Pahami Hukum Pernikahan di Indonesia

Hukum Pernikahan di Indonesia

Indonesia sebagai negara mayoritas pemeluk agama Islam memberlakukan hukum agama Islam dalam pernikahan di Indonesia. Ketentuan dan persyaratan yang wajib dipenuhi sudah diatur dan dituangkan dalam Undang-undang.

Bagi pasangan yang akan menikah dengan menggunakan hukum agama Islam, bisa mendatangi kantor urusan agama setempat. Sedangkan bagi pasangan yang bukan beragama Islam dapat menggunakan hukum perdata. Sedangkan bagi yang masih memeluk ajaran leluhurnya dapat menggunakan hukum adat yang diakui daerah setempat.

Hukum pernikahan di Indonesia terikat oleh aturan adat ataupun peraturan resmi yang ditetapkan oleh pemerintah tentang pernikahan atau perkawinan bagi mempelai laki-laki maupun mempelai perempuan.

Aturan-aturan inilah yang menjadi bukti sahnya sebuah perkawinan sebagaimana pada prosesnya, upacara sakral ini dicatat oleh negara disertai dengan bukti akta nikah dari catatan sipil.

Hukum Pernikahan di Indonesia

Hukum Pernikahan di Indonesia

Sebagai negara yang majemuk, Indonesia memiliki beberapa hukum pernikahan. Di antaranya adalah hukum pernikahan dalam Islam, hukum pernikahan secara perdata, dan terakhir adalah hukum pernikahan secara adat. Berikut adalah penjelasannya secara ringkas:

Hukum Pernikahan dalam Islam

Hukum pernikahan dalam Islam memiliki beberapa rukun dan persyaratan yang harus dipenuhi. Rukun dan persyaratan tersebut, yaitu:

  • Terdapat mempelai laki-laki dan perempuan.
  • Adanya akad (ijab dan kabul) dari wali perempuan yang diterima oleh mempelai laki-laki.
  • Adanya wali dari mempelai perempuan.
  • Adanya dua orang saksi.
  • Syarat-syarat sah pernikahan dalam Islam tersebut wajib dipenuhi. Jika salah satunya tidak terpenuhi, maka pernikahannya dianggap tidak sah.

    Pernikahan dalam Islam biasanya dilakukan dihadapan penghulu. Resminya, penghulu berasal dari Kantor Urusan Agama sekaligus mewakili negara. Agar pernikahannya dapat langsung didaftarkan dan dicatatkan dalam catatan sipil sehingga diakui oleh negara dengan bukti dikeluarkannya buku nikah atau akta pernikahan.

    Hukum Pernikahan secara Perdata

    Hukum pernikahan secara perdata tidak mensyaratkan unsur agama. Inilah salah satu landasan hukum yang digunakan bagi warga nonmuslim yang ingin melakukan pernikahan.

    Landasan hukum pernikahan secara perdata adalah Undang-undang No 1 tahun 1974. Di dalamnya dijelaskan bahwa pernikahan atau perkawinan adalah ikatan lahiriah antara perempuan dan laki-laki dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berlandaskan Ketuhanan Yang Maha Esa.

    Di dalam pasal 2 disebutkan bahwa pernikahan dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaan yang dianutnya.

    Beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam hukum pernikahan secara perdata merujuk pada pasal 6 UU No 1 tahun 1974, adalah sebagai berikut:

  • Terdapat persetujuan dari kedua mempelai.
  • Minimal berusia 21 tahun. Jika belum mencapai usia tersebut wajib mendapat izin dari kedua orang tua.
  • Jika salah satu orang tua meninggal dunia atau tidak bisa dimintai izin karena alasan tertentu, maka dapat meminta izin dari salah satu orang tua yang masih hidup.
  • Jika kedua orang tua sudah meninggal dunia, izin didapatkan dari wali ataupun keluarga yang memiliki hubungan darah dengan garis keturunan lurus ke atas selama masih hidup.
  • Jika tidak ada wali sama sekali, maka dapat melakukan permohonan kepada pengadilan setempat untuk melangsungkan pernikahan.
  • Perkawinan dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan yang dianutnya.
  • Hukum Pernikahan secara Adat

    Hukum Pernikahan Adat

    Hingga saat ini, tercatat ada lebih dari 1340 suku bangsa di Indonesia berdasarkan sensus BPS pada tahun 2010. Suku-suku tersebut memiliki adat dan istiadat masing-masing, termasuk dalam menentukan pernikahan.

    Maka, untuk menentukan hukum pernikahan secara adat akan sangat ditentukan oleh adat yang dipilih. Pada dasarnya proses pernikahan berdasarkan hukum adat tidak terlepas dari hukum pernikahan agama Islam maupun hukum pernikahan secara perdata.

    Sebagai contoh, adat pernikahan dalam budaya Betawi dan Jawa proses intinya tetap sama jika keluarga mempelai menggunakan hukum pernikahan Islam. Perbedaannya hanya terletak pada acara sebelum pernikahan, saat resepsi, dan setelah pernikahan.

    Sementara akad nikah pada umumnya masih dilakukan dengan mengikuti syarat dan rukun agama Islam bagi para pemeluk agama Islam.

    Begitu juga dengan adat istiadat lain yang menggunakan tradisinya masing-masing. Mereka masih tetap bisa melaksanakan tradisi pernikahannya kemudian melangsungkan akad yang dijamin keabsahannya oleh hukum perdata. Kemudian didaftarkan pada catatan sipil.

    Itulah beberapa hukum pernikahan yang digunakan di Indonesia. Kekayaan ragam budaya Indonesia tetap bisa dilestarikan. Bahkan negara pun menjamin bahwa pernikahan dapat diselenggarakan selama sesuai dengan ajaran agama dan kepercayaannya masing-masing berdasarkan kepercayaan kepada Tuhan yang Maha Esa seperti yang tertuang dalam Undang-undang.