Jiwasraya Gagal Bayar Klaim, Ini Cara Memilih Asuransi yang Sehat

Jiwasraya Gagal Bayar Klaim, Ini Cara Memilih Asuransi yang Sehat

Kasus asuransi Jiwasraya bangkrut atau anjloknya kinerja keuangan PT Asuransi Jiwasraya (Jiwasraya) menghebohkan pemberitaan Indonesia belakangan ini setelah kabar tentang defisitnya BPJS Kesehatan surut. Sebagai informasi, Jiwasraya adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memasarkan produk asuransi. 

Dilansir dari berita Tempo, perusahaan yang sudah eksis sejak tahun 1859 ini menunggak klaim jatuh tempo kepada 1289 nasabah pemegang polis. Data terbaru tercatat bahwa total nilai bunga tunggakan polis tersebut mencapai Rp96,58 miliar. Tentu bukan angka yang kecil, bukan?

Kondisi tersebut dapat kita baca lewat laporan keuangan asuransi Jiwasraya. Rasio solvabilitas Jiwasraya per 30 September 2019 adalah negatif 805 persen. Padahal, pemerintah mewajibkan rasio solvabilitas minimum perusahaan sebesar 120 persen. Rasio solvabilitas adalah indikator kemampuan perusahaan dalam membayar utang jangka panjangnya.

Kabarnya, Kementerian BUMN berencana akan menggandeng investor untuk menyelesaikan masalah tersebut. Masih dilansir dari Tempo, nama FWD Life disebut-sebut bakal menjadi salah satu penanam dana segar untuk Jiwasraya.

Jiwasraya akan menggunakan dana tersebut untuk menjual produk baru yang diperkirakan akan menghasilkan Rp5 triliun untuk menutup utang. Harapannya, skema ini dapat memperbaiki tingkat solvabilitas dan likuiditas sebagai indikator yang menentukan kesehatan perusahaan.

Kronologi Isu Asuransi Jiwasraya Bangkrut dan Tunggakan Klaim

Kesehatan keuangan perusahaan asuransi Jiwasraya yang negatif tidak muncul secara tiba-tiba. Sejak beberapa waktu lalu, indikasinya memang sudah muncul ke permukaan. Seperti apa kronologi anjloknya keuangan Jiwasraya? Simak penjelasannya berikut ini.

1. Penundaan klaim jatuh tempo Jiwasraya sejak tahun 2018

Kasus anjloknya keuangan Jiwasraya berawal dari laporan nasabah pada bulan Oktober 2018 terkait penundaan klaim jatuh tempo nasabah bancassurance sebesar Rp802 miliar. Perusahaan beralasan bahwa terdapat permasalahan likuiditas. Diduga, terdapat ketidakseimbangan antara aset dan kewajiban perusahaan. 

Menteri keuangan saat itu, Rini Soemarno, menunjuk Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengaudit laporan keuangan perusahaan yang awalnya mencatat laba bersih tahun 2017 sebesar Rp2,4 triliun. Setelah diaudit, angka tersebut direvisi menjadi Rp360 miliar.

Selama tahun 2017 Jiwasraya memang mengalami penurunan laba yang drastis, yakni sebesar 98,46 persen. Hal ini juga sejalan dengan penambahan beban 27,88 persen akibat pembayaran klaim yang meningkat dua kali lipat. 

Jiwasraya juga menanggung utang yang terus bertambah pada tahun 2017 yakni sebesar Rp514 miliar dari Rp382 miliar pada tahun sebelumnya. Rasio solvabilitas perusahaan juga turun dari 200,15 persen tahun 2016 menjadi 123,16 persen tahun 2017. 

2. Akar permasalahan isu asuransi Jiwasraya bangkrut

Dilansir dari CNBC Indonesia, terdapat empat permasalahan utama yang menjangkit badan Jiwasraya. Pertama, kesalahan penetapan harga, yaitu pengembalian dana yang dijamin lebih tinggi daripada pertumbuhan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). 

Kedua, manajemen Jiwasraya kurang berhati-hati dalam berinvestasi. Pasalnya, perusahaan membeli investasi dengan risiko yang tinggi. Ketiga, Jiwasraya membeli saham dengan harga rekayasa, sehingga lebih tinggi dari harga asli. Terakhir, menurunnya kepercayaan nasabah akibat terjadinya gagal bayar. 

Selain kelalaian dalam hal manajemen, oknum dalam manajemen juga diduga melakukan pelanggaran atau fraud. Hal tersebut diindikasikan dari pencatatan laporan keuangan yang tidak transparan. 

3. Fakta Terbaru Kasus Jiwasraya

Kabar terbaru, Jiwasraya mengajukan permohonan injeksi dana kepada Kementerian Keuangan sebesar Rp32,89 triliun untuk mengembalikan rasio solvabilitas menjadi 120 persen dari negatif 805 persen pada September 2019. Rasio solvabilitas Jiwasraya sejak tahun 2018 mulai anjlok ke angka negatif 282 persen.

Hingga kini, Kementerian BUMN, Kementerian Keuangan, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus berkoordinasi untuk mencari skema penyelamatan Jiwasraya.

Tips Memilih Perusahaan Asuransi Sehat

Wajar bila kita merasa ragu menggunakan asuransi setelah membaca sejumlah berita miring tentang isu asuransi Jiwasraya bangkrut. Padahal, sebenarnya ada banyak perusahaan asuransi yang memiliki indeks kesehatan positif dan selalu taat membayar klaim nasabah.

Lantas, bagaimana cara memilih perusahaan asuransi yang sehat? Yuk simak rangkaian tips berikut.

1. Cari tahu kabar perusahaan asuransi di media

Langkah termudah untuk mengetahui kinerja suatu perusahaan adalah dengan melakukan riset di media massa. Ketik saja nama perusahaan asuransi di Google, lalu buka tab “Berita”. Kita akan menemukan pemberitaan tentang perusahaan asuransi dari berbagai media bisnis seperti Tempo, Bisnis, dan CNBC. 

Usahakan pilih berita yang ditulis satu dan dua tahun terakhir untuk memastikan kabar mengenai perusahaan asuransi itu memang masih update

2. Analisis laporan keuangan perusahaan asuransi

Setelah melakukan riset, kita perlu menganalisis laporan keuangan perusahaan untuk memastikan kesehatannya.

Pertama, kita perlu sorot adalah kolom rasio likuiditas dan rasio solvabilitas. Rasio likuiditas adalah indikator yang menunjukkan kemampuan perusahaan membayar utang jangka pendeknya. Sementara itu, rasio solvabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan membayar utang jangka panjang. 

Pemerintah memberikan ketentuan bahwa rasio likuiditas dan solvabilitas yang baik adalah minimum 120 persen. Apabila perusahaan asuransi yang kita temukan memiliki rasio di bawah angka tersebut, maka kondisi kesehatannya sedang tidak baik-baik saja. 

Demikian tips untuk mencari dan menemukan asuransi dengan kinerja keuangan sehat. Hal ini penting supaya kita tidak mengalami tunggakan klaim dari pihak asuransi. 

Bila masih ragu, kita juga bisa mengakses situs marketplace asuransi seperti Lifepal. Lifepal memberikan informasi perbandingan lebih dari 100 produk asuransi yang ada di Indonesia.