Asuransi dalam Pandangan Islam, Simak Penjelasan Ini

Syariah

Asuransi dalam Islam bukan hal yang baru. Bahkan sejak zaman nabi, konsep gotong royong untuk membantu para sahabat yang mengalami kesulitan atau kemalangan sudah menjadi tanggung jawab bersama.

Menurut seorang ahli fiqh kontemporer, Wahab Az-Zuhaili memformulasikan asuransi sebagai sebuah sistem yang menjaga manusia untuk menghindari risiko bahaya selama perjalanan hidupnya.

Risiko tersebut sangat bermacam-macam. Mulai dari risiko yang menimpa tubuh atau jasadnya, begitupun kondisi ekonominya.

Sebagai contoh, dalam kisah Nabi Yusuf sudah dikenal dengan istilah proteksi atau perlindungan yang didapatkan dari tafsir mimpinya.

Saat itu Nabi Yusuf menafsirkan mimpinya bahwa negara akan mengalami panen melimpah selama 7 tahun berturut-turut. Namun demikian, kondisi tersebut akan langsung diikuti dengan kondisi paceklik selama 7 tahun berturut-turut.

Berdasarkan tafsiran mimpi tersebut, Nabi Yusuf menyarankan untuk menyimpan hasil panen selama masa surplus untuk cadangan pada saat masa paceklik.

Saran tersebut akhirnya menyelamatkan negara dan rakyat dari kondisi paceklik yang berkepanjangan.

Contoh lain bahwa asuransi bukan hal baru lagi dalam Islam adalah konsep ‘aqilah. Apa itu ‘aqilah? ‘Aqilah adalah bentuk ganti rugi dari keluarga pembunuh yang diberikan kepada keluarga korban (ahli waris).

Konsep ini sebagai salah satu cara untuk menyelesaikan perselisihan pada masa tersebut. Pada zaman Nabi Muhammad SAW dikenal istilah denda diyat atau uang darah. Uang darah merupakan ganti rugi atas kematian yang ditimbulkan yang harus dibayarkan oleh keluarga pembunuh kepada keluarga korban.

Prinsip Asuransi dalam Islam

 

Beberapa contoh tersebut membuktikan bahwa prinsip asuransi dalam Islam sudah dicontohkan oleh para Nabi dan Rasul.

Konsep asuransi tidak hanya mengatur masalah hukum pidana, tetapi juga dalam hal perekonomian seperti yang dicontohkan pada zaman Nabi Yusuf.

Inilah yang menjadi landasan pelaksanaan asuransi dengan prinsip-prinsip yang sesuai dengan syariat Islam.

Apalagi di Indonesia sudah ada payung hukum yang mengatur tentang asuransi syariah dalam Undang-undang No 40 tahun 2014 tentang perasuransian.

Di dalamnya sudah dijelaskan bahwa asuransi syariah adalah kumpulan perjanjian yang terdiri dari perjanjian antara perusahaan asuransi syariah dan pemegang polis. Kemudian, perjanjian tersebut berisikan informasi kontribusi dan pengelolaannya berdasarkan prinsip syariah.

Dalam asuransi konvensional dikenal dengan dana asuransi, sedangkan konsep dana asuransi dalam Islam adalah dana tabarru’ yang berasal dari kontribusi peserta yang penggunaannya menggunakan dasar-dasar syariah sesuai dengan perjanjian.

Premi asuransi dalam Islam disebut dengan kontribusi. Sedangkan tertanggung dalam asuransi konvensional disebut peserta dalam asuransi syariah.

Perbedaan istilah dalam asuransi vs asuransi syariah

AsuransiAsuransi Syariah
PremiKontribusi
Tertanggung Peserta
Dana asuransiDana tabarru’
Perjanjian Akad

Jenis Asuransi Menurut Pandangan Islam

Jenis asuransi dalam Islam terbagi dua yaitu asuransi jiwa syariah dan asuransi kerugian syariah. Asuransi jiwa syariah memberikan perlindungan akibat kematian. Sementara itu, asuransi kerugian syariah (asuransi umum syariah) yang memberikan perlindungan terhadap risiko kerugian karena bencana, kecelakaan, dan kehilangan.

Dalam asuransi syariah tidak ada istilah pengembalian kontribusi atau premi jika tidak ada klaim setelah masa perlindungan berakhir. Kontribusi yang sudah dibayarkan dianggap sebagai sedekah sebagai salah satu wujud tolong menolong.

Adapun pengelolaan dana untuk mendapatkan keuntungan tetap dikelola sesuai dengan prinsip syariah. Investasi dilakukan dalam koridor yang tidak melenceng dari aturan syariah demi menghindari riba, gharar, dan syubhat.

Halal Haram Asuransi dalam Islam

Halal Haram Asuransi Dalam Islam

Pandangan Islam mengharamkan asuransi karena terdapat unsur ketidakjelasan, unsur judi, riba, pemaksaan, dan beberapa hal yang bertentangan dengan prinsip syariah.

Namun, sesuai dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) NO: 21/DSN-MUI/X/2001 bahwa hukum asuransi dalam Islam diperbolehkan dengan catatan dana kontribusi peserta dikelola sesuai dengan syariat Islam.

Fatwa MUI tersebut memuat juga tentang pelaksanaan dan prinsip asuransi syariah yang tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam.

Keberadaan payung hukum dari pemerintah serta fatwa MUI tentang asuransi syariah menguatkan kedudukan asuransi syariah dalam pandangan agama Islam.

Fatwa MUI menghalalkan dan memperbolehkan jual beli asuransi syariah. Sebab, asuransi menjadi salah satu cara untuk melindungi diri dari berbagai risiko di masa depan. Tentu dengan catatan, asuransi tersebut dijalankan dengan prinsip syariah di bawah pengawasan dewan syariah.