Analisis Fundamental Saham, Pengertian dan Caranya

analisis fundamental saham

Dalam analisis saham, ada dua jenis analisis yang sering digunakan yaitu analisis fundamental saham dan teknikal. Pada kesempatan kali ini, kita akan membahas secara menyeluruh seputar analisis fundamental.

Benjamin Graham, yang merupakan mentor dari Warren Buffett mengatakan bahwa seorang investor seharusnya mengambil keputusan gak berdasarkan spekulasi atau tebak-tebakan. Itu sebabnya, melakukan analisa hukumnya memang wajib, terutama buat yang investasi saham.

Apa sih yang disebut dengan analisis fundamental saham, seperti apa cara melakukannya, dan faktor-faktor apa yang harus kita perhatikan dalam melakukan analisis ini? Mari kita bahas lebih lanjut di bawah sini.

Apa itu analisis fundamental saham?

Analisis fundamental adalah teknik analisis saham yang menitikberatkan beberapa faktor seperti, kinerja perusahaan yang bersangkutan, persaingan usaha, industri, hingga kondisi ekonomi (makro dan mikro). 

Intinya, lewat analisis ini, akan terlihat jelas apakah saham dari sebuah perusahaan dinyatakan sehat atau tidak. Data-data dari analisis tersebut akan digunakan sebagai acuan untuk membeli saham. 

Umumnya, analisis ini memang sering digunakan bagi para investor jangka panjang. 

Ada beberapa teknik analisis fundamental yang harus kamu ketahui. Kita akan bahas satu persatu di bawah sini.

Analisis ekonomi

analisis fundamental saham
Kondisi perekonomian global juga harus kamu analisa lho (pixabay)

Kondisi ekonomi saat ini tentu bisa menjadi bagian dari analisis fundamental saham. Analisis ekonomi juga dibagi menjadi dua yaitu makro dan mikro.

Analisis ekonomi makro

Analisis ini digunakan untuk mencari tahu, apakah kondisi perekonomian global secara keseluruhan masih kondusif dan bisa mendukung pertumbuhan ekonomi negara kita? Apakah saat ini dunia tengah memasuki resesi atau krisis ekonomi?

Jelilah dalam menyikapi kondisi perekonomian secara global. Hal itu disebabkan karena kondisi yang ini juga bakal mempengaruhi perilaku investor di pasar modal.

Analisis ekonomi mikro

Sementara itu, analisis mikro lebih ditujukan kepada perekonomian di dalam negeri. Seperti halnya, sektor-sektor bisnis apa yang sedang tumbuh saat ini, apakah inflasi dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, dan lain sebagainya.

Analisis ini juga wajib dilakukan, agar kita tidak salah memilih saham. Cukup mengerikan jika tanpa disadari, kita membeli saham perusahaan yang prospeknya meredup, padahal kondisi ekonomi di negara kita sedang meningkat.

Analisis siklus industri

analisis fundamental saham
Industri dari emiten juga gak boleh lepas dari pengamatanmu (pixabay)

Setelah analisis ekonomi makro dan mikro, kita mempersempit analisisnya ke bagian siklus industri bisnis di negara kita. Dalam analisis industri, kita akan mengklasifikan perusahaan ke dalam siklus industrinya.

Mau tahu apa saja siklus industri yang dimaksud? Yuk kita bahas.

1. Fase awal (pioneering phase)

Perusahaan-perusahaan yang masih dalam fase industri ini, kuantitas penjualannya memang masih belum besar. Mereka pun mengalokasikan biaya untuk modal kerja awal hingga investasi usaha.

Membeli saham perusahaan yang masih ada di fase awal cukup berisiko. Namun jika perusahaan ini berhasil tumbuh, maka keuntungan kita pun sangat besar.

2. Fase pertumbuhan (rapid growth phase)

Permintaan akan produk perusahaan yang masuk ke fase pertumbuhan sudah cukup banyak. Margin dan laba bersihnya juga sudah tumbuh, sementara itu angka kompetisinya masih tergolong rendah. 

Peluang akan potensi labanya juga cukup besar. Jika kamu membeli saham perusahaan dengan fase industri ini, risikonya tentu lebih kecil ketimbang yang masih di fase awal.

3. Fase pendewasaan (mature growth phase)

Penjualan dari perusahaan dengan fase industri ini terbilang stabil, akan tetapi kompetisi bisnisnya juga cukup ketat karena pesaingnya gak sedikit. Tentu saja, perusahaan-perusahaan di fase ini butuh melakukan terobosan dan inovasi baru.

Meskipun tergolong stabil, risiko laba tergerus tetap ada karena persaingan usaha. Oleh karena itu, jika memang pilihanmu adalah saham perusahaan di fase ini, pilihlah yang memiliki pangsa pasar lebih luas ketimbang kompetitornya.

4. Fase stabilisasi dan pendewasaan pasar (stabilization and market maturity phase)

Pangsa pasar dari perusahaan di fase industri ini sudah terkonsolidasi. Perusahaan ini cenderung sulit mengalami pertumbuhan, sementara itu persaingan di pasar dinilai cukup mematikan karena bentuknya adalah perebutan pasar.

Berinvestasi di perusahaan seperti ini masih tetap menguntungkan. Hanya saja imbal hasilnya memang kurang menggoda karena pertumbuhan dari perusahaan ini tergolong lambat.

5. Fase perlambatan (declaration of growth and decline industries)

Dulu, mungkin saham perusahaan yang di fase ini adalah primadona karena diburu investor. Namun seiring dengan berjalannya waktu, pangsa pasarnya kian meredup, margin keuntungan mereka pun minus, dan persaingan usahanya juga makin mematikan. 

Inilah saham yang mesti kamu hindari. Bisa jadi nama perusahaannya memang cukup terkenal, tapi bisnisnya sudah sunset (prospeknya suram di masa depan).

Contoh analisis siklus industri

Setelah mengetahui fase-fase di atas, kita akan coba untuk mengklasifikasikan saham berdasarkan fase industrinya. 

Agar lebih mudah, kita akan menggunakan tiga kategori besar. Untuk kategori satu dan dua kita akan masukkan dalam fase awal dan pertumbuhan, untuk yang tiga dan empat adalah fase pendewasaan dan stabilisasi, sementara itu yang terakhir adalah fase perlambatan.

Yuk kita lihat contohnya di bawah sini.

Fase awal dan pertumbuhan

AMAR (PT Bank Amar Tbk), 

Meskipun ini adalah saham perbankan, tapi Bank Amar yang melantai di bursa saham memiliki produk fintech P2P lending bernama Tunaiku. Belum ada perusahaan pinjaman online (pinjol) yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) selain AMAR.

Secara persaingan usaha, AMAR hanya bersaing dengan startup-startup P2P lending yang gak melantai di BEI. 

BTPS (PT Bank Tabungan Pensiunan Negara Syariah Tbk)

Bisa dibilang, hanya BTPS-lah bank yang melantai di BEI dan harganya naik terus dari awal mereka IPO di tahun 2018. Bayangkan saja, dari Rp 1.505 per lembar hingga Rp 4.900, tapi akhirnya kembali koreksi akibat sentimen buruk Pandemi Corona.

Pesaing BTPS di BEI adalah BRI Syariah (BRIS) dan Panin Dubai Syariah (PNBS). Namun sebagai bank syariah, BTPS adalah satu-satunya bank yang menggarap segmen ultra mikro.

Laba bersih mereka pun naik 45 persen (2018-2019). Tentu saja, BTPS menjadi salah satu saham di fase pertumbuhan yang sukses. 

Fase pendewasaan dan stabilisasi

UNVR (PT Unilever Indonesia Tbk)

Perusahaan consumer goods raksasa ini jelas sudah memasuki fase stabilisasi dan pendewasaan pasar. Produk yang dijual UNVR tidak hanya berupa produk perawatan kulit, melainkan juga es krim, makanan, minuman, dan lainnya.

Otomatis pesaingnya pun bukan hanya perusahaan makanan seperti KINO (PT Kino Indonesia Tbk), Wings Group, dan lainnya. 

Jika lima tahun yang lalu kamu berinvestasi dengan membeli saham ini, maka keuntungannya gak jauh beda di tahun 2020, atau malah rugi karena pasar saham memang hancur akibat pandemi Corona. Hanya saja jika kamu melepasnya, saat mereka menjual Blue Band di tahun 2018, kamu bisa untung besar. 

Fase penurunan

BIRD (PT Blue Bird Tbk)

Siapa yang gak kenal sama Taksi Blue Bird. Perusahaan ini sudah didirikan tahun 1972, dan melantai di BEI pada 2014. 

Akan tetapi kalau diperhatikan grafik sahamnya malah cenderung turun terus di tahun 2015 sempat Rp 12 ribu per lembar, tapi di April 2020 harganya Rp 1,000 per lembar!

Wajar saja, persaingan di dunia transportasi memang sangat kejam, apalagi pada saat munculnya taksi online. Gak heran, taksi konvensional yang tarifnya mahal makin gak laku di mata pelanggan, meski mereka sudah punya taksi mobil listrik.

Laba BIRD juga terus tergerus tajam, apalagi jika melihat perbandingan laba mereka tahun 2018 dan 2019. Mudah-mudahan saja pembelian saham BIRD yang dilakukan GoJek bisa membawa angin segar di masa yang akan datang. 

Analisis fundamental perusahaan

Setelah menentukan saham di fase industri seperti apa yang ingin kamu pilih, maka tugasmu belum selesai. Masih ada analisis lain yang harus kamu lakukan.

Teknik analisis fundamental saham ini fokusnya bukan lagi ke industri, melainkan ke perusahaan yang ingin kamu beli. 

Menganalisis perusahaan gak cukup hanya dengan membaca berita di media dan mengetahui perkembangan mereka. Kamu harus mengetahui apakah perusahaan yang ingin kamu beli itu sehat atau sebaliknya.

Bisa jadi, penjualan yang mereka bukukan cukup tinggi tahun lalu, namun utangnya sangat tinggi. Apakah itu dikatakan sehat? Tentu saja tidak. 

Ada beberapa poin yang bisa dijadikan acuan untuk memperkuat analisis fundamental saham kamu dari analisis ini adalah:

1. Rasio utang dan ekuitas (debt equity ratio)

analisis fundamental saham
Cek perbandingan ekuitas dan liabilitasnya (laporan keuangan Garudafood)

Rasio ini adalah rasio keuangan yang menunjukkan persentase utang dan ekuitas sebuah perusahaan. 

Bicara soal utang, tentu saja utang itu adalah kewajiban yang harus dibayarkan oleh perusahaan. Sementara itu, ekuitas didefinisikan sebagai kekayaan bersih sebuah perusahaan yang diperoleh dari investasi pemilik perusahaan, dan hasil suatu kegiatan usahanya.

Bisa diartikan bahwa rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk melunasi utang-utang atau membayar kewajibannya. 

Rumus menghitungnya gampang kok. Buka laporan keuangan perusahaan yang berkaitan, dan lakukan pembagian antara total utang (total liabilities) dan jumlah ekuitas. Jika hasilnya di bawah 1 atau 100%, itu utang perusahaan lebih kecil dari ekuitasnya, so keuangan mereka masih sangat bagus. Semakin besar nilainya, maka makin besar juga kewajibannya.

Perhitungan rasio ini akan mempengaruhi pertumbuhan laba. Karena tentu saja dalam utang, akan ada beban bunga yang dibayar perusahaan.

Tapi jangan salah nih, tolak ukur ini gak berlaku untuk perusahaan asuransi atau perbankan. Liabilities perusahaan keuangan ini memang sangat tinggi karena mereka menyimpan dana nasabah. 

Nilai rasio yang tinggi di sebuah bank menandakan kalau jumlah simpanan nasabah di bank itu juga tinggi. Semakin banyak simpanan, maka semakin besar juga kredit yang bisa mereka kucurkan. 

2. Pertumbuhan laba

analisis fundamental saham
Angka sebelah kiri adalah laba bersih di 2019 sementara yang kanan adalah periode 2018 (laporan keuangan Garudafood)

Apapun bisnisnya, perusahaan cuma bisa untung kalau dia bisa jualan. Kalau gak ada yang jualan, ya namanya bukan perusahaan. Itu lembaga sosial atau yayasan amal. Setuju gak?

Nilai laba bersih (net income) didapat dari total pendapatan (termasuk penjualan) dikurangi dengan beban penjualan, beban keuangan, dan beban pajak. Dalam laporan keuangan, komponen ini bernama Laba Periode Berjalan yang Dapat Didistribusikan ke Entitas Induk. 

Lakukanlah perbandingan laba bersih ini untuk melihat kinerja perusahaan dari kuartal per kuartal, dan tahun ke tahun. 

Contohnya, jika terjadi peningkatan laba dari kuartal 2018 ke 2019, tentu hal ini bakal jadi sentimen positif buat perusahaan yang bersangkutan. Investor pun kemungkinan bakal membeli saham mereka. 

Dari gambar laporan keuangan Garuda Food (GOOD) terlihat jelas bahwa laba bersih mereka di kuartal III 2019 turun ketimbang kuartal III 2018. 

3. Return on Equity (ROE)

Analisis ROE juga seringkali digunakan bagi para investor yang menerapkan analisis fundamental saham untuk mengambil keputusan.

ROE bisa diartikan sebagai rasio profitabilitas perusahaan. Intinya, perhitungan ini akan menunjukkan seberapa besar kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih dari ekuitas yang dimiliki. 

Sederhananya, rasio ini bakal mengukur pengembalian modal dari investor. Rumus menghitung ROE adalah laba bersih dibagi ekuitas pemilik. 

Jika memang ROE selalu meningkat dari tahun ke tahun, perusahaan itu bisa dikatakan sanggup memaksimalkan tingkat pengembalian ekuitas untuk menghasilkan laba bersih. Pastinya investor bakal senang karena investasinya balik modal.

Lantas apa kabar jika nilai ROEnya turun? Apakah perusahaan itu jelek? Belum tentu lho.

Skenario pertama, sebuah perusahan yang baru melantai di bursa saham biasanya memiliki ekuitas yang besar. Hal itu disebabkan karena mereka mendapat suntikan dana yang gak sedikit untuk ekspansi. Seandainya ROE turun, maka ini gak jadi masalah.

Skenario kedua, ROE bisa saja turun jika kenaikan ekuitas lebih besar daripada laba. Karena ekuitas di perusahaan itu terlampau besar, maka perusahaan gak sanggup mencetak laba yang jumlahnya besar. Walaupun laba yang mereka cetak di periode ini “naik” ketimbang periode sebelumnya, tetap saja ROE bakal turun.

Skenario ketiga, laba dan ekuitas sama-sama besar tapi kok bisa ROE-nya turun? Hal itu bisa jadi karena mereka gak sanggup memuaskan pemegang saham dengan dividen dalam jumlah signifikan, semakin besar dividen makin besar juga kekayaan pemegang saham. 

So, besar kemungkinan bahwa ROE yang besar menunjukkan bahwa dividen yang mereka bagikan juga besar. Itu disebabkan karena dividen akan “mengurangi ekuitas.”

Jika saham yang kamu pilih ada di skenario ketiga, besar kemungkinan itu gak layak beli. 

4. Rasio dividen

analisis fundamental saham
Mau tahu apa saja rasio yang melibatkan dividen? Cek di sini (pixabay)

Dividend Payout Ratio

Seperti yang dijelaskan dalam artikel investasi saham, dividen merupakan keuntungan yang didapat para pemegang saham. Biasanya dibagikan per semester atau per tahun. 

Dividend payout ratio (DPR) atau rasio pembayaran dividen merupakan indikator untuk mengetahui seberapa besar persentase laba bersih yang dibagikan menjadi dividen. Rumusnya adalah Dividen dibagi dengan laba bersih.

Beberapa perusahaan memiliki DPR 100 persen, itu artinya seluruh laba perusahaan dibagi ke pemegang saham. Umumnya, perusahaan dengan DPR tinggi adalah perusahaan dalam fase industri stabilisasi dan pendewasaan, seperti UNVR itu lah.

Sementara yang masih ada di fase awal dan pertumbuhan, DPRnya kecil yaitu 15 hingga di bawah 50 persen.

Tapi bukan berarti saham yang memberikan dividen dalam jumlah kecil itu jelek. Walaupun dividennya kecil tapi pertumbuhannya cepat, capital gainnya bisa naik berkali-kali lipat.

So, jika memang ditujukan untuk investasi jangka panjang, pilihlah perusahaan dengan DPR tinggi. Namun jika ingin merasakan capital gain berlipat ganda, saham DPR tinggi kurang direkomendasikan karena capital gainnya juga lambat. 

Dividend Yield

Apa bedanya DPR dengan Dividen Yield (DY)? Intinya, DY mengukur berapa besar tingkat keuntungan yang dibagikan perusahaan ke pemegang saham.

Rumus dari DY adalah dividen per lembar dibagi harga saham. 

DY dan DPR gak akan selalu berkorelasi secara positif. Rata-rata saham yang punya DPR tinggi memiliki DY rendah. Seperti UNVR, di tahun 2020 DY milik perusahaan ini cuma 1,3 persen saja padahal DPR-nya dari tahun ke tahun adalah 99 hingga 100 persen. 

Patut diketahui juga bahwa semakin tinggi DY, maka potensi capital gain dari saham tersebut juga besar. Jadi pilih mana nih, yang DY besar atau yang DPR besar? 

5. Earning per Share (EPS)

EPS atau rasio laba per saham adalah nilai yang dipakai untuk menentukan seberapa besar laba yang dihasilkan per lembar saham. Rumus EPS adalah laba bersih dibagi jumlah saham yang beredar. 

EPS bisa naik karena laba bersih meningkat karena: 

– Laba naik tapi jumlah saham yang beredar sama (tidak berubah). 

– Laba bersih meningkat tapi jumlah lembar saham berkurang 

– Laba bersih serta jumlah saham yang beredar meningkat, tapi perusahaan mampu menggandakan keuntungan lebih besar lagi.

Beberapa faktor yang membuat EPS turun antara lain adalah:

– Laba bersih turun tapi jumlah saham yang beredar sama

– Laba bersih turun dan jumlah saham naik

– Laba bersih naik dan jumlah saham naik, tapi kenaikan laba bersih gak terlalu tinggi. 

Penting banget kan mengetahui rasio ini. Intinya, meski pendapatan perusahaan itu luar biasa besar, tapi kalau saham yang dia beredar juga banyak, maka sama saja bohong. 

Jumlah saham yang beredar itu bisa disebabkan karena beberapa hal, yaitu stock split atau right issue. Sementara itu, yang menyebabkan jumlah saham berkurang adalah reverse stock split. 

6. Price Earning Ratio (PER)

Nah rasio ini merupakan komponen yang sering digunakan dalam analisis fundamental saham. Sering juga kan nyimak di berita “saham-saham dengan PER tertinggi dan terendah.” Apa sih maksudnya?

Rasio ini sering digunakan untuk mengetahui apakah saham-saham yang kamu pantau harganya sudah murah atau masih mahal.

Rumus PER adalah harga saham dibagi dengan earning per share (EPS). Bisa diartikan bahwa PER itu ya perbandingan harga saham dengan laba bersih per saham.

Bisa dibilang, semakin tinggi PER maka semakin mahal juga harganya. Begitu pun sebaliknya makin kecil ya makin murah.

Akan tetapi, analisis PER harus dilakukan dengan cara membandingkan PER satu saham dengan saham lain di industri sejenis, yang tentunya punya prospek bisnis yang sama. 

7. Price to Book Value (PBV)

Ini juga seringkali muncul di artikel berita. Biasanya kalau ada PER lalu ada PBV juga. 

Apa sih maksudnya PBV ini? 

Dalam analisis fundamental saham, PBV adalah perbandingan harga saham dengan nilai buku per saham. Analisa ini juga digunakan untuk menentukan harga sebuah saham, apakah mahal atau murah.

Rumusnya adalah: harga saham dibagi nilai buku.

Sementara itu dari mana kita bisa mendapatkan angka dari nilai buku? Rumus nilai buku adalah ekuitas dibagi dengan jumlah saham beredar. 

Nilai PBV 1 seringkali digunakan untuk menyatakan bahwa saham itu berada di harga yang murah. Namun bisa saja saham itu adalah saham yang terjerat utang. 

Perusahaan-perusahaan besar memiliki PBV yang juga tinggi. Namun bukan berarti perusahaan itu kemahalan lho. Laba bersih yang mereka cetak juga cukup tinggi.

Tips analisis fundamental saham buat investor pemula

analisis fundamental saham
Analisis PER juga kerap dilakukan untuk menetukan apa saham ini sudah murah atau belum (pixabay)

Analisis fundamental saham tentu wajib dipelajari para investor pemula. Wajib lho ya, tandanya harus bisa.

Karena dari sinilah kamu bisa mendapat panduan lengkap seputar saham apa yang harus kamu beli atau kamu hindari.

Beberapa tips di bawah ini tentu bisa membantumu untuk memaksimalkan analisis fundamental. Yuk disimak.

1. Cermat dan jangan buru-buru

Analisis fundamental saham itu gak bisa dilakukan secara terburu-buru. Kamu harus cermat dalam melihat angka-angka di laporan keuangan dan membandingkannya satu per satu.

Buatlah semacam daftar indikator dari sebuah saham yang menurutmu layak beli. Mulai dari analisis ekonomi, industri, hingga fundamental perusahaan yang bersangkutan.

Gak apa-apa jika harus memakan waktu yang lama, investasi ini kan bukan tebak-tebakan. Harus berdasarkan analisis. 

2. Stop asumsi

Percaya gak percaya asumsi bisa menghancurkan rencanamu melakukan analisis fundamental. Jangan mudah percaya bahwa saham A akan digoreng bandar besok atau berapa hari lagi.

Lakukanlah riset dan analisis sendiri. Kalau mau berdasarkan asumsi ya jadi trader saja.

3. Coba terus, jangan bosan!

Analisis fundamental memang terlihat sangat melelahkan. Membaca artikel tentang teknik analisis juga kadang bikin gagal paham.

Caranya untuk bisa melakukan analisis ini dengan baik adalah praktik langsung. Buka laporan keuangan perusahaan-perusahaan, lakukan analisis dengan menghitung rasio utang dan ekuitas, hitung EPS, PER, dan cek pertumbuhan labanya.

Catat hasilnya, dan lakukan review terhadap hasil ulasanmu. 

4. Banyak baca berita

Rajinlah membaca berita seputar update atau tren terkini dari industri terkait serta berita-berita yang sifatnya makro. Tujuannya adalah agar kamu bisa memprediksi kondisi ekonomi dan pertumbuhan industri berdasarkan data yang ada.

Itulah hal-hal yang harus diperhatikan seputar analisis fundamental saham. Intinya, rekomendasi analis itu boleh jadi pegangan kita, namun yang paling menentukan bukanlah rekomendasi mereka melainkan analisis kita sendiri. 

Semoga membantu, dan selamat berinvestasi.