada tertanggung bila terjadi risiko kerugian, kerusakan maupun kehilangan atas objek asuransi. 

Perjanjian asuransi memiliki kekuatan hukum sebagaimana yang diatur dalam UU Perasuransian. Oleh karena itu, pembuatan perjanjian asuransi harus memenuhi syarat-syarat sah perjanjian dan asas hukum yang jelas. 

Dalam artikel ini, kita akan membahas lebih dalam mengenai syarat sahnya perjanjian asuransi, prinsip-prinsip dalam perjanjian asuransi hingga hal-hal apa saja yang menyebabkan perjanjian asuransi batal. Simak sampai tuntas, ya! 

Syarat Sah Perjanjian Asuransi

Berdasarkan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, perjanjian asuransi tunduk pada asas dan ketentuan perjanjian secara umum. Kedua belah pihak memiliki keleluasaan dan kebebasan untuk membuat perjanjian selama tidak melanggar undang-undang yang berlaku. Lebih lengkapnya, berikut adalah beberapa syarat sah perjanjian asuransi

1. Kedua belah pihak sepakat mengikatkan diri

Kesepakatan pihak tertanggung dan penanggung mulai terjadi pada saat proses penawaran dan penerimaan. Berbeda dengan penggunaan istilah penawaran dan penerimaan pada umumnya, perjanjian ini mengatur bahwa penawaran berasal dari tertanggung, sedangkan penerimaan (risiko) berasal dari penanggung.

Suatu penawaran adalah sebuah pernyataan dari kehendak untuk mengikatkan diri berdasarkan persyaratan-persyaratan tertentu. Penawaran ini nantinya akan melahirkan perjanjian setelah pihak asuransi menerima tawaran nasabah asuransi.

Sedangkan penerimaan adalah pernyataan bahwa pihak asuransi menerima tawaran tersebut dengan sejumlah persyaratan. Dalam asuransi, penerimaan ini mulai berlaku pada saat polis asuransi terbit hingga masa pertanggungan berakhir. 

2. Cakap untuk membuat suatu perikatan

Syarat sah perjanjian asuransi selanjutnya adalah kedua belah pihak merupakan pihak yang kompeten untuk membuat perikatan dalam elemen competent parties. Indikator-indikatornya adalah para pihak telah dewasa, waras, dan tidak dalam paksaan maupun pengampuan.

Misalnya, perjanjian asuransi jiwa sah apabila tertanggung sebagai pihak yang membayar premi sudah dewasa dan mengerti betul atas perjanjian yang Ia buat dengan pihak asuransi. Tidak hanya tergiur dengan iming-iming asuransi sambil investasi yang marak belakangan ini.

3. Ada objek asuransi 

Istilah objek asuransi mengacu kepada objek atau benda yang menjadi dasar lahirnya perjanjian, misalnya kendaraan, properti, kesehatan bahkan jiwa manusia. Bila tidak ada yang menjadi objek asuransi, maka perjanjian asuransi pun menjadi tidak sah.  

Dalam hal ini, pihak tertanggung harus mempunyai hubungan langsung dan/atau tidak langsung dengan objek yang akan menjadi tanggungan pihak asuransi. Misalnya dalam asuransi mobil, yang menjadi objek asuransi adalah mobil dan pihak tertanggung adalah pemilik mobil yang sah. 

4. Suatu sebab yang halal (legal object)

Suatu sebab yang melahirkan perjanjian dalam asuransi harus halal dan legal. Perjanjian asuransi tidak boleh memberikan jaminan terhadap suatu sebab yang melanggar undang-undang, kesusilaan, atau bertentangan dengan kepentingan umum.

Misalnya dalam asuransi mobil, pihak asuransi akan menolak klaim tertanggung yang mobilnya rusak karena kebut-kebutan di jalan raya. Penyebabnya jelas, pihak tertanggung menggunakan kendaraannya secara ugal-ugalan yang dapat menyebabkan kerusakan pada kendaraannya sendiri maupun orang lain. 

5. Dibuat secara tertulis

Syarat sah perjanjian asuransi selanjutnya yakni perjanjian harus dibuat secara tertulis dalam bentuk polis asuransi. Dalam Pasal 256 Ayat 1 KUHD, polis asuransi merupakan perjanjian asuransi yang tertulis dalam bentuk akta yang menjadi satu-satunya alat bukti adanya perjanjian antara penanggung dan tertanggung.

Asas Hukum Perjanjian Asuransi

Perjanjian asuransi harus mengacu kepada ketentuan umum perjanjian dalam KUH Perdata yang mengharuskan sejumlah asas seperti berikut ini. 

1. Asas kebebasan berkontrak

Dalam hukum perjanjian, ruang lingkup asas kebebasan berkontrak di Indonesia meliputi:

  • Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat kontrak
  • Kebebasan untuk memilih pihak mana yang diajak membuat perjanjian
  • Kebebasan untuk menentukan atau memilih isi kontrak
  • Kebebasan untuk menentukan objek perjanjian
  • Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu kontrak
  • Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan Undang-undang yang bersifat opsional

2. Asas ketentuan mengikat

Asas ketentuan mengikat terangkum dalam Asas Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata. Dalam konteks asuransi, pihak penanggung dan tertanggung harus melaksanakan ketentuan yang telah mereka sepakati bersama karena polis asuransi memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Artinya, perjanjian hukum memiliki akibat hukum bagi mereka yang membuatnya. 

3. Asas kepercayaan

Asas ini berarti pihak penanggung dan tertanggung saling menumbuhkan kepercayaan dalam perjanjian asuransi. Hal ini penting, agar kedua belah pihak bersedia dan terikat untuk memenuhi perjanjian tersebut.

4. Asas persamaan hukum

Asas ini adalah bahwa subjek hukum yang mengadakan perjanjian mempunya kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama dalam hukum.

5. Asas keseimbangan/prorata

Asas keseimbangan adalah suatu asas yang menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Dalam hal ini, hak dan kewajiban tertanggung adalah membayar premi dan menerima ganti rugi.

Sedangkan hak dan kewajiban penanggung adalah menerima premi dan memberikan ganti rugi atas objek menjadi tanggungan. Prinsip keseimbangan menjadi penting terutama pada saat terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian.

Prinsip-Prinsip Perjanjian Asuransi 

Karena perjanjian asuransi merupakan kesepakatan khusus yang diatur dalam KUHD, maka kesepakatan ini tidak hanya memiliki asas hukum, melainkan juga beberapa prinsip.

Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:

1. Prinsip kepentingan yang dapat diasuransikan (Insurable Interest)

Tertanggung memiliki kepentingan atas objek pertanggungan yang diasuransikan apabila ia akan menderita kerugian finansial di masa mendatang.

Antisipasi atas kerugian finansial ini memungkinkan tertanggung mengasuransikan harta benda atau kepentingannya. Apabila terjadi musibah atas objek yang diasuransikan lalu terbukti bahwa tertanggung tidak memiliki kepentingan finansial atas objek tersebut, maka tertanggung tidak berhak menerima ganti rugi.

Ketentuan di atas mendasari adanya kepentingan dalam mengadakan perjanjian ini. Ketentuan inilah yang membedakan asuransi dengan permainan dan perjudian.

2. Prinsip itikad baik yang teramat baik  (Utmost Goodfaith)

Pelaksanaan prinsip ini membebankan kewajiban kepada tertanggung untuk membeberkan sejelas-jelasnya mengenai segala fakta penting yang berkaitan dengan objek yang diasuransikan.

Prinsip ini juga berlaku pada penanggung atau perusahaan asuransi. Mereka harus menjelaskan risiko-risiko yang menjamin maupun yang dikecualikan, segala persyaratan, dan kondisi pertanggungan secara teliti.

Kewajiban membeberkan fakta-fakta tersebut berlaku sejak perjanjian dibicarakan sampai kontrak selesai dibuat.

Dalam pasal 251 KUHD dijelaskan asuransi menjadi batal apabila tertanggung memberikan keterangan yang keliru atau sama sekali tidak memberikan keterangan. 

3. Prinsip keseimbangan (Indemnity Principle)

Prinsip ini mengatur bahwa penanggung memberikan ganti rugi kepada tertanggung sesuai dengan besarnya kerugian, sesaat sebelum terjadinya kerugian.

Sesuai pengertian asuransi pada Pasal 246 KUHD, maka ganti rugi yang dimaksudkan adalah yang seimbang dengan kerugian yang diderita oleh tertanggung.

Namun, perlu diperhatikan bahwa berlakunya prinsip keseimbangan ini hanya dalam asuransi kerugian saja, bukan berlaku dalam asuransi sejumlah uang.

4. Prinsip Subrogasi (Subrogation Principle)

Subrogasi adalah kedudukan tanggung jawab hukum pihak ketiga di dalam hukum perdata. Seseorang yang menyebabkan suatu kerugian bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Dalam hubungannya dengan asuransi, pihak penanggung mengambil alih hak menagih ganti kerugian kepada pihak yang mengakibatkan kerugian, setelah penanggung melunias kewajibannya pada tertanggung.

Singkatnya, apabila tertanggung mengalami kerugian akibat kelalaian pihak ketiga, maka penanggung akan menggantikan kedudukan tertanggung dalam mengajukan tuntutan kepada pihak ketiga tersebut. 

Komponen dalam Perjanjian Asuransi 

Dalam sebuah perjanjian asuransi, setidaknya ada empat komponen yang harus tercantum yakni sebagai berikut. 

1. Declaration

Deklarasi merupakan pernyataan yang menyatakan kebenaran informasi terkait kondisi objek yang diasuransikan, termasuk status hak milik objek tersebut. 

2. Insuring Agreement

Insuring agreement merupakan persetujuan asuransi yang memuat kesanggupan pokok pihak penanggung yakni perusahaan asuransi. Insuring agreement sekaligus adalah inti dari perjanjian asuransi itu sendiri. 

3. Exclusions

Komponen exclusions terbagi menjadi tiga jenis yaitu excluded peril, excluded loses dan excluded property. Secara umum, komponen exclusions membahas mengenai kerugian atau risiko yang tidak masuk dalam tanggungan perusahaan asuransi. Dalam asuransi jiwa misalnya, risiko yang termasuk dalam kategori exclusions adalah kematian karena sebab bunuh diri. 

4. Conditions

Komponen conditions adalah ketentuan dalam kontrak asuransi yang membatasi hak yang diberikan oleh kontrak. Agar syarat perusahaan asuransi bisa membayarkan klaimnya, pengajuan klaim harus mencantumkan informasi yang benar dan tepat.

Sifat Perjanjian Asuransi

Sifat dari perjanjian asuransi terbagi hingga menjadi lima bagian. Berikut ini beberapa di antaranya yang perlu kamu pahami.

1. Personal contract

Sifat yang pertama, perjanjian asuransi adalah perjanjian pribadi di mana polis asuransi tidak bisa dipindahtangankan tanpa izin dari penanggung. Aturan ini tertuang dalam pasal 1340 KUH Perdata.

2. Unilateral contract

Perjanjian asuransi bersifat sepihak di mana perjanjian yang sudah disepakati akan batal jika tertanggung melanggar aturan-aturan yang sudah tertulis di dalam polis.

3. Conditional contract

Pada bagian ini, maka perusahaan asuransi sebagai penanggung akan memenuhi kewajibannya jika apa yang sudah diasuransikan terjadi dan tertanggung sudah melakukan kewajibannya dengan membayar premi asuransi.

4. Contract of Adhesion

Perjanjian yang dipersiapkan secara sepihak. Jadi, tertanggung tidak bisa melakukan negosiasi atau mengajukan permintaan khusus. Pilihannya adalah tertanggung menolak atau menerima.

5. Aleatory contract

Perjanjian asuransi memiliki sifat pertukaran yang tidak seimbang, di mana jika tertanggung sudah membayar premi asuransi namun tidak mengalami hal-hal yang diasuransikan sesuai polis, maka penanggung tidak akan membayar apa pun.

Batasan Perjanjian Asuransi

Selain merupakan kesepakatan timbal balik, kontrak asuransi memiliki sifat-sifat lain yang merupakan batasan kesepakatan tersebut. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 246 KUHD bahwa batasan perjanjiannya mencakup:

1. Perjanjian penggantian kerugian

Istilah perjanjian penggantian kerugian ini disebut shcadevezekering atau Indemnitets contract. Penanggung mengikatkan diri untuk menggantikan kerugian yang dialami pihak tertanggung. Adapun kerugian yang diganti tersebut seimbang dengan kerugian yang sungguh-sungguh diderita (prinsip Indemnitas).

2. Perjanjian bersyarat

Kewajiban penanggung mengganti kerugian yang dialami tertanggung hanya akan dilakukan apabila syarat-syarat yang ditentukan dalam perjanjian dipenuhi.

3. Perjanjian kerugian

Kerugian yang diderita adalah sebagai akibat dari peristiwa yang tidak tertentu atas diadakan pertanggungan. 

Hal-hal yang Menyebabkan Perjanjian Asuransi Berakhir

Perjanjian polis  bisa gugur dalam kondisi-kondisi sebagai berikut:

1. Terjadi evenemen diikuti klaim

Mengambil contoh asuransi jiwa, satu-satunya evenemen yang menjadi beban penanggung adalah meninggalnya tertanggung. Apabila dalam jangka waktu perjanjian ini berlangsung ternyata tertanggung meninggal, maka penanggung wajib membayar uang santunan.

Apabila penanggung sudah melunasi klaim tersebut, maka perjanjian asuransi jiwa pun berakhir. Hal ini sesuai dengan hukum perjanjian bahwa suatu perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak berakhir apabila seluruh hak dan kewajiban telah terpenuhi.

2. Jangka waktu berakhir

Perjanjian selalu memiliki jangka waktu. Contoh asuransi jiwa, apabila jangka waktu berlaku asuransi ternyata tidak terjadi evenemen, maka beban risiko penanggung pun tetap berakhir. Jika dalam asuransi perjalanan, apabila perjalanan berakhir, maka asuransi pun berakhir.

Artinya asuransi akan berakhir setelah beban risiko pada objek dan kepentingan yang diasuransikan telah selesai.

3. Asuransi gugur

Asuransi gugur sering terjadi dalam asuransi pengangkutan. Apabila barang yang sudah diasuransikan tidak jadi diangkut, maka asuransi gugur.

Dalam hal ini, barang tersebut belum mengalami bahaya sama sekali. Sehingga asuransi gugur bisa disebut juga keadaan yang membatalkan kontrak asuransi sebelum bahaya terjadi.

4. Asuransi dibatalkan

Perjanjian polis bisa dibatalkan karena tertanggung tidak melanjutkan pembayaran premi sesuai dengan perjanjian. Atau terjadi karena permohonan tertanggung untuk menghentikan perjanjian. 

Tips dari Lifepal! Sebelum membeli asuransi, pastikan kamu memahami polis asuransi dan isi di dalam. Hal ini dilakukan agar kamu tahu apa saja yang menjadi hak dan kewajiban kamu serta hukum-hukum yang mengatur. 

Jika memang masih bingung, kamu bisa bertanya pada agen asuransi terkait polis asuransi hingga jelas. Jangan sampai ada hal-hal yang kamu tidak tahu dan malah merugikan kamu.

Pertanyaan Seputar Perjanjian Asuransi

Terdapat empat syarat sahnya suatu perjanjian asuransi, yaitu sepakat mereka mengikatkan diri, cakap membuat suatu perikatan, suatu hal tertentu, suatu sebab yang halal, dan memiliki legal form.
Prinsip yang dianut adalah prinsip kepentingan yang dapat diasuransikan, prinsip itikad baik yang teramat baik, prinsip keseimbangan, dan prinsip subrogasi. Penyebab berakhirnya perjanjian pada asuransi adalah adanya evenemen diikuti klaim asuransi, jangka waktu asuransi berakhir, asuransi gugur, dan asuransi dibatalkan.
Artikel Terkait Lainnya
Artikel terkait tidak ditemukan