Belajar dari Toys R Us, Dulu Jadi Raksasa Sekarang Tutup Gerai

toys r us

Toys R Us, peritel di segmen mainan anak-anak ini baru saja menutup seluruh gerainya di Amerika Serikat. Padahal nih, Toys R Us bisa dibilang sebagai perusahaan sukses dan sudah mengembangkan sayap hingga ke Asia lho.

Yang cukup mengejutkan adalah, seminggu setelah perusahaan raksasa ini dinyatakan bangkrut, Charles Lazarus sang pendiri, tutup usia. Pastinya ini menjadi berita duka yang tak terlupakan dalam sejarah perusahaan ini.

Banyak media mengatakan, bangkrutnya raksasa mainan ini disebabkan karena masyarakat cenderung memilih Amazon untuk beli mainan secara online. Wah, makin sukses aja nih si Jeff Bezos dan Amazonnya. Di samping itu, kebanyakan kids jaman now juga lebih tertarik main game virtual di gadget dan meninggalkan mainan konvensional.

Toys R Us mungkin udah bangkrut, tapi kamu harus tahu bagaimana perjuangan Lazarus mendirikan toko yang akhirnya jadi perusahaan raksasa multinasional ini. Berikut ulasannya.

1. Semuanya berawal dari Perang Dunia II

toys r us
Charles Lazarus, pendiri Toys R Us(iTeodoro1991/Flickr)

Charles Lazarus adalah seorang veteran Perang Dunia II. Dia mulai menjual mainan anak pada 1957 silam.

Alasan Lazarus berbisnis mainan adalah karena dia memprediksi adanya ledakan angka kelahiran (baby boom) pascaperang. Gak sedikit rekan Lazarus di medan perang mengatakan bahwa setelah bertempur mereka ingin menikah dan membesarkan anak.

Pada awalnya, di tahun 1948 Lazarus sudah mulai berjualan furnitur anak di Washington. Tapi, gak lama kemudian karena permintaan akan mainan kian meningkat, dia pun mengubah toko furnitur itu menjadi toko mainan dan menamainya Toys R Us.

2. Toko mainan konsep supermarket

Toys R Us mengusung konsep supermarket. Jadi, mereka menyediakan keranjang belanjaan dan membiarkan pelanggan belanja di sana.

Bisnis furnitur pun mulai ditinggalkan karena dia telah mencicipi keuntungan yang besar lewat jualan mainan. Awalnya dia fokus berjualan mainan bayi, tapi lambat laun permintaan akan mainan balita juga meningkat.

Perusahaan mainan ini pun laris. Bisa dibilang, mereka jadi market leader sebagai penjual mainan anak. Mereka juga jadi trendsetter mainan anak yang kemudian populer dan digandrungi.

Strategi Lazarus menguasai pasar memang bisa diacungi jempol. Sebuah majalah di Amerika Serikat pada 1986 bahkan menyebutkan bahwa Lazarus lebih jago daripada Sinterklas dalam urusan mainan. Pujian itu gak berlebihan, dia berhasil membangun perusahaan mainan terbesar di dunia pada saat itu.

Bayangin aja, di tahun itu dia berhasil dapat laba US$ 60 juta atau setara Rp 862,5 miliar dari mainan.

Menurut Lazarus, mainan memang jadi barang yang cepat laris pasalnya barang itu gak bisa bertahan lama. Bocah-bocah pasti bosan dengan mainan lamanya dan ingin beli yang baru.

Toys R Us melantai di bursa saham pada 1978, dan pada tahun 1984 mereka sudah mulai melakukan ekspansi ke negara-negara lain, termasuk ke Indonesia.

3. Lazarus turun tahta, Toys R Us mulai goyang

toys r us
Gak cuma retail mainan yang tumbang karena marketplace online, retail pakaian pun sama (Edwin Ruskins/Flickr)

Sebagai CEO Toys R Us, Lazarus justru mundur pada 1994 dan empat tahun kemudian dia benar-benar udah gak menduduki posisi chairman di perusahaan yang dia dirikan.

Dan sayangnya nih, turunnya Lazarus justru membuat perusahaan ini gak sanggup bersaing dengan situs jual beli online. Beberapa kompetitor yang mereka hadapi adalah Amazon Inc. dan Wal-Mart Store Inc.

Jangan salah, perusahaan itu bisa mengungguli Toys R Us dalam urusan jualan mainan pada tahun 1998!

4. Gagal dalam relaunching di Abad 21

Di tahun 2000, John Eyler didapuk sebagai salah satu pemimpin perusahaan raksasa tersebut. Tapi, rencana Eyler mengembangkan bisnis Toys R Us justru berujung kegagalan. Belum lagi, biaya yang dikeluarkan perusahaan ini juga besar.

Dia mencoba memisahkan bisnis produk mainan dan bayi, tapi hal itu gak berhasil. Eyler justru menyalahkan kompetisi di pasar mainan Amerika yang didominasi Walmart dan Target.

Kemudian, pada tahun 2001 mereka mendirikan outlet terbesarnya di New York dengan bujet US$ 35 juta di tanah seluas 11 ribu hektare. Di gerai itu, mereka juga mendirikan theme park layaknya Time Zone, Fun World, dan sebagainya.

Perusahaan ini lantas diakuisisi oleh Bain Capital Partners LLC, Kohlberg Kravis Roberts, dan Vornado Realty Trust dengan nilai US$ 6,6 miliar. Tapi tetap saja, hal itu gak membuat mereka unggul dalam persaingan bisnis mainan hingga menjelang kebangkrutan.

5. Utang Toys R Us kian menumpuk

toys r us
Akhirnya, sang raksasa pun tumbang karena serangan digital dan lilitan utang (Charles Stevens/Flickr)

Seiring berjalannya waktu, performa raksasa mainan ini justru makin kendor. Belum lagi, perusahaan itu juga terlilit utang yang gak sedikit.

Pada September 2017, total utang Toys R Us dikabarkan mencapai US$ 5 miliar atau setara dengan Rp 71 triliun! Bosnya pun pernah bilang, bayar bunganya aja susah apalagi bayar cicilan utangnya.

Alhasil pada Maret 2018 mereka menutup 735 toko mereka di Negeri Paman Sam. Kurang lebih 30 ribu karyawan terancam jadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK). Selain di Amerika, mereka juga menutup 100 toko di Inggris.

Runtuhnya kejayaan Toys R Us ternyata juga dirasakan oleh peritel lain di bidang mainan. Sebut saja seperti, Barbie Mattel INC, Hasbro INC, hingga LEGO.

Toys R Us sempat mengajukan perlindungan atas kebangkrutan karena pada 2018, utangnya sudah US$ 8 miliar atau Rp 115 triliun. Walaupun mereka sudah menutup toko di Amerika dan Inggris, mereka tetap mengupayakan reogranisasi untuk bisnisnya yang ada di Asia dan Eropa Tengah.

Seperti itulah perjalanan raksasa mainan yang akhirnya tumbang di era digital. Cukup miris tentunya menyaksikan sebuah perusahaan yang dulunya market leader, tapi kini harus tutup toko.

Meski demikian, semangat Lazarus tentu bisa kamu jadikan inspirasi. Forbes pernah mengutip pernyataan Lazarus yang mengatakan bahwa “kalau mau sukses dalam hidup, kamu harus punya keinginan untuk mewujudkannya.”

Selain itu, Lazarus juga sanggup memprediksi bisnis apa yang bakal booming di masanya. Walaupun usaha Toys R Us kini goyang, dia sudah ngerasain gimana rasanya sukses sebagai pengusaha.

Cerita ini juga mengingatkan kita tentang kuatnya bisnis online di era keterbukaan informasi. Kalau belum melek digital ya otomatis bakal susah bersaing deh.