Penyebaran virus corona alias COVID-19 betul-betul membawa sial. Bukan cuma untuk kesehatan, virus ini memicu sentimen negatif di pasar saham yang bikin harga saham anjlok.
Tahun 2020 yang diharapkan membawa angin segar yang membangkitkan semangat dan rasa optimisme, tapi justru bikin orang-orang was-was. Masker diborong, hand sanitizer diborong, hingga vitamin juga diborong menjadi sinyal kalau orang-orang ogah banget sama si COVID-19.
Para pemodal yang punya saham ikut terpengaruh begitu baca berita sana sini tentang virus corona yang ternyata membuat kegiatan produksi, perdagangan, dan ekspor-impor tersendat-sendat. Dari berita, lahirlah sentimen. Dari sentimen, lahirlah aksi jual-jualan saham.
Ya, fenomena aksi jual saham ini sukses membuat indeks memerah dari hari ke hari. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang tahun 2019 yang betah di kisaran 6.000-an kini pasrah menerima nasib turun ke kisaran 4.900-an saat ini.
IHSG anjlok tentu saja harga saham anjlok juga. Saham Blue Chip pun juga demikian. Gak kuasa menahan banyaknya orang yang menjual sahamnya, saham-saham berkapitalisasi kurang dari Rp 10 triliun mencatatkan penurunan yang tajam.
Bahkan, beberapa di antaranya balik ke harga lima tahun lalu lho. Waduh, beli lima tahun lalu terus masih pegang jadi balik modal dong?
Mau tahu saham-saham mana aja yang balik lagi ke harga lima tahun lalu? Berikut ini daftarnya:
Daftar saham anjlok yang masuk IDX 30
Bursa Efek Indonesia (BEI) atau IDX menyediakan beberapa indeks saham untuk memudahkan para pemodal, termasuk pemula, dalam memilih saham yang layak beli. Salah satu indeks saham yang diciptakan BEI adalah IDX 30.
Indeks saham ini punya beberapa manfaat sebagaimana yang dijelaskan IDX, yaitu:
- mengukur sentimen pasar,
- menjadi produk investasi pasif semisal Reksa Dana Indeks dan ETF Indeks,
- menjadi benchmark buat portofolio aktif,
- proksi mengukur dan membuat model pengembalian investasi (return), risiko sistematis, dan kinerja yang disesuaikan dengan risiko, serta
- proksi untuk kelas aset pada alokasi aset.
Apa itu IDX 30?
Sebagaimana yang dijelaskan BEI, IDX 30 adalah indeks yang mengukur kinerja harga 30 saham dengan likuiditas tinggi dan kapitalisasi pasar besar serta didukung fundamental perusahaan yang baik.
Ini daftar saham IDX 30 yang anjlok dan balik ke harga lima tahun lalu (year on year)
Sejauh ini, ada beberapa saham anjlok dengan kapitalisasi pasar besar akibat sentimen Corona. Berikut ini daftarnya.
Saham |
Kapitalisasi pasar |
Harga 2015 (per lembar) |
Harga 2020 (per lembar) |
---|---|---|---|
Adaro Energy (ADRO) | Rp 21,75 triliun | Rp 950 | Rp 700 |
Astra International (ASII) | Rp 168,41 triliun | Rp 8.100 | Rp 4.250 |
Bank Negara Indonesia (BBNI) | Rp 78,32 triliun | Rp 6.950 | Rp 4.200 |
Bank Tabungan Negara (BBTN) | Rp 11,81 triliun | Rp 1.130 | Rp 1.135 |
Bank Mandiri (BMRI) | Rp 240,33 triliun | Rp 6.100 | Rp 5.150 |
Gudang Garam (GGRM) | Rp 67,63 triliun | Rp 51.950 | Rp 36.000 |
H.M. Sampoerna (HMSP) | Rp 144,23 triliun | Rp 2.665 | Rp 1.260 |
Vale Indonesia (INCO) | Rp 15,35 triliun | Rp 3.395 | Rp 1.545 |
Indofood Sukses Makmur (INDF) | Rp 52,9 triliun | Rp 7.425 | Rp 6.025 |
Indocement Tunggal Prakarsa (INTP) | Rp 36,9 triliun | Rp 21.650 | Rp 10.025 |
Kalbe Farma (KLBF) | Rp 48,52 triliun | Rp 1.810 | Rp 1.035 |
Media Nusantara Citra (MNCN) | Rp 11,49 triliun | Rp 2.835 | Rp 805 |
Perusahaan Gas Negara (PGAS) | Rp 19,39 triliun | Rp 5.150 | Rp 800 |
Bukit Asam (PTBA) | Rp 18,38 triliun | Rp 2.070 | Rp 1.595 |
PP (PTPP) | |||
Semen Indonesia (SMGR) | Rp 37,67 triliun | Rp 13.800 | Rp 6.300 |
Telekomunikasi Indonesia (TLKM) | Rp 274,4 triliun | Rp 2.920 | Rp 2.810 |
United Tractors (UNTR) | Rp 50,17 triliun | Rp 21.400 | Rp 13.050 |
Unilever Indonesia (UNVR) | Rp 231,76 triliun | Rp 7.660 | Rp 6.125 |
Daftar saham anjlok yang masuk LQ45
Selain IDX 30, Bursa Efek Indonesia (BEI) juga menciptakan Indeks LQ45. Indeks saham yang satu ini lebih memuat banyak saham dibandingkan IDX 30.
Apa itu Indeks LQ45?
Seperti yang didefinisikan BEI, Indeks LQ45 adalah indeks yang mengukur kinerja harga dari 45 saham dengan likuiditas yang tinggi dan kapitalisasi pasar besar serta ditopang fundamental yang baik.
Daftar saham LQ45 yang anjlok dan balik ke harga lima tahun lalu (year on year)
Sebenarnya, mayoritas saham yang terdapat di Indeks LQ45 juga telah ada di Indeks IDX 30. Jadi, informasi di bawah ini menyajikan saham-saham di LQ45, tapi gak ada di IDX 30.
Saham |
Kapitalisasi pasar |
Harga 2015 (per lembar) |
Harga 2020 (per lembar) |
---|---|---|---|
Bumi Serpong Damai (BSDE) | Rp 14,34 triliun | Rp 2.020 | Rp 745 |
Ciputra Development (CTRA) | Rp 10,76 triliun | Rp 1.375 | Rp 580 |
XL Axiata (EXCL) | Rp 16,25 triliun | Rp 4.295 | Rp 1.520 |
Jasa Marga (JSMR) | Rp 21,7 triliun | Rp 7.016 | Rp 2.990 |
Pakuwon Jati (PWON) | Rp 15,89 triliun | Rp 535 | Rp 338 |
Surya Citra Media (SCMA) | Rp 10,05 triliun | Rp 3.460 | Rp 675 |
Tower Bersama Infrastructure (TBIG) | Rp 20,16 triliun | Rp 1.845 | Rp 890 |
Sarana Menara Nusantara (TOWR) | Rp 32,39 triliun | Rp 790 | Rp 630 |
Dengan adanya saham anjlok, apakah waktunya buat membeli?
Sulit buat mengatakan kalau saat ini menjadi waktunya membeli saham yang harganya anjlok. Turunnya IHSG saat ini ternyata lebih rendah dibandingkan tahun 2015.
Mungkin kamu memandang situasi ini sebagai waktunya menjual semua saham yang dimiliki. Kamu menganggap uang tunai (cash) menjadi lebih berharga dibandingkan lembaran-lembaran saham.
Barangkali hal tersebut ada benarnya.
Namun, ingatlah. Sejarah pernah mencatat naik ataupun turun (bullish–bearish) di pasar saham adalah kondisi yang selalu terjadi dan gak terhindarkan.
IHSG saat ini emang sedang turun, tapi tengoklah tahun 2008 sewaktu krisis melanda Amerika Serikat dan berefek ke banyak negara. Pada waktu 2008, IHSG pernah tercatat sekitar 1.146. Padahal, di akhir tahun 2007 berada di kisaran 2.700-an.
Pasca turunnya IHSG tahun 2008, pasar kembali bergairah. Laju ekonomi pun bergerak. IHSG sejak penurunan tahun 2008 terus beranjak naik hingga sempat berada di level 6.660 tahun 2018.
Kunci dari situasi sulit ini adalah bersabar.
Kalau kamu yakin dengan saham yang dimiliki, dari fundamentalnya hingga kegiatan bisnisnya, dan yakin pula kalau ekonomi bakal pulih dan bergairah pasca efek Corona maka memegang saham dan gak menjualnya sama sekali menjadi pilihan yang bagus.
Bukan gak mungkin kerugian saat ini bakal berbalas dengan return di masa depan. Bahkan, return ini makin bertambah dengan membeli saham-saham yang anjlok.
Satu hal yang harus kamu ketahui, belilah saham kalau dana daruratmu lebih dari cukup dan nilainya sanggup membuatmu bertahan di masa sulit sekalipun. (Editor: Chaerunnisa)