Usia Nyaris Kepala 4, Anak Masih SD, Tapi Gaji Rp 9 Juta? Gini Caranya Biar Hidup Tenang

Uang gaji (Pixabay)

Gaji kecil gak naik-naik, padahal kerja di perusahaan ini sudah lebih dari 10 tahun. Pengeluaran gede, dan anak masih SD. Apakah mungkin kita bisa menjamin masa depan yang baik dari segi keuangan buat sang anak?

Dilema ini gak cuma kamu alami kok, gak sedikit karyawan kantoran usia nyaris kepala empat yang gajinya gak sampai dua digit. 

Banyak hal yang membuat mereka gak terpikir untuk pindah. Beberapa di antaranya tentu saja, sudah enak di zona nyaman, ogah adaptasi di lingkungan baru, dan sayang meninggalkan perusahaan karena masa baktinya sudah cukup lama. 

Semakin lama bertahan di perusahaan, pesangon juga makin gede dong. 

Tapi tanpa dia sadari, inflasi tentu bakal membuat keuangan mereka morat marit di masa depan. Apalagi, kebutuhan sang anak juga meningkat, karena selain konsumsi juga naik, mereka juga bakal melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi.

Berhubung harga-harga bahan pokok juga bakal naik seiring dengan berjalannya waktu, begitupun dengan kebutuhan sang anak. Nah, apa manajemen keuangan seperti apa yang harus kita terapkan saat ini, dan apa tips hemat yang bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari kita?

Mari simak ulasannya di bawah ini.

1. Tetap jaga kesehatan finansial dengan mengontrol pengeluaran

Struk belanja (Pixabay)
Struk belanja (Pixabay)

Bisa disimpulkan bahwa seorang yang sudah berumah tangga, bekerja lebih dari 10 tahun, punya satu anak, tapi gaji di bawah Rp 10 juta dan hidup di Jakarta, adalah seorang dengan gaji kecil. Mengapa demikian? 

Jelas saja, pengeluaran perbulan orang dengan karakteristik seperti ini bakal lebih besar. Terutama jika sang istri gak bekerja.

Bayangkan saja, pengeluaran pokok yang harus kita siapkan adalah:

– Membeli bahan makanan yang cukup untuk tiga orang

– Uang transport untuk pergi ke kantor

– Beli pulsa dan paket internet untuk diri sendiri, serta anak dan istri

– Uang jajan anak

– Uang sekolah anak

– Nafkah istri

– Tagihan listrik dan air

Seandainya saja gajimu sebulan adalah Rp 9 juta, maka idealnya, 50 persen dari penghasilanmu alias Rp 4,5 juta adalah untuk tujuh kebutuhan ini. Apakah cukup? 

Kenaikan harga bahan makanan seperti, sayur-sayuran, buah, dan daging tentu bakal sangat terasa lho. Satu-satunya cara untuk bisa mengirit pengeluaran dengan pola bujeting seperti ini.

 

Biaya makan tiga orang sebulanRp 2,5 juta (maksimal)
Transport ke kantorRp 500 ribu (maksimal)
Pulsa dan paket internetRp 250 ribu
Uang jajan anak sebulanRp 150 ribu
Uang SPP anak Rp 500 ribu
Nafkah istri sebulanRp 400 ribu
Listrik dan air (Listrik Rp 400 ribu dan Air Rp 100 ribu)Rp 500 ribu
TotalRp 4,8 juta

 

Waduh lebih Rp 300 ribu nih, gimana dong ini berarti lebih dari 50 persen penghasilan perbulan? Gak apa-apa, masih bisa ditoleransi kok. Wajar saja lebih tinggi, kamu memiliki anak yang masih duduk di bangku SD. 

Jaga baik-baik pengeluaran untuk kebutuhan pokok yang satu ini. Jangan sampai bertambah karena hal-hal yang gak perlu ya.

2. Gak perlu nambah utang ya, setuju?

Toko baju (Shutterstock).
Toko baju (Shutterstock).

Gaji kecil, pengeluaran untuk kebutuhan di atas juga cukup besar. So, gak perlu nambah utang ya untuk sementara waktu. Kecuali, utangmu memang ditujukan untuk modal usaha. Mendirikan toko kelontong di depan rumah, bisnis warung makan, buka bengkel cuci motor, atau apapun usahanya.

Selama tujuan utangnya adalah untuk keperluan produktif, silahkan saja. Tapi jika untuk kebutuhan konsumsi seperti membelikan sneakers mahal ke anak, beli Playstation, XboX, t-shirt mahal, jawabannya adalah “jangan.”

Seiring dengan berjalannya waktu, kamu harus menyediakan uang untuk membeli pakaian dan  baru karena yang lama bakal kekecilan, beli buku baru, dan membayar uang tahunan sekolah sebesar Rp 5 jutaan (bila ada). 

3. Dana daruratmu, minimal segini

uang rupiah (pixabay)
uang rupiah (pixabay)

Sudah berumah tangga dan punya anak satu, berapa sih porsi dana darurat yang ideal? Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, pasangan yang memiliki anak harus menyediakan dana darurat “paling sedikit” 12 kali pengeluaran, alias Rp 4,8 juta x 12 = Rp 57,6 juta. Ini jumlah paling sedikit lho ya.

Setiap bulannya, kamu pun harus menyisihkan 10 persen dari gajimu yaitu sebesar Rp 900 ribu untuk nabung dana darurat agar tabungan dana daruratmu bakal terus bertambah. 

Jika saat ini Rp 57,6 juta sudah ada di rekening tabunganmu, ambil setengahnya yaitu Rp 28,8 juta dan masukkan ke reksadana pasar uang. Sementara itu, Rp 28,8 juta lainnya simpan di rekening. Apa tujuannya?

Reksa dana pasar uang adalah reksa dana teraman. Nilai investasimu tentu bakal naik terus, dan imbal hasilnya pun bisa mencapai 7 persen per tahun.

Rp 28,8 juta yang kamu simpan di reksa dana pasar uang akan bertambah jumlahnya. Sebut saja misalkan ada keuntungan sebesar Rp 7 persen, maka uang itu akan bertambah sebesar Rp 2.016.000. Jadi, total dana daruratmu di reksa dana pasar uang adalah, Rp 30.816.000.

Sementara itu, yang ada di rekening pun terus bertambah. Karena kamu rutin menyisihkan Rp 900 ribu, maka Rp 900 ribu x 12 = Rp 10.800.000. Jadi, Rp 28,8 juta + Rp 10,8 juta = Rp 39.600.000.

So, hanya dalam setahun dana darurat yang asalnya Rp 57,6 juta akan bertambah jadi Rp 70.416.000. Kalau gak pakai reksa dana pasar uang, maka cuma Rp 68,4 juta. Walaupun jumlahnya sama-sama lebih dari cukup, tapi tentu saja lebih besar lebih baik dong. 

4. Siapkan dana pensiun dari sini

Dana pensiun wajib disiapkan demi bekal hari tua (Pixabay)
Dana pensiun wajib disiapkan demi bekal hari tua (Pixabay)

Menjaga pengeluaran secara konstan dengan gak nambah utang, serta menjaga ketersediaan dana darurat, tentu sangat melelahkan. Namun jangan mengeluh, itu merupakan bentuk perjuangan yang harus dilakukan kepala rumah tangga. 

Dengan menjaga rasio pengeluaran dan ketersediaan dana darurat seperti itu, maka di masa depan kamu bisa menyelamatkan keluargamu dari sejumlah masalah ekonomi. Dana pensiun yang kamu dapatkan nanti, juga bisa bermanfaat untuk bisa hidup santai. Atau bias juga dialokasikan untuk membantu pendidikan sang anak, jika dia ingin melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi.

Dari mana asalnya dana pensiun kita? 

Pertama adalah dari iuran BPJS Ketenagakerjaan yang dibayarkan perusahaan tempat kita bekerja. Cek saja saldo BPJS Ketenagakerjaan sekarang, dan lihat berapa saldonya.  Kalau masa baktimu di perusahaan sudah lebih dari 10 tahun, saldomu bisa saja besar lho meski gaji kecil. 

Namun apakah uang di saldo BPJS Ketenagakerjaan sudah cukup untuk bisa menikmati masa pensiun yang santai? Tentu saja tidak, kan ada inflasi. Harga kebutuhan pokok juga bakal naik seiring dengan berjalannya waktu.

Bingung gimana caranya menambah dana pensiun? Alokasikan lagi 10 persen dari gajimu atau Rp 900 ribu untuk investasi. Dari Rp 900 pecah saja jadi dua, Rp 500 ribu untuk nabung saham blue chip secara rutin. Sementara itu Rp 400 ribunya untuk reksadana pasar uang, atau mendanai peminjam di platform P2P lending. 

Diversifikasi investasi tentu sangat penting, mengingat investasi pasar modal memang memiliki risiko tinggi. Namun returnsnya juga tinggi.

Dengan uang Rp 500 ribu di Februari 2020, kamu masih bisa membeli 1 lot (100 lembar) saham Bank BRI (BBRI) yang merupakan perusahaan dengan kapitalisasi pasar terbesar kedua di Indonesia. 

Menyisihkan uang secara rutin per bulan untuk nabung saham ini, memang baik. Lantaran BBRI adalah saham yang nilainya terus nanjak dari tahun ke tahun. Tanpa disadari kepemilikanmu atas saham ini bakal bertambah pula, dan nilai dividenmu juga bisa lebih besar. 

Sementara itu, reksa dana pasar uang dan P2P lending akan menjadi salah satu instrumen rendah risiko yang bakal memberikan keuntungan konstan bagimu ketika pasar modal sedang gak bagus. Sudah paham kan pentingnya investasi buat hari tua?

5. Asuransi jiwa juga wajib dimiliki lho

Terlepas dari gaji kecil atau besar, rajin investasi atau tidak, tanpa asuransi jiwa semuanya sama saja bohong. Ujung-ujungnya, ketika pencari nafkah meninggal dunia, keluarga pun bakal hidup sengsara dan harus menanggung beban finansial yang bakal muncul di kemudian hari.

Mungkin saja, perusahaan tempatmu bekerja memiliki program santunan kematian bagi para karyawannya, namun tetap saja jumlahnya mungkin gak seberapa, dan gak sebanyak asuransi jiwa. 

Asuransi yang satu ini bakal sangat berguna untuk mengantisipasi masalah finansial yang muncul karena si pencari nafkah wafat, atau gak lagi bisa bekerja. Ibarat sedia payung sebelum hujan aja deh. 

Ketika kita meninggal, uang pertanggungan itulah bakal menjadi sebuah “warisan nyata” untuk keluarga yang ditinggal. Patut diingat, jangan sepelekan besaran uang pertanggungan ini lho ya. Hitung baik-baik dan lakukan analisa sesuai dengan perhitungan inflasi.

Sama seperti investasi, besaran premi asuransi yang kita bayarkan seyogyanya adalah 10 persen dari penghasilan yaitu Rp 900 ribu. Namun nilai premi tentunya bisa jadi lebih mahal karena satu dan lain hal, pastikan nilainya gak lebih dari 20 persen penghasilan ya. Biar pengeluaranmu gak berat.

6. Jangan lupa, siapkan ini buat sang anak

Wisuda (pixabay).
Wisuda (pixabay).

Ingat lho, anak masih sekolah dan tentu saja banyak sekali pengeluaran yang bakal muncul di kemudian hari. Oleh karena itu, sisihkan saja, uang sebesar Rp 900 ribu atau 10 persen dari total gaji untuk kebutuhan yang satu ini.

Intinya, dana ini terpisah dari dana darurat lho ya. Jangan digabung karena dana darurat akan sangat dibutuhkan untuk keperluan lain seperti uang tahunan sekolah, belanja buku, serta seragam. 

Mau disimpan di reksa dana pasar uang? Silahkan saja, tapi jangan semuanya di simpan di sana karena kamu tabungan ini sifatnya harus likuid dan tersedia ketika dibutuhkan. 

Itulah manajemen keuangan dan tips hemat buat kamu, para pencari nafkah bergaji Rp 9 juta yang sudah memiliki satu anak dan bekerja lebih dari 10 tahun di perusahaan saat ini. Biar lebih jelas, silahkan lihat bagan di bawah sini ya. 

Kebutuhan pokokRp 4,8 juta 
Dana daruratRp 900 ribu
InvestasiRp 900 ribu
Asuransi jiwaRp 900 ribu
Gaya hidupRp 600 ribu
Dana pendidikan anak Rp 900 ribu

Gak masalah dong untuk menyunat biaya gaya hidup demi kebaikan dan kesehatan finansial? Bagi beberapa kalangan, sistem bujeting seperti ini mungkin dirasa bakal menciptakan efek kurang piknik.

Tapi sebenarnya sih gak gitu juga. Piknik gak selalu dilakukan setiap bulan bukan? Ada kalanya untuk menabung uang agar kamu juga bisa pergi berlibur bersama keluarga dengan gak menghabiskan uang sebesar Rp 600 ribu untuk keperluan gaya hidup.

Selain itu, sebagai karyawan kamu juga bakal dapat THR dong. Tanpa disadari, THR tentu bisa berguna untuk menambah porsi investasi, dana darurat, hingga gaya hidup. (Editor: Winda Destiana Putri).