4 Resiko Usaha Pinggir Jalan yang Mesti Diwaspadai

resiko usaha

Bikin usaha pinggir jalan di Indonesia itu dilema. Di satu sisi, banyak berita penggusuran terhadap pedagang kaki lima atau PKL. Inilah yang sering jadi resiko usaha paling utama bagi para PKL.

Di sisi lain, kok ya masih banyak usaha pinggir jalan yang berdiri. Lihat saja, dari jalan kompleks sampai pinggir jalan protokol, ada saja tenda PKL yang bebas berjualan.

Belum lagi gerobak-gerobak yang berderet, dari nasi goreng sampai pecel lele. Itu masih ditambah penjaja minuman, permen, dan rokok yang menggunakan sepeda ataupun berjalan kaki.

Sejatinya, setiap pemerintah daerah di provinsi/kota/kabupaten mengatur soal PKL di wilayah masing-masing. Aturan ini umumnya melarang PKL berjualan di jalan utama.

Namun dorongan ekonomi gak bisa ditahan dengan peraturan kaku. Tetap saja ada warga yang menjadi PKL demi menyambung hidup.

Bahkan Gibran Rakabuming Raka sang anak Presiden Jokowi juga punya lapak PKL. Lucunya, lapak itu pun gak luput dari penggusuran oleh pemerintah. Peraturan memang gak boleh pilih kasih.

Tapi, kalau mengira resiko usaha pinggir jalan cuma penggusuran, itu jelas keliru. Ada sederet risiko usaha pinggir jalan yang bisa memberangus mimpi meraih kesuksesan.

Jangankan menjadi sukses, memupuk penghasilan buat memenuhi kebutuhan saja pasti susah. Kira-kira apa saja resiko usaha pinggir jalan itu?

1. Jatah preman

Resiko usaha
Jangankan yang gak bayar duit keamanan, yang rutin setoran retribusi gak bakal luput dari gusuran (Viva)

Jatah preman alias japrem adalah momok buat pedagang pinggir jalan. Japrem sebenarnya termasuk pungutan liar (pungli).

Pasti tiap daerah punya aturan yang menerapkan sanksi buat pelakunya. Tapi PKL ogah melaporkannya karena takut usahanya terganggu.

Jangan salah ya, “preman” di sini bukan berarti individu maupun ormas sangar doang. Petugas resmi pun sering mengutip biaya “retribusi” dari Rp 2.000 hingga Rp 5.000 per hari kepada pedagang malang ini.

2. Dagangan rentan hilang dan rusak

Namanya berjualan di pinggir jalan, banyak orang berlalu-lalang. Artinya, tangan-tangan nakal yang siap mencoleng dagangan pun banyak.

Selain itu, barang rentan rusak karena banyak faktor. Salah satunya faktor alam seperti angin kencang dan hujan badai. Hujan yang turun deras pun menimbulkan kesulitan usaha seperti diterangkan di bawah ini.

[Baca: Nih Peluang Usaha yang Menjanjikan, Untungnya Rp 188 Juta Setahun!]

3. Susah jualan saat musim hujan

 

Resiko usaha
Gak kebayang deh susahnya jualan di pinggir jalan saat turun hujan deras (Rakep)

Saat musim hujan, ada kecenderungan omzet PKL menurun. Terlebih bila terjadi hujan ekstrem yang memicu banjir.

Mau mendirikan warung, mesti kebasahan. Belum lagi bila ada angin kencang. Saat warung sudah berdiri, pelanggan minim karena malas keluar rumah.

Terlebih bila barang yang dijual bertolak belakang dengan keadaan saat musim hujan, misalnya es cendol. Apa ada pas hujan dingin-dingin orang jajan es?

4. Simpang siur masalah izin

resiko usaha
Izin bisa dijadikan senjata saat ada usaha penggusuran yang semena-mena (Solopos)

Ini nih resiko usaha pinggir jalan yang sering bikin pusing. Kebanyakan tak ada aturan jelas soal izin PKL.

Saat sudah didata pemerintah, eh kok tetap kena gusuran satpol PP. Bila belum punya izin, dibolehkan jualan asal bayar “retribusi” atau jatah preman.

Izin ini pun berguna ketika hendak mengajukan kredit usaha. Tanpa dokumen izin, bank gak akan memberikan pinjaman.

Untuk mengantisipasinya, hubungi perangkat kelurahan setempat untuk mencari tahu soal izin jualan. Meski hanya PKL, izin tetap diperlukan agar gak diganggu gugat pihak lain.

Itulah resiko usaha pinggir yang kemungkinan besar menerpa kita yang berniat jadi PKL. Kita harus bersiap menghadapinya biar gak kaget di kemudian hari.

Masalah PKL di negeri ini memang seakan susah ketemu ujungnya. Selalu saja ada perdebatan tentang A dan B dan C, sampai Z.

Betul, keberadaan usaha pinggir jalan kerap menimbulkan keruwetan dari jalanan macet hingga hilangnya akses pejalan kaki. Namun bila gak diberi solusi memadai, PKL bisa hidup dari mana?

Tentunya bukan hanya pengusaha kelas atas yang boleh sukses. PKL semestinya diberi jalan juga untuk mewujudkan mimpinya meraih kesuksesan usaha.