Prinsip Asuransi Syariah dan Skema sesuai Syariat Islam

asuransi syariah

Takut ikut asuransi karena riba? Jangan khawatir, sekarang kamu bisa mendapatkan produk dengan prinsip asuransi syariah yang sejalan dengan nilai-nilai Islam.

Secara umum, prinsip yang dikembangkan oleh asuransi syariah adalah tauhid, keadilan, kerja sama, sampai tolong-menolong. Prinsip-prinsip pengelolaan asuransi syariah tentunya berdasarkan syariat Islam.

Untuk memahami lebih lanjut tentang hukum asuransi dalam Islam khususnya asuransi syariah di Indonesia, jenis akad, skema, keuntungan, hingga perusahaan penyedianya, simak ulasannya pada artikel berikut ini!

Prinsip Asuransi Syariah

Definisi atau pengertian asuransi syariah adalah usaha saling tolong-menolong dengan akad sesuai syariat Islam yang dilakukan para peserta asuransi dengan cara mengumpulkan dan mengelola dana tabarru dengan pola pengembalian saat menghadapi risiko tertentu.

Asuransi syariah dalam definisi islam disebut takaful, ta’min, atau tadhamun. Dalam asuransi syariah, pihak yang diasuransikan disebut peserta asuransi atau muamman lahu/musta’min, sedangkan pihak penanggung dalam asuransi islam disebut muammin. Lalu premi disebut dengan kontribusi.

Tentunya ada berbagai prinsip yang membedakan antara asuransi syariah dan konvensional. Berikut adalah berbagai prinsip-prinsip atau rukun, syarat, dan larangan asuransi syariah yang perlu kamu pahami.

1. Prinsip tauhid

Tauhid adalah prinsip dasar asuransi syariah yang menjadi salah satu poin penting yang wajib kita pahami. Asuransi syariah memiliki prinsip dasar tauhid, yang berarti bahwa setiap gerak langkah dan dasar asuransi harus mencerminkan nilai-nilai ketuhanan.

Maksudnya, niat dalam memiliki asuransi bukanlah sekadar meraih keuntungan, tetapi turut serta dalam menerapkan prinsip syariah yang lebih mengedepankan tolong-menolong.

Ini berbeda dari asuransi konvensional yang bertujuan hanya untuk perlindungan atas risiko yang mungkin menimpa diri sendiri di kemudian hari.

Asuransi syariah atau asuransi takaful, memiliki tujuan untuk saling menolong sesama manusia, bukan hanya untuk keuntungan pribadi. Oleh karena itu, prinsip tauhid harus menjadi dasar dalam asuransi syariah.

2. Keadilan

Salah satu prinsip asuransi syariah adalah keadilan yang maksudnya adalah dalam asuransi ini, semua pihak, termasuk peserta dan penyedia asuransi, mendapatkan hak dan kewajibannya secara adil.

Islam sendiri sangat menganjurkan sikap adil sebagaimana dalam surat Al-Baqarah ayat 278:

“Dan janganlah engkau berbuat kerugian terhadap orang lain, karena jika engkau berbuat kerugian, tentu engkau akan mendapat kerugian pula.” (QS. Al-Baqarah: 278)

Prinsip keadilan ini merupakan prinsip dasar asuransi syariah yang juga sangat penting agar tidak akan ada pihak terlibat yang merasa rugi dan terdzolimi. Dengan adanya prinsip ini secara tidak langsung mengikat peserta dan perusahaan asuransi untuk bersikap adil satu sama lain.

Peserta wajib membayar iuran uang santunan (kontribusi) kepada perusahaan asuransi dan mempunyai hak untuk mendapatkan dana santunan jika terjadi kerugian.

Perusahaan asuransi memiliki kewajiban untuk membayar klaim kepada peserta, serta harus membagikan keuntungan dan hasil investasi dana peserta sesuai dengan nisbah yang telah menjadi kesepakatan.

3. Ta’awun atau tolong-menolong

Akad atau perjanjian dalam asuransi syariah berdasarkan atas dasar prinsip ta’awun yang artinya tolong-menolong.

Ajaran saling tolong-menolong ini tentunya sesuai dengan hadits yang berbunyi “Barang siapa yang menolong saudaranya dalam suatu kebutuhan, maka Allah akan menolongnya dalam kebutuhan yang lebih besar.” (HR. Abu Daud)

Prinsip ini mengajarkan kepada nasabah untuk tidak hanya mementingkan diri sendiri dan mencari keuntungan pribadi, tetapi juga harus bersedia membantu dan meringankan beban anggota lain ketika mereka mengalami musibah atau kerugian.

Cara kerjanya, iuran yang terkumpul bisa sewaktu-waktu dipakai untuk membantu peserta lain yang terkena musibah. Pihak asuransi hanya bertugas sebagai pengelola dana saja dalam asuransi syariah ini.

Dengan prinsip asuransi syariah tolong-menolong, setiap anggota harus saling membantu satu sama lain untuk mengurangi beban yang menimpa anggota yang mengalami kerugian.

Prinsip yang membedakan antara asuransi syariah dengan konvensional adalah prinsip ta’awun ini. Konsepnya adalah risk sharing, alih-alih risk transfer seperti pada asuransi konvensional.

4. Tabarru (saling tanggung jawab)

Rasa saling tanggung jawab pada dasarnya merupakan kewajiban setiap muslim. Prinsip ini juga diterapkan dalam asuransi syariah.

Prinsip saling tanggung jawab menekankan pentingnya kontribusi tabarru (kontribusi) yang digunakan untuk membantu peserta asuransi lain ketika ada yang membutuhkan.

Dalam asuransi syariah memang kontribusi peserta tidak dianggap sebagai biaya asuransi, melainkan sebagai kontribusi atau sumbangan yang gunanya untuk membantu sesama peserta.

Prinsip ini pada dasarnya berkaitan juga dengan prinsip-prinsip syariah lainnya seperti gotong-royong (ta’awun), saling mengasihi, dan keadilan.

5. Kerja sama

Kesepakatan antara peserta dan perusahaan asuransi adalah bentuk kerja sama yang terjalin melalui akad yang adil dan bertanggung jawab. Dalam asuransi syariah, akadnya dapat menggunakan konsep mudharabah atau musyarakah. 

Dalam konsep mudharabah, terdapat perjanjian kerja sama antara pemilik harta (anggota) dengan pengelola harta (perusahaan asuransi). Kepemilikan dana pada asuransi syariah merupakan hak peserta asuransi, tapi melalui akad tersebut peserta memercayakan pengelolaannya pada pihak asuransi.

Dengan adanya kerja sama ini, kedua belah pihak dapat memahami dan menjalankan hak dan kewajibannya masing-masing.

Sedangkan dalam konsep musyarakah, terdapat kerja sama beberapa pihak terhadap kepemilikan suatu aset, di mana masing-masing pihak menggabungkan dana dan proporsi bagi hasil keuntungannya bisa berbeda-beda, tetapi tetap sesuai dengan proporsi tanggung jawab masing-masing pihak.

Dalam akad ini, salah satu pihak boleh memiliki kepemilikan aset yang lebih besar, sehingga nilai keuntungannya juga akan lebih besar.

Prinsip kerja sama dalam asuransi syariah sejalan dengan surat Al-Maidah ayat 2 yang berbunyi: “Kerjasamalah dalam kebajikan dan takwa, dan janganlah kamu kerjasama dalam dosa dan pelanggaran.” (QS. Al-Maidah: 2)

Kerja sama antara perusahaan asuransi dan peserta asuransi merupakan sebuah kebaikan karena memberikan keuntungan kedua belah pihak tanpa melanggar syariat islam.

6. Amanah

Perusahaan asuransi maupun peserta harus menerapkan prinsip amanah. Dalam artian, perusahaan harus mengelola dana nasabah secara baik, sementara nasabah juga harus mengajukan klaim secara jujur.

Perusahaan asuransi syariah harus dapat dipercaya dalam mengelola dana nasabah/anggota. Perusahaan juga harus bertanggung jawab atas keputusan dan tindakannya, serta menyajikan laporan keuangan yang akurat dan transparan.

Di sisi lain, nasabah/anggota juga harus jujur dan terbuka ketika mengajukan klaim. Dengan demikian, prinsip amanah dapat terwujud dalam asuransi syariah, sehingga kepercayaan antara nasabah/anggota dan perusahaan asuransi dapat terjalin dengan baik.

7. Al-ridha atau kerelaan

Prinsip ridha berlaku pada setiap transaksi dalam asuransi syariah. Nasabah ridha supaya  perusahaan mengelola uangnya dan menyalurkannya kepada nasabah lain yang terkena musibah.

Besarnya investasi dana pada asuransi syariah ditetapkan berdasarkan prinsip kerelaan juga. Nasabah bisa menentukan besarannya sesuai kebutuhan dan kemampuan.

Pihak asuransi pun juga harus rela menjalankan tugasnya dengan mengelola dana nasabah/anggota secara baik dan sesuai dengan aturan yang kedua belah pihak sudah sepakat.

Dengan demikian, prinsip keridhaan dapat membantu asuransi syariah berjalan dengan baik sesuai dengan kesepakatan yang telah ada.

8. Larangan riba 

Konsep syariah melarang adanya riba, yang  merupakan salah satu prinsip penting dalam asuransi syariah. Seperti yang kita tahu, riba adalah sesuatu yang bertentangan dengan nilai-nilai Islami sehingga harus dihindari.

Ini sejalan dengan dalil berikut ini: “Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al-Baqarah: 275)

Dalam mengelola asuransi syariah, riba dieliminasi dengan menggunakan konsep mudharabah atau bagi hasil.

Penerapan prinsip antiriba ini juga berlaku pada penentuan bunga teknik, investasi, maupun penempatan dana ke pihak ketiga yang semuanya harus bebas dari riba.

Sehingga dana yang dikelola oleh perusahaan tidak bisa diinvestasikan pada bisnis yang tidak sesuai dengan prinsip syariah.

9. Larangan maisir atau berjudi

Dalam asuransi syariah, prinsip anti-gambling atau anti-maisir merupakan salah satu prinsip yang harus dijalankan. Gambling atau pertaruhan bertentangan dengan prinsip syariah, sehingga tidak diperbolehkan dalam sistem asuransi syariah.

Seperti yang tertuang dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 90-91:

“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamr (minuman keras), maisir (judi), anshab (berhala), dan azlam (ramal-meramal) adalah perbuatan keji dari perbuatan-perbuatan setan. Oleh karena itu, hindarilah semua itu agar kamu beruntung. Sesungguhnya syaitan hanya ingin menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu dengan khamr dan maisir serta menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat. Maka apakah kamu akan berhenti?”(QS. Al-Maidah:90-91)

Dalil ini juga didukung dengan hadits: “Barangsiapa yang berjudi, maka ia telah meminum khamr, dan barangsiapa yang meminum khamr, maka ia telah berjudi.” (HR. Bukhari)

Dalam operasionalnya, asuransi syariah tidak menggunakan sistem gambling, melainkan menerapkan prinsip sharing risiko antara peserta dengan pihak asuransi. Dengan cara ini, tidak ada pihak yang dirugikan karena sama-sama ridha atau rela.

Asuransi syariah juga mengelola dana peserta dengan memisahkan dana tabarru yang tidak bercampur dengan dana peserta. Sehingga, peserta dapat mengambil uangnya kapan saja, karena dana yang ada adalah uang mereka sendiri dengan nilai tunainya yang sudah ada sejak awal.

Dengan adanya dana tabarru yang hanya digunakan sesuai perjanjian, asuransi syariah tidak terlibat dalam perjudian atau gambling, sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.

10. Larangan gharar atau ketidakpastian

Ghahar maksudnya mengandung ketidakpastian dalam perjanjian. Sementara itu, asuransi syariah menerapkan kontrak yang sejelas-jelasnya dalam polis mengenai cara kerjanya.

Semua pihak yang terlibat dalam asuransi harus memahami hak dan kewajibannya sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat, sehingga tidak ada ketidakjelasan atau gharar dalam proses asuransi.

11. Larangan risywah atau suap

Baik nasabah maupun perusahaan harus menjauhi kegiatan suap menyuap karena melanggar aturan syariah. Salah satu upaya untuk menghindari praktik suap menyuap ada pada akad yang transparan, jujur, serta tidak mengandung unsur riba.

Akad ini harus ditandatangani oleh kedua belah pihak serta diawasi oleh otoritas yang berwenang. Dengan begitu, maka terhindar dari tindakan yang merugikan salah satu pihak.

Selain itu, prinsip ini juga diwujudkan dalam penerapan sistem pengawasan dan pengendalian internal yang ketat oleh perusahaan asuransi. Dengan demikian, pihak asuransi dapat menjamin bahwa setiap kegiatan yang dilakukan sesuai dengan prinsip syariah dan tidak merugikan nasabah/anggota.

Pihak asuransi juga harus bersikap adil dalam memberikan pelayanan kepada nasabah/anggota, tanpa adanya unsur pengaruh atau suap menyuap.

Skema Asuransi Syariah

Agar kamu bisa lebih memahami asuransi syariah, berikut adalah berbagai istilah yang bisa membantu kamu lebih paham skema atau konsep dasar asuransi syariah:

  • Akad asuransi adalah kesepakatan antara peserta dan perusahaan asuransi dengan visi menolong anggota lain yang kesusahan.
  • Uang iuran peserta bakal disimpan dan digunakan untuk membayar klaim peserta yang sedang membutuhkan. Hampir mirip dengan konsep arisan, namun cara pengambilan uangnya adalah dengan pengajuan klaim alih-alih menang kocokan.
  • Peran perusahaan asuransi dalam sistem ini hanyalah sebagai pengelola uang kumpulan milik nasabah. Mereka hanya punya hak pengelolaan, bukan hak memiliki.
  • Perusahaan pengelola asuransi berhak mendapatkan biaya pengelolaan dan bonus jika ternyata terjadi untung dalam pengelolaan uang tersebut.
  • Pihak yang mendapat keuntungan investasi maupun menanggung risiko yang timbul adalah seluruh peserta. Oleh sebab itulah asuransi yang sesuai hukum Islam disebut dengan produk gotong royong yang dalam bahasa Arab disebut Takaful.
  • Asuransi yang sesuai hukum Islam wajib menyetor dana tabarru’. Dana tabarru’ dana dana yang bakal digunakan untuk santunan asuransi syariah kepada peserta asuransi lain yang sedang kesulitan.
  • Apabila setelah masa pembayaran klaim reasuransi cadangan teknis masih tersisa dana, maka peserta berhak mendapatkan bagian dari kelebihan tersebut. Namun, jika dana kurang untuk membayar klaim, setiap peserta harus ikut menutupi kerugian sesuai dengan proporsi masing-masing.
  • Jika ada peserta yang ingin keluar karena tidak sanggup lagi membayar premi, dia bakal tetap mendapatkan premi yang sebelumnya sudah ia bayarkan. Peserta tersebut paling-paling hanya mendapatkan potongan dana tabarru saja.
  • Konsep yang sudah disebutkan tadi menjadi landasan buat yakin bahwa asuransi yang sesuai hukum Islam bisa dibilang bebas riba. Apalagi sudah ada fatwa MUI. Tapi, biar lebih paham mengenai asuransi yang sesuai hukum Islam ini, memang ada baiknya buat membedakannya dengan asuransi konvensional.
  • Badan Hukum Asuransi Syariah

    Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah mengeluarkan Fatwa MUI Nomor 21/DSN-MUI/X/2001 yang menyatakan bahwa hukum asuransi syariah tergolong ke dalam kategori halal.

    Fatwa tersebut menjelaskan bahwa asuransi syariah (Ta’min, Takaful, atau Tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong sesama umat melalui perjanjian yang sesuai syariat Islam. Kegiatan tolong menolong tersebut dilakukan lewat pengelolaan aset dan investasi yang juga berlandaskan prinsip syariat.

    Maksudnya, setiap aset dan instrumen investasi yang dikelola perusahaan bakal ditempatkan pada sektor yang halal. Makanya tidak boleh kalau perusahaan asuransi yang menyediakan asuransi yang sesuai hukum Islam menanamkan modal pada industri minuman alkohol.

    Secara umum struktur lembaga asuransi syariah juga sama dengan asuransi konvensional yang terdiri atas Dewan Komisaris dan Dewan Direksi. Bedanya adalah asuransi syariah memiliki DPS (Dewan Pengawas Syariah) yang ditunjuk oleh DSN-MUI (Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia).

    Tugas DPS adalah untuk memastikan perusahaan asuransi menjalankan tugasnya sesuai dengan fatwa MUI yang sudah dijelaskan sebelumnya. Ketentuan tentang tugas DPS sesuai dengan Keputusan Dewan Pimpinan MUI tentang susunan pengurus DSN-MUI, No: Kep-98/MUI/III/2001 yang jika dirangkum kurang lebih sebagai berikut:

    1. Melakukan pemantauan berkala terhadap institusi keuangan syariah yang berada di bawah pengawasannya.
    2. Mengajukan rekomendasi terkait pengembangan institusi keuangan syariah kepada pimpinan institusi tersebut dan juga kepada Dewan Syariah Nasional (DSN).
    3. Rutin melaporkan kemajuan produk dan operasional institusi keuangan syariah yang diawasi setidaknya dua kali dalam satu tahun anggaran kepada DSN.
    4. Dewan Pengawas Syariah (DPS) bertanggung jawab untuk mengidentifikasi permasalahan-permasalahan yang memerlukan perhatian DSN dalam konteks asuransi syariah. DPS memiliki fungsi serupa dengan Dewan Komisaris dalam asuransi konvensional, namun perbedaannya terletak pada fokusnya; Dewan Komisaris mengawasi kinerja asuransi syariah, sementara Dewan Syariah mengawasi sistem dan mekanisme yang harus sesuai dengan prinsip syariah serta tidak bertentangan dengan Fatwa MUI.

    Akad dalam Asuransi Syariah

    Produk ini menawarkan tiga jenis akad sebagai bentuk perjanjian antara nasabah dan perusahaan. Berikut adalah macam-macam akad dan contohnya dalam asuransi:

    1. Akad Tabarru’

    Apa maksud prinsip tabarru’ dalam asuransi syariah? Akad tabarru’ adalah akad antar peserta untuk menanggung risiko bersama dengan prinsip tolong-menolong dan saling melindungi.

    Tujuan dari kerja sama ini adalah bukan untuk mencari keuntungan, tapi saling menolong. Jadi ketika ada salah satu yang mengalami risiko maka dana dari peserta lain dimanfaatkan sebagai santunan kepada yang mengalami risiko.

    2. Akad Wakalah bil Ujrah

    Akad wakalah bil ujrah bertujuan untuk mengatur pemberian kuasa nasabah kepada perusahaan asuransi untuk mengelola dana mereka dengan imbalan berupa ujrah (biaya pengelolaan).

    Saat perjanjian asuransi selesai, nasabah bisa mendapatkan kembali uang kontribusi yang sudah dibayarkan tapi setelah dipotong dengan ujrah tersebut.

    3. Akad Mudharabah

    Akad mudharabah mengatur bagi hasil investasi kumpulan dana tabarru’ untuk peserta. Pembagian tersebut tidak boleh mengandung perjudian, riba, dan ketidakpastian.

    Pelaksanaannya juga transparan dan nasabah mengetahui detail hasil investasi yang dibagikan. 

    Kelebihan Asuransi Syariah

    Meski menyasar kepada market yang lebih kecil, ternyata asuransi yang sesuai hukum Islam memiliki banyak sekali kelebihan yang tidak ditemukan pada asuransi lainnya.

    Tentu saja dengan menjunjung tinggi transparansi dana yang dikelola, manfaat asuransi syariah yang bisa kamu dapatkan cukup beragam, yaitu:

  • Pengelolaan transparan
  • Antiriba dan maisir
  • Sesuai dengan fikih Islam
  • Pembagian surplus underwriting yang adil
  • 1. Pengelolaan transparan

    Dengan pengelolaan dana peserta yang transparan, asuransi yang sesuai hukum Islam memberlakukan sistem dana tabarru’.

    Sistem ini diatur secara profesional oleh perusahaan asuransi melalui investasi syar’i dengan berlandaskan prinsip syariah.

    2. Antiriba dan maisir

    Dengan sistem Pengelolaan Dana Peserta berlandaskan Islam, asuransi yang sesuai hukum Islam menanggalkan berbagai hal, seperti riba (bunga), maisir (judi) dan gharar (ketidakjelasan) dalam sistem perlindungannya.

    3. Sesuai dengan fikih Islam

    Menggunakan asuransi yang sesuai hukum Islam artinya kamu mempersiapkan diri secara finansial dengan tetap mempertahankan prinsip-prinsip transaksi yang sesuai dengan fikih Islam.

    Jadi, tidak ada keraguan untuk berasuransi syariah.

    4. Pembagian surplus underwriting yang adil

    Jika terjadi kondisi seperti surplus underwriting maka peserta sepakat untuk mengalokasikan surplus underwriting sebagai berikut:

  • 50% untuk kumpulan dana Tabarru’
  • 20% untuk peserta yang memenuhi kriteria
  • 30% untuk perusahaan sebagai operator
  • Semua dana yang masuk ke dalam surplus underwriting akan didistribusikan kepada peserta paling lambat 90 hari kalender setelah perhitungan selesai.
  • Apabila jumlah surplus underwriting yang akan didistribusikan kepada setiap peserta lebih kecil dari Rp50.000,- maka surplus underwriting tersebut masuk ke dalam kumpulan dana Tabarru’.

    Perbedaan Asuransi Syariah dan Konvensional

    Bagi kamu yang mulai tertarik untuk memiliki asuransi yang sesuai hukum Islam, terdapat beberapa perbedaan sistem kerja asuransi syariah dan konvensional.

    Pengelolaan keuangan asuransi berbasis syariah rasanya sangat menguntungkan masyarakat Indonesia, khususnya yang beragama Islam.

    Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan bagi mereka yang beragama selain Islam untuk membeli jenis asuransi ini. Berikut perbedaannya dengan asuransi konvensional.

    1. Pengawasan Dewan Pengawas Syariah (DPS)

    Setiap badan asuransi memiliki regulasi tertentu supaya pengelolaan dana asuransi tetap berjalan dengan baik. Perusahaan asuransi memiliki badan sendiri yang mengawasi kegiatannya, yaitu Dewan Pengawas Syariah (DPS).

    Mereka akan mengawasi apakah sistem asuransi syariah sudah sesuai dengan niat tolong-menolong dan prinsip syariah.

    Kemudian, memastikan perusahaan asuransi tidak menjalankan transaksi yang bertentangan dengan syariat Islam, yaitu Riba (Bunga), Maisir (Judi), dan Gharar (Ketidakjelasan).

    Nah, kalau perusahaan asuransi konvensional, mereka lebih bebas mengelola dana nasabahnya di instrumen mana saja. Bisa saja investasi di industri haram, misalnya saham bir, mengandung spekulasi, dan sebagainya.

    Menurut Briefcase Book Edukasi Profesional Syariah, Sistem dan Mekanisme Pengawasan Syariah, fungsi Dewan Pengawas Syariah adalah sebagai berikut:

    1. Melakukan pengawasan secara periodik pada lembaga keuangan syariah yang berada di bawah pengawasannya.
    2. Berkewajiban mengajukan usul-usul pengembangan lembaga keuangan syariah pada pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada DSN.
    3. Melaporkan perkembangan produk dan operasional lembaga keuangan syariah yang diawasi pada DSN (Dewan Syariah Nasional) sekurang-kurangnya dua kali dalam satu tahun anggaran.
    4. Merumuskan permasalahan-permasalahan yang memerlukan pembahasan dengan Dewan Syariah Nasional.

    2. Pembagian dana keuntungan atau surplus underwriting

    Surplus underwriting adalah total dana kontribusi peserta asuransi ditambah dengan kenaikan aset reasuransi, dikurangi pembayaran klaim, kontribusi reasuransi, dan kenaikan cadangan teknis dalam satu periode tertentu. 

    Dalam asuransi syariah, sebagian dari surplus underwriting bakal dibagikan kembali kepada para peserta. Sementara sisanya untuk dana tabarru dan pengelola asuransi.

    Berikut salah satu contoh proporsi pembagian keuntungannya.

  • 50% saldo menjadi dana tabarru.
  • 20% saldo untuk peserta asuransi.
  • 30% saldo untuk pengelola perusahaan atau perusahaan asuransi sendiri.
  • Sedangkan untuk jenis asuransi konvensional, semua premi yang telah dibayarkan oleh peserta nasabah menjadi milik perusahaan. 

    3. Kerugian juga ditanggung bersama

    Jika perusahaan mengalami defisit keuntungan dalam membayar klaim salah satu peserta nasabah dan dana tabarru tidak mencukupi untuk menutupi defisit tersebut maka perlu diberlakukan adanya akad Qardh yang berfungsi untuk melakukan pinjaman dari perusahaan asuransi supaya defisit tersebut dapat tertutupi.

    4. Pengelolaan dana

    Perbedaan ketiga terletak pada pembagian hasil investasi. Pada sistem asuransi konvensional, hasil investasi akan menjadi milik perusahaan asuransi seutuhnya dan pihak peserta asuransi tidak ikut campur tangan dalam hasil investasi tersebut.

    Sementara asuransi yang sesuai hukum Islam lebih adil dalam pembagian hasil investasi karena mereka akan membagi rata hasil keuntungan tersebut.

    Pada pengelolaan dana yang dilakukan asuransi konvensional, semua menjadi hak milik dari perusahaan asuransi tersebut.

    Dana digunakan untuk pengajuan klaim oleh peserta nasabah yang bersangkutan, serta dapat melakukan investasi atas regulasi dari perusahaan asuransi konvensional.

    5. Pengelolaan risiko

    Sistem pengelolaan risiko dalam asuransi syariah berbasis sharing of risk atau pembagian risiko kepada setiap peserta.

    Berbeda dengan asuransi konvensional yang menggunakan prinsip transfer of risk, atau pemindahan risiko kepada perusahaan asuransi.

    Maksudnya, dalam asuransi yang sesuai hukum Islam, risiko kerugian masing-masing nasabah ditanggung seluruh nasabah secara gotong royong.

    Sementara pada asuransi konvensional, risiko kerugian nasabah secara penuh menjadi tanggung jawab perusahaan asuransi.

    6. Kepemilikan dana

    Berdasarkan akad, kepemilikan dana yang dikelola asuransi syariah adalah pada setiap nasabahnya. Perusahaan hanya berperan sebagai pengelola, bukan sebagai pemilik dana seperti pada asuransi konvensional.

    7. Ketentuan klaim

    Pada asuransi syariah, umumnya nasabah bisa mengajukan double claim, yaitu tetap bisa mencairkan dana asuransi meskipun sudah mengklaim asuransi lain untuk kejadian yang sama.

    8. Kewajiban zakat

    Sistem syariah mewajibkan nasabah buat membayar zakat sesuai dengan porsi keuntungan masing-masing. Ketentuan ini tidak ada dalam asuransi konvensional.

    9. Dana hangus

    Umumnya pada asuransi kesehatan dan jiwa konvensional murni, nasabah tidak bisa lagi mengambil premi yang sudah mereka bayarkan.

    Ketentuan itu tak berlaku pada asuransi jiwa dan asuransi kesehatan syariah karena nasabah yang mau berhenti karena tidak bisa bayar premi lagi bakal mendapatkan kembali uang premi yang sudah disetor.

    10. Portofolio investasi

    Perusahaan asuransi syariah tidak boleh berinvestasi pada perusahaan yang kerjanya tidak sesuai dengan syariah Islam. Salah satu sektor yang tidak boleh adalah seperti perjudian.

    Alasannya, sistem tersebut memiliki unsur ketidakpastian. Lalu juga usaha yang tergolong ke dalam riba seperti bank berbasis bunga.

    Kedua, industri yang memproduksi dan memperjualbelikan barang haram baik secara zat maupun cara mendapatkannya juga tidak boleh. 

    Hal ini tentu berbeda dengan asuransi konvensional yang mengelola dana investasi sesuai dengan kebijakan perusahaan.

    Pasalnya, dana yang mereka kelola memang berstatus hak milik perusahaan sehingga apa-apa yang menyangkut pengelolaan dana semua berada di tangan manajemen perusahaan.

    Contoh Perusahaan Asuransi Syariah

    Di Indonesia, perkembangan permintaan masyarakat terhadap asuransi yang sesuai hukum Islam bertumbuh semakin pesat.

    Meskipun asuransi ini sudah ada sejak tahun 1994, jenis asuransi ini baru mulai menjadi tren pada tahun 2010-2011.

    Dari tahun ke tahun, statistik permintaan masyarakat terhadap asuransi syariah semakin meningkat.

    Menurut catatan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), data permintaan asuransi ini telah bertambah mencapai 15 persen dengan rata-rata pertumbuhan aset sebesar 14,99 persen.

    Bahkan, perusahaan asuransi konvensional turut menawarkan produk asuransi syariah. Buat yang satu ini, pastikan perusahaan tersebut sudah punya izin unit syariah ya.

    Berikut ini adalah beberapa contoh perusahaan penyedia asuransi syariah di Indonesia.

    1. Asuransi Syariah Prudential

    Kamu mungkin mengenal Prudential sebagai penyedia asuransi konvensional, tapi perusahaan asal Inggris ini juga memiliki unit syariah, lho.

    Prudential Syariah menawarkan produk asuransi jiwa, asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, dan asuransi penyakit kritis.

    2. Asuransi Syariah Al Amin

    Asuransi Al Amin menyediakan produk syariah sejak tahun 2009 di Indonesia. Saat ini perusahaan sudah memiliki kantor pemasaran di 26 kota.

    Al Amin menawarkan beberapa polis seperti Syariah Pembiayaan Al Amin, Personal Accident, dan Term Insurance.

    Pada 2018 lalu, laba atau keuntungan perusahaan ini sempat meroket 144,5 persen dari tahun sebelumnya.

    3. Asuransi Syariah Allianz

    Allianz Syariah juga menghadirkan beberapa produk asuransi seperti Allisya Protection Plus, Allisya Maxi Fund Plus, Allianz Tasbih, dan Fitur Wakaf.

    Dua produk pertama merupakan unit link berbasis syariah, sementara Allianz Tasbih adalah program asuransi ibadah haji.

    Sementara itu, Fitur Wakaf cocok untuk orang yang ingin mendapatkan asuransi sekaligus melakukan wakaf demi kepentingan masyarakat.

    4. Takaful Keluarga

    Takaful Keluarga merupakan asuransi jiwa syariah pertama yang ada di Indonesia. Beroperasi sejak 5 Mei 1994, perusahaan ini menawarkan perlindungan jiwa, kesehatan, pendidikan anak, hingga dana pensiun.

    Hingga kini, perusahaan telah bermitra dengan 1.198 rumah sakit di Indonesia. Selain itu, nasabah bisa menggunakan layanan Takaful Care Online, yang terdiri dari call center, email, SMS, dan layanan WhatsApp.

    5. Asuransi AIA Syariah

    AIA Syariah menawarkan beberapa produk syariah, salah satunya adalah proteksi jiwa AIA Wakaf Assurance. Produk ini memberikan manfaat santunan asuransi sebesar 90% apabila tertanggung meninggal dunia.

    Selain itu, ada manfaat wakaf sebesar 10% dari santunan asuransi atas beban dana Tabarru’. Dana wakaf akan disalurkan melalui Dompet Dhuafa. Premi asuransi syariah dari AIA ini mulai dari Rp20.000 saja.

    Istilah dalam Asuransi Syariah

    Dalam asuransi syariah, ada istilah yang perlu diperhatikan agar nantinya tidak bingung ketika memiliki polisnya. Berikut ini daftar istilahnya.

  • Akad: perjanjian antara nasabah dan perusahaan asuransi yang memuat syarat dan ketentuan asuransi berdasarkan prinsip syariah.
  • Akad tabarru: perjanjian yang tidak bertujuan untuk mencari keuntungan.
  • Akad tijarah: perjanjian yang bertujuan untuk mencari keuntungan.
  • Akad qardh: perjanjian pemberian pinjaman kepada nasabah yang harus kembali pada nasabah di waktu tertentu.
  • Dana tabarru’: kumpulan dana hasil kontribusi tiap peserta, yang akan digunakan untuk membayar klaim nasabah yang membutuhkan.
  • Akad mudharabah: perjanjian untuk memberikan bagi hasil dari investasi dana tabarru’.
  • Akad tabarru’: pemberian sejumlah dana dari salah satu peserta kepada dana tabarru’.
  • Iuran dana tabarru’: kontribusi dari peserta kepada kas dana tabarru’.
  • Surplus/defisit underwriting: selisih lebih atau kurang dari kontribusi dana tabarru’ dikurangi dengan pembayaran klaim, reasuransi, cadangan teknis dalam satu periode.
  • Cadangan teknis: dana cadangan yang ada pada perusahaan asuransi untuk membayar klaim yang tidak terprediksi.
  • Demikian penjelasan mengenai pengertian asuransi syariah dan prinsipnya. Kamu bisa menemukan berbagai jenis asuransi syariah mulai dari asuransi kesehatan, asuransi kendaraan, asuransi jiwa, dan asuransi yang lainnya.

    Tips dari Lifepal! Menjalani hidup berlandaskan syariah tidak sulit lagi lho di masa kini. Pasalnya, produk-produk seperti asuransi syariah mulai banyak berkembang belakangan ini.

    Hal yang terpenting kita paham betul mengenai konsep dan berbagai aturannya. Memahami asuransi yang kamu beli adalah hal wajib, apa pun jenis asuransi yang kamu beli.

    Semoga inovasi produk yang mendukung prinsip syariah semakin banyak ya ke depan! Simak ulasan lebih lanjut tentang produk asuransi lainnya di Lifepal!

    Simak pula ulasan mengenai kelebihan takaful dalam Islam, dan juga keunggulan asuransi syariah di artikel Lifepal lainnya!

    Cari Tahu Asuransi Syariah yang Cocok di Lifepal

    Setelah memahami tentang seluk beluk prinsip-prinsip asuransi syariah, contoh skema, kamu tentu penasaran dong di mana bisa membeli produk asuransi syariah. 

    Lifepal sebagai marketplace asuransi terbesar di Indonesia dapat membantu kamu menemukan produk asuransi syariah yang sesuai dengan kebutuhan.

    Di Lifepal, kamu dapat membandingkan profil perusahaan, manfaat pertanggungan dan harga premi asuransi sehingga kamu bisa menemukan produk asuransi yang cocok. 

    Isi formulir di bawah ini untuk berkonsultasi dengan Lifepal terkait pilihan asuransi mobil bebas riba.

    Pertanyaan Seputar Asuransi Syariah

    Dalam asuransi syariah, akad tabarru’ adalah akad antar peserta untuk menanggung risiko bersama dengan prinsip tolong-menolong dan saling melindungi. Tujuan dari kerja sama ini adalah bukan untuk mencari keuntungan, tapi saling menolong. Ketahui tentang prinsip asuransi syariah, skema asuransi syariah, akad, hingga contoh selengkapnya di Lifepal.
    Perbedaan asuransi konvensional dan syariah ada dalam beberapa aspek, meliputi:

    • Pengawasan oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS)
    • Pembagian dana keuntungan atau surplus underwriting
    • Kerugian menjadi tanggungan bersama
    • Pengelolaan dana
    • Pengelolaan risiko
    • Kepemilikan dana
    • Ketentuan klaim
    • Kewajiban zakat
    • Dana hangus
    • Portofolio investasi.