Buka-bukaan Angpao Imlek, Triliunan Rupiah Berpindah dalam 1 Hari

angpao imlek

Banyak fakta dan cerita menarik di balik angpao. Amplop merah ini selalu menjadi topik hangat bagi masyarakat etnis Tionghoa. Angpao selalu dianggap sebagai salah satu bentuk “hadiah” yang terbaik untuk keluarga dan kerabat terdekat ketika ulang tahun, pernikahan, dan perayaan lain yang membawa kebahagiaan.

Tidak cuma anak kecil, angpao juga selalu dinantikan oleh remaja dan orang dewasa di hari-hari spesial. Wajar, memang tidak ada hadiah yang lebih baik dan lebih menyenangkan daripada uang cash, bukan?

Angpao di Hari Imlek

Bicara tentang angpao, paling seru pastinya membahas angpao di Hari Raya Imlek. Dalam satu hari saja, bisa triliunan rupiah uang berpindah tangan dalam bentuk amplop merah ini.

Emang iya sebanyak itu?

Kasarnya begini: berdasarkan data sensus penduduk Indonesia, setidaknya ada 3,2 juta jiwa populasi etnis Tionghoa di Indonesia saat ini. Jika kita berasumsi bahwa rata-rata satu keluarga Tionghoa beranggotakan empat orang, maka ada 800 ribu keluarga Tionghoa di Indonesia.

Jika rata-rata anggaran angpao tiap keluarga sebesar dua juta Rupiah, maka setidaknya lebih dari satu triliun rupiah uang angpao setiap tahunnya berpindah tangan di hari Imlek. Hitung-hitungannya di akhir artikel ya.

Sekarang kita bahas dulu tradisi yang sudah ada sejak zaman Dinasti Ming dan Qing di negeri bambu tersebut. Tentunya, generasi pertama dari etnis Tionghoa di Indonesia yang membawa tradisi ini dari negeri mereka.

Ada Aturan Selayaknya Tradisi

hari imlek

Seperti tradisi yang dibentuk oleh kelompok sosial manapun, memberikan angpao juga ada aturannya sendiri. Aturan ini, tentunya dipengaruhi sejarah dan kepercayaan kuno yang tidak seluruhnya sesuai dengan pemikiran modern saat ini. Beberapa kelompok kadang juga sudah memodifikasi aturan sendiri.

Yang jelas, orang dewasa wajib membagikan angpao. Artinya jika seseorang sudah menikah atau sudah beberapa tahun di atas usia menikah umumnya, dia wajib memberikan angpao di hari Imlek kepada orang tua dan sanak keluarga yang belum menikah.

“Tahun ini Imlek udah beda nih, udah giliran ngasih angpao! (Sayangnya) Belum punya anak, jadi ga ada pemasukan. Haha”, ujar Santoso pegawai swasta di Medan yang baru menikah akhir tahun lalu.

Besaran angpao tentunya berbeda beda tergantung dari tingkat ekonomi dan kesanggupan masing-masing individu. Semakin kaya seseorang, semakin besar angpao yang diberikan karena dipercaya harus lebih banyak berbagi agar terus mendapatkan rezeki.

Selain kepada keluarga inti, biasanya tuan rumah juga memberikan angpao kepada anak dari tamu yang berkunjung. Nah, di sini semakin seru untuk dibahas: waktunya mengumpulkan angpao!

Hari Menyenangkan untuk Anak Kecil

Tahun ini berkunjung ke mana aja nih, Ma?”, tanya Viona yang berusia 8 tahun ke ibunya.

Waktu kecil dulu, setiap tahun harapannya dapat angpao lebih besar dari tahun lalu. Seperti sudah punya simulasi dan estimasi pendapatan tahunan, Maklum, anak kecil mungkin belum mengerti makna kekeluargaan yang lebih penting dari bungkusan merah ini. Alhasil, semangat ngumpul biar dapat angpao.

Karena ekonomi negara terus bertumbuh dan tingkat pendapatan setiap keluarga juga meningkat, maka sudah pasti angpao juga bertambah setiap tahunnya. Belum lagi didukung jumlah tetangga dan sanak keluarga yang cenderung bertambah setiap tahunnya. Pertanyaannya, berapa banyak rumah yang sanggup dikunjungi ketika Imlek? Apakah orang tua sama semangatnya dengan anak kecil?

Walaupun diberikan kepada anak kecil, tapi biasanya setelah dibuka, uang angpao pasti dititipkan ke orang tua. Bahkan untuk anak bayi, angpao sudah pasti menjadi milik orang tua. Makanya, biasanya orang tua juga bersemangat membawa anaknya untuk berkunjung ke banyak rumah keluarga dan tetangga.

Positifnya, tradisi ini secara tidak langsung menjadi mekanisme sosial yang sangat efektif untuk menjaga silahturahmi. Tentunya, mencari angpao bukan tujuan utama. Pada akhirnya semua orang memberi dan mendapatkan angpao dari anak-anaknya. Selain itu tidak semua orang diberikan angpao jika dirasa tamu yang berkunjung tidak memiliki hubungan yang terlalu akrab dengan tuan rumah.

Semakin Dewasa, Angpao Tidak Lagi Sama

asian parents

Sebagian besar etnis Tionghoa percaya bahwa rezeki akan kembali jika kita memberi. Ketika memberi angpao, sudah menjadi tradisi untuk berkata “isinya tidak penting, yang penting doa untuk rezeki terus bertambah”. Inilah indahnya momen kebersamaan di Imlek.

Walaupun begitu, momen ini juga kadang secara tidak langsung menjadi penilaian atas kekayaan seseorang. Secara alami, keluarga yang kaya akan mendapatkan banyak pengunjung ke rumah karena mereka cenderung memberikan angpao yang lebih besar. Kadang, tetangga atau kenalan yang tidak terlalu akrab juga berkunjung ke rumah membawa anaknya. Alhasil, muncul kebiasaan baru yang menarik: wisata di saat Imlek, alias kabur.

Masuk akal banget sih. Jika dihitung, pengeluaran angpao dan makanan penjamu Imlek cukup untuk membiaya wisata keluar kota. Hal itu yang melatar-belakangi tren di mana keluarga kaya hanya memberikan angpao ke anggota keluarga inti, kemudian sisanya dipakai untuk jalan-jalan ke luar kota. Jika tidak ada di rumah di hari Imlek, maka tamu tidak bisa berkunjung dan tuan rumah tidak perlu memberikan angpao.

Sebenernya bukan masalah (duitnya) sih, kadang lebih karena ga sempat dekorasi rumah, siapin kue, dan lain-lain. Biar ga ribet kita akhir jalan-jalan keluarga saja.“, pendapat Vina Lim seorang ibu rumah tangga berusia 40 tahun di Pontianak.

Jumlah keluarga seperti Vina ini tentunya tidak banyak. Mayoritas tetap menjaga tradisi ini, namun semakin sedikit jumlah tempat yang dikunjungi setiap tahunnya. Hal ini terlihat jelas di kota besar seperti Jakarta, di mana sebagian besar penduduk biasanya tidak terlalu akrab dengan tetangga dan banyak yang tinggal di apartemen. Selain itu, saat ini penduduk Tionghoa tidak lagi tinggal berdekatan di sekitar kawasan pecinan. Jadi, tetangga yang merayakan Imlek tidak sebanyak dulu.

Bagaimana Menentukan Anggaran Angpao?

menghitung sempoa

Tidak ada aturan pasti untuk ini, angka angpao bisa mulai dari Rp20 ribu hingga jutaan rupiah. Bahkan dengan canggihnya teknologi, kadang angpao tidak diberikan di dalam amplop, namun dikirimkan langsung ke rekening penerima.

Udah ga perlu ribet, transfer aja!“, celetuk Tommy (29) yang bekerja di Jakarta, namun orang tuanya tinggal di Surabaya.

Lantas, berapa angka yang wajar? Apakah angpao harus sama jika tingkat ekonomi penerimanya berbeda? Apakah angpao sama jika umurnya berbeda?

Menurut kami, angpao itu pada dasarnya berbagi rezeki sehingga sebaiknya diberikan berdasarkan kemampuan dan anggaran dari pemberi, dan sesuai dengan kebutuhan atau tingkat ekonomi dari orang yang menerima. Jika ada keluarga yang lebih membutuhkan, berikan persentase yang lebih.

Bagaimana menganggarkan total pengeluaran untuk angpao? Pertama, tentukan batasan maksimal yang nyaman untuk dialokasikan sesuai kemampuan finansialmu. Angka ini sangat subjektif dan berbeda-beda dari tiap individu. Idealnya, ya tidak lebih dari penghasilan bulanan dari pemberi angpao. Setelah menentukan anggaran, tentukan pembagian yang pas untuk orang-orang yang diberikan. Misalnya, kita gunakan contoh anggaran sebesar lima juta rupiah:

UntukJumlahPer-orangSubtotal
Orang Tua4Rp600.000Rp2.400.000
Adik2Rp400.000Rp800.000
Anak2Rp300.000Rp600.000
Sepupu2Rp200.000Rp400.000
Keponakan2Rp100.000Rp200.000
Lain Lain12Rp50.000Rp600.000

Jangan terlalu mempertimbangkan ego dan tekanan sosial ketika menentukan anggaran. Intinya, anggarkan dengan niat yang baik untuk berbagi rezeki yang sudah didapatkan di tahun lalu. Tidak perlu bingung atau sungkan, karena bagaimanapun yang penting niat dan makna dari amplop merah ini.

Akhir kata, selamat hari raya dan semoga tahun ini kita semua mendapatkan rezeki yang lebih baik lagi dari tahun-tahun sebelumnya. Gong Xi Fa Cai!