11 Prinsip Asuransi Syariah yang sesuai dengan Syariat Islam
Secara umum, prinsip asuransi syariah adalah tauhid, keadilan, kerja sama, sampai tolong-menolong. Prinsip-prinsip pengelolaan asuransi syariah ini tentunya berdasarkan syariat Islam. Sehingga kamu bisa mendapatkan produk yang sejalan dengan nilai-nilai Islam.
Tentunya ada berbagai prinsip yang membedakan antara asuransi syariah dan konvensional. Untuk memahami lebih lanjut tentang hukum asuransi dalam Islam khususnya asuransi syariah di Indonesia. Berikut adalah berbagai prinsip-prinsip atau rukun, syarat, dan larangan asuransi syariah yang perlu kamu pahami.
1. Prinsip tauhid
Tauhid adalah prinsip dasar asuransi syariah yang menjadi salah satu poin penting yang wajib kita pahami. Asuransi syariah memiliki prinsip dasar tauhid, yang berarti bahwa setiap gerak langkah dan dasar asuransi harus mencerminkan nilai-nilai ketuhanan.
Maksudnya, niat dalam memiliki asuransi bukanlah sekadar meraih keuntungan, tetapi turut serta dalam menerapkan prinsip syariah yang lebih mengedepankan tolong-menolong.
Ini berbeda dari asuransi konvensional yang bertujuan hanya untuk perlindungan atas risiko yang mungkin menimpa diri sendiri di kemudian hari.
Asuransi syariah atau asuransi takaful, memiliki tujuan untuk saling menolong sesama manusia, bukan hanya untuk keuntungan pribadi. Oleh karena itu, prinsip tauhid harus menjadi dasar dalam asuransi syariah.
2. Keadilan
Salah satu prinsip asuransi syariah adalah keadilan yang maksudnya adalah dalam asuransi ini, semua pihak, termasuk peserta dan penyedia asuransi, mendapatkan hak dan kewajibannya secara adil.
Islam sendiri sangat menganjurkan sikap adil sebagaimana dalam surat Al-Baqarah ayat 278:
“Dan janganlah engkau berbuat kerugian terhadap orang lain, karena jika engkau berbuat kerugian, tentu engkau akan mendapat kerugian pula.” (QS. Al-Baqarah: 278)
Prinsip keadilan ini merupakan prinsip dasar asuransi syariah yang juga sangat penting agar tidak akan ada pihak terlibat yang merasa rugi dan terdzolimi. Dengan adanya prinsip ini secara tidak langsung mengikat peserta dan perusahaan asuransi untuk bersikap adil satu sama lain.
Peserta wajib membayar iuran uang santunan (kontribusi) kepada perusahaan asuransi dan mempunyai hak untuk mendapatkan dana santunan jika terjadi kerugian.
Perusahaan asuransi memiliki kewajiban untuk membayar klaim kepada peserta, serta harus membagikan keuntungan dan hasil investasi dana peserta sesuai dengan nisbah yang telah menjadi kesepakatan.
3. Ta’awun atau tolong-menolong
Akad atau perjanjian dalam asuransi syariah berdasarkan atas dasar prinsip ta’awun yang artinya tolong-menolong.
Ajaran saling tolong-menolong ini tentunya sesuai dengan hadits yang berbunyi “Barang siapa yang menolong saudaranya dalam suatu kebutuhan, maka Allah akan menolongnya dalam kebutuhan yang lebih besar.” (HR. Abu Daud)
Prinsip ini mengajarkan kepada nasabah untuk tidak hanya mementingkan diri sendiri dan mencari keuntungan pribadi, tetapi juga harus bersedia membantu dan meringankan beban anggota lain ketika mereka mengalami musibah atau kerugian.
Cara kerjanya, iuran yang terkumpul bisa sewaktu-waktu dipakai untuk membantu peserta lain yang terkena musibah. Pihak asuransi hanya bertugas sebagai pengelola dana saja dalam asuransi syariah ini.
Dengan prinsip asuransi syariah tolong-menolong, setiap anggota harus saling membantu satu sama lain untuk mengurangi beban yang menimpa anggota yang mengalami kerugian.
Prinsip yang membedakan antara asuransi syariah dengan konvensional adalah prinsip ta’awun ini. Konsepnya adalah risk sharing, alih-alih risk transfer seperti pada asuransi konvensional.
4. Tabarru (saling tanggung jawab)
Rasa saling tanggung jawab pada dasarnya merupakan kewajiban setiap muslim. Prinsip ini juga diterapkan dalam asuransi syariah.
Prinsip saling tanggung jawab menekankan pentingnya kontribusi tabarru (kontribusi) yang digunakan untuk membantu peserta asuransi lain ketika ada yang membutuhkan.
Dalam asuransi syariah memang kontribusi peserta tidak dianggap sebagai biaya asuransi, melainkan sebagai kontribusi atau sumbangan yang gunanya untuk membantu sesama peserta.
Prinsip ini pada dasarnya berkaitan juga dengan prinsip-prinsip syariah lainnya seperti gotong-royong (ta’awun), saling mengasihi, dan keadilan.
5. Kerja sama
Kesepakatan antara peserta dan perusahaan asuransi adalah bentuk kerja sama yang terjalin melalui akad yang adil dan bertanggung jawab. Dalam asuransi syariah, akadnya dapat menggunakan konsep mudharabah atau musyarakah.
Dalam konsep mudharabah, terdapat perjanjian kerja sama antara pemilik harta (anggota) dengan pengelola harta (perusahaan asuransi). Kepemilikan dana pada asuransi syariah merupakan hak peserta asuransi, tapi melalui akad tersebut peserta memercayakan pengelolaannya pada pihak asuransi.
Dengan adanya kerja sama ini, kedua belah pihak dapat memahami dan menjalankan hak dan kewajibannya masing-masing.
Sedangkan dalam konsep musyarakah, terdapat kerja sama beberapa pihak terhadap kepemilikan suatu aset, di mana masing-masing pihak menggabungkan dana dan proporsi bagi hasil keuntungannya bisa berbeda-beda, tetapi tetap sesuai dengan proporsi tanggung jawab masing-masing pihak.
Dalam akad ini, salah satu pihak boleh memiliki kepemilikan aset yang lebih besar, sehingga nilai keuntungannya juga akan lebih besar.
Prinsip kerja sama dalam asuransi syariah sejalan dengan surat Al-Maidah ayat 2 yang berbunyi: “Kerjasamalah dalam kebajikan dan takwa, dan janganlah kamu kerjasama dalam dosa dan pelanggaran.” (QS. Al-Maidah: 2)
Kerja sama antara perusahaan asuransi dan peserta asuransi merupakan sebuah kebaikan karena memberikan keuntungan kedua belah pihak tanpa melanggar syariat islam.
6. Amanah
Perusahaan asuransi maupun peserta harus menerapkan prinsip amanah. Dalam artian, perusahaan harus mengelola dana nasabah secara baik, sementara nasabah juga harus mengajukan klaim secara jujur.
Perusahaan asuransi syariah harus dapat dipercaya dalam mengelola dana nasabah/anggota. Perusahaan juga harus bertanggung jawab atas keputusan dan tindakannya, serta menyajikan laporan keuangan yang akurat dan transparan.
Di sisi lain, nasabah/anggota juga harus jujur dan terbuka ketika mengajukan klaim. Dengan demikian, prinsip amanah dapat terwujud dalam asuransi syariah, sehingga kepercayaan antara nasabah/anggota dan perusahaan asuransi dapat terjalin dengan baik.
7. Al-ridha atau kerelaan
Prinsip ridha berlaku pada setiap transaksi dalam asuransi syariah. Nasabah ridha supaya perusahaan mengelola uangnya dan menyalurkannya kepada nasabah lain yang terkena musibah.
Besarnya investasi dana pada asuransi syariah ditetapkan berdasarkan prinsip kerelaan juga. Nasabah bisa menentukan besarannya sesuai kebutuhan dan kemampuan.
Pihak asuransi pun juga harus rela menjalankan tugasnya dengan mengelola dana nasabah/anggota secara baik dan sesuai dengan aturan yang kedua belah pihak sudah sepakat.
Dengan demikian, prinsip keridhaan dapat membantu asuransi syariah berjalan dengan baik sesuai dengan kesepakatan yang telah ada.
8. Larangan riba
Konsep syariah melarang adanya riba, yang merupakan salah satu prinsip penting dalam asuransi syariah. Seperti yang kita tahu, riba adalah sesuatu yang bertentangan dengan nilai-nilai Islami sehingga harus dihindari.
Ini sejalan dengan dalil berikut ini: “Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al-Baqarah: 275)
Dalam mengelola asuransi syariah, riba dieliminasi dengan menggunakan konsep mudharabah atau bagi hasil.
Penerapan prinsip anti riba ini juga berlaku pada penentuan bunga teknik, investasi, maupun penempatan dana ke pihak ketiga yang semuanya harus bebas dari riba.
Sehingga dana yang dikelola oleh perusahaan tidak bisa diinvestasikan pada bisnis yang tidak sesuai dengan prinsip syariah.
9. Larangan maisir atau berjudi
Dalam asuransi syariah, prinsip anti-gambling atau anti-maisir merupakan salah satu prinsip yang harus dijalankan. Gambling atau pertaruhan bertentangan dengan prinsip syariah, sehingga tidak diperbolehkan dalam sistem asuransi syariah.
Seperti yang tertuang dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 90-91:
“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamr (minuman keras), maisir (judi), anshab (berhala), dan azlam (ramal-meramal) adalah perbuatan keji dari perbuatan-perbuatan setan. Oleh karena itu, hindarilah semua itu agar kamu beruntung. Sesungguhnya syaitan hanya ingin menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu dengan khamr dan maisir serta menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat. Maka apakah kamu akan berhenti?”(QS. Al-Maidah:90-91)
Dalil ini juga didukung dengan hadits: “Barangsiapa yang berjudi, maka ia telah meminum khamr, dan barangsiapa yang meminum khamr, maka ia telah berjudi.” (HR. Bukhari)
Dalam operasionalnya, asuransi syariah tidak menggunakan sistem gambling, melainkan menerapkan prinsip sharing risiko antara peserta dengan pihak asuransi. Dengan cara ini, tidak ada pihak yang dirugikan karena sama-sama ridha atau rela.
Asuransi syariah juga mengelola dana peserta dengan memisahkan dana tabarru yang tidak bercampur dengan dana peserta. Sehingga, peserta dapat mengambil uangnya kapan saja, karena dana yang ada adalah uang mereka sendiri dengan nilai tunainya yang sudah ada sejak awal.
Dengan adanya dana tabarru yang hanya digunakan sesuai perjanjian, asuransi syariah tidak terlibat dalam perjudian atau gambling, sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.
10. Larangan gharar atau ketidakpastian
Gharar maksudnya mengandung ketidakpastian dalam perjanjian. Sementara itu, asuransi syariah menerapkan kontrak yang sejelas-jelasnya dalam polis mengenai cara kerjanya.
Semua pihak yang terlibat dalam asuransi harus memahami hak dan kewajibannya sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat, sehingga tidak ada ketidakjelasan atau gharar dalam proses asuransi.
11. Larangan risywah atau suap
Baik nasabah maupun perusahaan harus menjauhi kegiatan suap menyuap karena melanggar aturan syariah. Salah satu upaya untuk menghindari praktik suap menyuap ada pada akad yang transparan, jujur, serta tidak mengandung unsur riba.
Akad ini harus ditandatangani oleh kedua belah pihak serta diawasi oleh otoritas yang berwenang. Dengan begitu, maka terhindar dari tindakan yang merugikan salah satu pihak.
Selain itu, prinsip ini juga diwujudkan dalam penerapan sistem pengawasan dan pengendalian internal yang ketat oleh perusahaan asuransi. Dengan demikian, pihak asuransi dapat menjamin bahwa setiap kegiatan yang dilakukan sesuai dengan prinsip syariah dan tidak merugikan nasabah/anggota.
Pihak asuransi juga harus bersikap adil dalam memberikan pelayanan kepada nasabah/anggota, tanpa adanya unsur pengaruh atau suap menyuap.
Kelebihan Asuransi Syariah
Meski menyasar kepada market yang lebih kecil, ternyata asuransi yang sesuai hukum Islam memiliki banyak sekali kelebihan yang tidak ditemukan pada asuransi lainnya.
Tentu saja dengan menjunjung tinggi transparansi dana yang dikelola, manfaat asuransi syariah yang bisa kamu dapatkan cukup beragam. Mulai dari pengelolaan yang transparan, anti riba dan maisir, sesuai dengan fikih Islam, dan pembagian surplus underwriting yang adil.
Cari Tahu Asuransi Syariah yang Cocok untuk Kamu
Setelah memahami tentang seluk beluk prinsip-prinsip asuransi syariah, contoh skema, kamu tentu penasaran dong di mana bisa membeli produk asuransi syariah.
Lifepal sebagai marketplace asuransi terbesar di Indonesia dapat membantu kamu menemukan produk asuransi syariah. Seperti, asuransi kesehatan syariah yang sesuai dengan kebutuhan.
Di Lifepal, kamu dapat membandingkan profil perusahaan, manfaat pertanggungan dan harga premi asuransi sehingga kamu bisa menemukan produk asuransi yang cocok.
Isi formulir di bawah ini untuk berkonsultasi dengan Lifepal terkait pilihan asuransi mobil bebas riba.
Bagi kamu yang mulai tertarik untuk memiliki asuransi yang sesuai hukum Islam, terdapat beberapa perbedaan asuransi syariah dan konvensional.
Pertanyaan Seputar Asuransi Syariah
- Pengawasan oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS)
- Pembagian dana keuntungan atau surplus underwriting
- Kerugian menjadi tanggungan bersama
- Pengelolaan dana
- Pengelolaan risiko
- Kepemilikan dana
- Ketentuan klaim
- Kewajiban zakat
- Dana hangus
- Portofolio investasi.