Gaji Dokter Besar? Ini Pengorbanan Mereka yang Gak Kamu Tahu

gaji dokter di indonesia

Gaji dokter emang gak kecil, tapi besaran gaji mereka kerap dinyatakan belum sesuai sama pekerjaannya lho. Bahkan dinilai terlalu kecil.

Sebenarnya nih, profesi dokter emang selalu dipandang sebagai profesi yang cerah di masa depan. Emang benar, buktinya gak sedikit kan dokter yang tajir di Indonesia. 

Bicara soal berapa gaji dokter bisa bervariasi. Beberapa jabatan dokter bergaji tinggi diantaranya psikiater, dokter kandungan / ginekolog, ahli bedah, dan ahli anestesi.

Kemudian penghasilan dokter umum di rumah sakit aja bisa menyentuh angka Rp12 juta hingga Rp15 jutaan.

Sementara itu gaji dokter spesialis ada di kisaran Rp20 juta hingga Rp45 juta sebulan. Tapi itu semua tergantung di rumah sakit mana mereka praktik. Dan itu belum termasuk penghasilan jasa profesi alias penghasilan tambahan.

Pendapatan yang diterima dokter ini nilainya nyaris atau lebih dari empat kali Upah Minimum Provinsi Jakarta. Tapi apakah sebanding dengan pekerjaannya? Belum tentu.

Pasalnya, berdasarkan survei Junior Doctor Network (JDN) Indonesia tentang “Survei Kesejahteraan Dokter Umum”, sebanyak 83,85 persen dokter mendapat gaji gak sesuai yang rekomendasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI)

Pada 2016, IDI menilai gaji dokter umum semestinya Rp17 jutaan, sedangkan spesialis mulai dari Rp40 jutaan. Kenapa? Karena setiap harinya mereka harus belajar dan beradaptasi dengan perkembangan di dunia medis yang terhitung cepat.

Perjuangan seorang dokter di Indonesia

Lalu apakah kamu tahu bahwa di balik gaji dokter, ada tiga pengorbanan yang jauh lebih besar lagi dan merugikan mereka secara finansial dan waktu. Yuk kita simak di bawah ini.

1. Biaya sekolah dokter luar biasa mahal

Kuliah kedokteran jelas gak bisa disamakan dengan kuliah ilmu komunikasi, ekonomi, desain grafis, dan sebagainya. Kalaupun bisa disamakan mungkin setara dengan sekolah penerbangan.

Salah satu kampus di Jakarta yang punya fakultas kedokteran membanderol biaya pendidikan sebesar Rp700an juta. Estimasi biaya itu merupakan biaya pendidikan dari awal sampai lulus.

Biaya tersebut bakal terasa berat di awal. Dan walaupun bisa diangsur, per semester orangtua si calon dokter juga harus membayar sebesar Rp30 jutaan.

Dan asal kamu tahu nih, itu cuma biaya pendidikan lho ya. Selama kuliah tentunya kan ada biaya-biaya perintilan yang bakal dikeluarkan. Sebut aja biaya beli jenazah buat praktikum seharga Rp10 juta. Meski bisa patungan, tapi tetap aja setiap mahasiswa bakal keluar uang jutaan bukan?

Lalu kuliah juga tentunya harus beli buku. Masa iya pengin ngandelin perpustakaan setiap hari. Apa nyaman tuh belajarnya?

2. Waktu kuliah lama banget

Ada tahap-tahap yang harus dilalui calon dokter dalam masa studinya. Pertama adalah tahap preklinik. Di periode ini mahasiswa bakal mempelajari mata kuliah biomedik dasar. Selain itu ada juga mata kuliah wajib universitas yang harus mereka jalani.

Sejatinya, masa studinya emang cuma 3,5 hingga empat tahun aja. Setelah itu mahasiswa bakal diwisuda dan mendapat gelar S. Ked. Apakah udah resmi boleh menangani pasien? Jelas belum.

Wisudawan harus ikut program Koasisten alias koas yang berlangsung antara 1,5 hingga dua tahun. Setelah itu bakal ada Uji Kompetensi Dokter Indonesia atau UKDI dan ujian praktis (OSCE/Objective Structured Clinical Examination).

Kalau lulus, maka bakal dilanjutkan ke wisuda profesi dokter. Dan setelah wisuda, ternyata kamu masih belum boleh buka praktik loh. Kenapa? Karena kamu belum punya Surat Izin Praktik (SIP) yang cuma bisa didapat jika kamu memiliki Surat Tanda Registrasi (STR). Tanpa SIP juga kamu gak bakalan bisa melanjutkan studi jadi dokter spesialis.

Buat mendapatkan surat sakti itu, kamu harus magang dulu. Nah pas magang itul kamu bakal berada di bawah pengawasan dokter senior. Lamanya proses magang itu sendiri kurang lebih satu tahun.

Jadi, buat jadi dokter umum aja waktu yang kamu butuhkan kurang lebih tujuh tahunan. Itu kalau cepat lho. 

Belum lagi kalau kamu ingin memperdalam ilmu kedokteran di bidang tertentu seperti bedah, anak, saraf, jantung, dan forensik, maka harus menempuh pendidikan lagi sebagai dokter spesialis selama 4-6 tahun tergantung dari bidang yang diambil. 

Gak heran dong kalau seseorang baru benar-benar jadi dokter setelah 10 tahun. Gak heran juga kalau gaji dokter emang seharusnya gede banget.

3. Siap-siap gak punya penghasilan bertahun-tahun

Dalam rentang waktu selama itu, seorang mahasiswa non-kedokteran pasti udah bisa lulus, dapat kerja di perusahaan, dan terima gaji. Beda sama mahasiswa kedokteran yang masih menjalani masa pendidikan.

Dokter magang sebenarnya juga terima gaji sih. Tapi gaji dokter magang itu sendiri gak bisa disamakan dengan gaji dokter umum atau gaji dokter spesialis.

Bahkan gak sedikit dokter magang yang terima gaji Rp2 jutaan doang. Cuma habis buat ongkos doang itu guys.

Bila emang kamu berniat jadi dokter, apa kamu siap buat gak punya penghasilan yang layak selama bertahun-tahun?

Mungkin bisa aja sih kamu cari kerja sambilan buat biaya hidup. Tapi ingat lho, apa yang kamu pelajari di dunia medis itu gak segampang membalikkan telapak tangan.

Bukan cuma pelajaran kimia yang kamu pelajari, tentu aja ada biologi dan sebagainya. Udah gitu bahasa kedokteran juga ngejelimet.

Setarakah gaji dokter dengan pengabdiannya?

Setelah kamu tahu tiga pengorbanan besar seorang mahasiswa kedokteran, apakah menurutmu hal itu terbayar dengan besarnya gaji dokter?

Menjadi dokter adalah sebuah pengabdian, sama halnya dengan polisi, angkatan bersenjata, atau guru. Dan hal itu harus didasari dengan passion yang kuat.

Sekarang pertanyaannya adalah, udah mantap kamu untuk melanjutkan karier ke sana? Atau kamu mikir-mikir lagi setelah tahu pengorbanan mereka yang besar di balik gaji dokter yang tinggi? 

Mari kita telaah lebih lanjut dari fakta-fakta berikut.

Gaji dokter umum sekitar Rp3 jutaan  

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) merekomendasi gaji minimal dokter yakni Rp12.500.000 per bulan. Sayangnya, saat ini masih banyak dokter yang mendapatkan gaji kurang dari Rp3 juta per bulan khususnya dokter umum yang berada di daerah-daerah. 

Hal itu disampaikan oleh Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dr. Daeng M Faqih, SH. MH, dengan rincian sebagai berikut:

Dokter umum dan PNS baru di bawah 5-10 tahun (Golongan III A) memiliki gaji pokok sekitar Rp2,4 juta sampai Rp2,7 juta.

Ditambah dengan kapitasi BPJS rata-rata sebesar Rp500 ribu sampai Rp1 juta. 

Sehingga gaji akhir seorang dokter umum PNS adalah Rp2,9 juta sampai Rp3,2 juta atau sekitar Rp3,4 juta sampai Rp3,7 juta.

Sementara itu, kisaran gaji dokter umum di rumah sakit swasta memiliki upah rata-rata Rp 6 juta per bulannya.

Sementara itu, dari “Survei Kesejahteraan Dokter Umum” yang disebarkan kepada dokter umum di seluruh penjuru Indonesia dengan melibatkan sampel 452 dokter umum yang telah diverifikasi keanggotaannya melalui nomor NPA IDI aktif (bukan dokter internship/dokter muda), dan didapatkan hasil sebagai berikut.

  • Dokter umum hanya berpraktik di satu tempat saja maka 10,63 persen dari mereka mampu mendapatkan gaji lebih dari Rp10,5 juta per bulan. Meskipun demikian, lebih dari seperempat, yakni 26,24 persen dari dokter umum hanya mendapatkan gaji di bawah Rp3 juta apabila hanya praktik di satu tempat.
  • Padahal, jam kerja mereka dalam satu tempat praktik rata-rata 42 jam per minggu. Artinya jam kerja ini sudah sesuai bahkan sedikit melebihi dari jam kerja standar yakni 40 jam per minggu sesuai dengan Pasal 77 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.  
  • 5,53 persen dokter umum yang mampu mendapatkan penghasilan yang sesuai dengan rekomendasi IDI yaitu Rp12.500.000 per bulan. 
  • 94,47 persen dokter umum tidak mendapatkan upah sesuai rekomendasi gaji minimal IDI saat praktik di satu tempat meski sudah memiliki rata-rata jam kerja sesuai dengan UU Ketenagakerjaan 
  • 11,02 persen dokter Indonesia yang mendapatkan gaji kurang dari Rp3 juta per bulannya. Kebanyakan dokter yang mendapatkan gaji di bawah Rp3 juta per bulan ini adalah dokter puskesmas dan pengganti/dokter tidak tetap yang mengisi klinik apabila dokter utamanya berhalangan hadir.  
  • Gaji dokter spesialis dan insentifnya

    Selain gaji, pemerintah pusat juga akan memberikan insentif untuk para dokter spesialis yang ditugaskan menjalankan program Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS) di seluruh daerah Indonesia sesuai  Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2017.

    Adapun besaran gaji dan insentif untuk para dokter spesialis, sebagaimana diungkap oleh Ketua Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) Poedjo Hartono bisa mencapai Rp80 juta per bulan dengan rincian: Rp23 juta dari Kementerian Kesehatan Rp25 juta dari pemerintah daerah dan yang didapat dari pelayanan kesehatannya sekitar Rp30 juta. 

    Gak cuma itu, di tengah pandemi Covid19 ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga memberikan insentif untuk tenaga medis. Insentif akan diberikan kepada tenaga medis hingga dokter spesialis dengan besaran sebagai berikut:

  • Dokter spesialis: Rp15 juta
  • Dokter umum dan dokter gigi: Rp10 juta
  • Bidan dan perawat: Rp7,5 juta
  • Tenaga medis lain: Rp5 juta.
  • Kemudian akan diberikan santunan kematian sebesar Rp300 juta untuk daerah yang sudah menyatakan tanggap darurat.

    Nah, itu tadi mengenai gaji dokter dan pengorbanan yang didapatkan. Meskipun kenyataan di lapangan memang masih banyak dokter dan tenaga kesehatan yang mendapatkan upah gak sesuai rekomendasi IDI. 

    Kalau kamu punya pertanyaan terkait perencanaan keuangan lainnya sekaligus mendapatkan berbagai tips mengelola kebutuhan finansial, konsultasikan saja di Tanya Lifepal!

    Pertanyaan seputar gaji dokter

    Berapa gaji dokter umum di rs swasta?

    Kisaran upah dokter umum di rumah sakit swasta memiliki upah rata-rata Rp 6 juta per bulannya.

    Dokter apa yang memiliki gaji tinggi?

    Berikut ini beberapa jabatan dokter bergaji tinggi diantaranya psikiater, dokter kandungan atau ginekolog, ahli bedah, dan ahli anestesi.
    Dokter spesialis harus jadi dokter umum dulu dalam waktu yang kamu butuhkan kurang lebih tujuh tahunan. Kalau kamu ingin memperdalam ilmu kedokteran di bidang tertentu seperti bedah, anak, saraf, jantung, dan forensik, maka harus menempuh pendidikan lagi sebagai dokter spesialis selama 4-6 tahun tergantung dari bidang yang diambil.