Dasar Hukum Waris Islam dan Cara Pembagiannya
Hukum waris Islam adalah aturan yang digunakan untuk membagi harta peninggalan yang berlandaskan dalil di dalam kitab suci Al-Quran, hadis Nabi, dan kesepakatan para ulama. Aturan inilah yang dijadikan pedoman untuk melakukan pembagian warisan.
Kedudukan hukum waris Islam tidak berbeda dengan kedudukan syariat lainnya yang berlandaskan sama, seperti hukum dalam salat, zakat, muamalah dan masalah hukum lainnya.
Setiap musim atau orang yang beragama Islam wajib melaksanakan dan mengamalkan ajaran-ajaran Nabi dan Rasul termasuk menggunakan hukum waris Islam dalam pembagian warisan.
Dasar hukum waris Islam
Dasar hukum waris Islam yang pertama tertera dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Kemudian telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 sebagai Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
Sedangkan dasar hukum waris Islam yang kedua yaitu dari Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.
Syarat waris dalam Islam
Dalam hukum waris Islam bersumber dari Dr. Musthafa Al-Khin dalam kitabnya menyebutkan bahwa terdapat empat syarat utama yang harus dipenuhi sebelum melakukan pembagian warisan, di antaranya adalah sebagai berikut.
- Orang yang mewariskan harta peninggalan benar telah meninggal dunia atau telah ditetapkan oleh hukum bahwa yang bersangkutan telah meninggal dunia jika telah lama hilang atau tidak diketahui keberadaannya.
- Ahli waris masih hidup.
- Ahli waris memiliki hubungan dengan pewaris karena hubungan pernikahan, kekerabatan, dan memerdekakan budak.
- Ahli waris yang ditetapkan oleh hakim berhak menerima warisan.
Dokumen yang perlu dimiliki ahli waris
Untuk mendapatkan haknya ahli waris memerlukan dokumen waris sah dari pewaris yang telah meninggal dunia. Dokumen ini bisa berupa surat keterangan waris dan akta waris, kemudian harus disahkan oleh Lurah dan Camat. Sementara bagi WNI keturunan WNA perlu membuat akta notaris atau akta waris.
Cara membuat dokumen waris
Sebelum membuat dokumen waris ada beberapa hal yang harus kamu lengkapi, yakni identitas semua ahli waris dengan data sebagai berikut.
- Fotokopi KTP dan Kartu Keluarga ahli waris.
- Surat pengantar RT dan RW.
- Surat keterangan kematian pewaris.
- Surat nikah pewaris.
- Akta kelahiran ahli waris.
Kemudian dokumen waris ini ditandatangani oleh dua orang saksi yaitu pihak RT dan RW. Jika sudah, kamu perlu mengajukan tanda tangan Lurah dan Camat untuk memperkuat dokumen waris tersebut.
Rukun waris dalam Islam
Masih menurut Dr. Musthafa Al-Khin bahwa ada tiga rukun warisan yang perlu dipenuhi, yaitu:
- Al-Muwarrits, orang yang mewariskan hartanya (Pewaris),
- Al-Warits, orang yang mewarisi hartanya (Ahli Waris), dan
- Al-Maurutsi, harta warisan yang ditinggalkan oleh pewaris setelah meninggal dunia.
Kelompok ahli waris
Setelah mengetahui apa saja rukun waris dalam Islam yang harus dipenuhi. Selanjutnya untuk mempermudah pembagian waris dibentuklah kelompok ahli waris. Dan kelompok ahli waris ini dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:
- Ashabul Al-Furudh
- Dzulwarabat (Ashabah)
- Dzul-arham (Dzawil-Arham)
Ashabul Al-Furudh
Kelompok yang menerima bagian tertentu. Contohnya ahli waris perempuan dan ahli waris laki-laki seperti anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki, ibu, nenek dari garis ibu dan bapak, saudara perempuan sekandung, sebapak, seibu, istri.
Dengan begitu bagian para ahli waris ashabul Al-Furudh adalah yang terlebih dahulu dikeluarkan dalam pembagian warisan.
Dzulqarabat (Ashabah)
Kelompok yang menerima sisa setelah dilakukan pembagian kepada ahli waris Ashabul Al-furudh.
Dzul-arham (Dzawil-Arham)
Kelompok yang tidak menerima bagian kecuali tidak ada Ashab Al-Furudh dan Dzulqarabat. Contohnya seperti cucu perempuan dari anak perempuan dan kakek dari garis ibu.
Langkah-langkah pembagian warisan dalam hukum Islam
- Menentukan ahli waris yang masih hidup dan berhak mendapatkan warisan.
- Menentukan bagian masing-masing ahli waris antara ashab Al-furuiid (ahli waris yang menerima bagian berdasarkan ketentuan dalam Al-Quran) dan Ashabah (Ahli waris yang mendapatkan sisa setelah semua warisan dibagikan berdasarkan pembagiannya).
- Menentukan asal masalah (kelipatan persekutuan terkecil/KPT), contohnya 1/2 asal masalahnya 2, 1/3 asal masalahnya 3.
- Menentukan siham (Nilai yang dihasilkan dari perkalian KPK dan bagian pasti ahli waris dari golongan ashabul Al-furudh) masing-masing ahli waris.
Tabel pembagian warisan berdasarkan hukum Islam
Ahli Waris | Syarat | Bagian Warisan | |
1 | Istri | Tidak ada anak/cucu Ada anak/cucu | Seperempat Seperdelapan |
2 | Suami | Tidak ada anak/cucu Ada anak/cucu | Setengah Seperempat |
3 | Anak Perempuan | Sendirian tidak ada anak/cucu lain Dua saudara perempuan atau anak perempuan tidak ada anak atau cucu laki-laki | Setengah Dua Pertiga |
4 | Anak Laki-Laki | Sendirian atau bersama anak / cucu (lk/pr) Pemberian antara laki-laki dan perempuan 2 banding 1 | Sisa seluruh harta setelah dibagi |
5 | Ayah Kandung | Tidak ada anak/cucu Ada anak/cucu | Sepertiga Seperenam |
6 | Ibu Kandung | Tidak ada anak/cucu dan tidak ada dua saudara atau lebih dan tidak bersama ayah kandung Ada anak/cucu dan atau ada dua saudara atau lebih dan tidak bersama ayah kandung Tidak ada anak/cucu dan tidak ada dua saudara atau lebih tetapi bersama ayah kandung | Sepertiga Seperenam Sepertiga dari sisa sesudah diambil istri/janda atau suami/duda |
7 | Saudara Laki-Laki atau Perempuan Seibu | Sendirian tidak ada anak/cucu dan tidak ada ayah kandung Dua orang lebih tidak ada anak/cucu dan tidak ada ayah kandung | Seperenam Sepertiga |
8 | Saudara perempuan kandung atau seayah | Sendirian tidak ada anak/cucu dan tidak ada ayah kandung Dua orang lebih tidak ada anak/cucu dan tidak ada ayah kandung | Setengah Dua Pertiga |
9 | Saudara laki-laki kandung atau seayah | Sendirian atau bersama saudara lain dan tidak ada anak/cucu dan tidak ada ayah kandung Pembagian laki-laki dan perempuan 2:1 | Sisa seluruh harta setelah dibagi pembagian lain |
10 | Cucu/keponakan (anak saudara) | Menggantikan kedudukan orang tuanya yang menjadi ahli waris. Persyaratan berlaku sesuai kedudukan ahli waris yang digantikan | Sesuai yang diganti kedudukannya sebagai ahli waris |
Sumber: Nasichum Amin, M.Ag (Penghulu Muda KUA Kecamatan Gresik, Jawa Timur)
Hukum waris Islam memang memiliki perhitungan yang lebih kompleks jika dibandingkan dengan hukum waris adat ataupun hukum waris perdata. Namun demikian, sudah ada salah satu bidang keilmuan yang membahas tentang hukum waris Islam secara khusus yaitu Ilmu Faraidl.
Simulasi perhitungan warisan berdasarkan hukum waris Islam
Untuk dapat memberikan gambaran perhitungan warisan, kita akan bahas melalui contoh kasus berikut.
Danu memiliki ahli waris yaitu ayah dan ibu Danu, serta istri dan ketiga anaknya bernama Mamat, Ita, dan Nina. Sebelum berlanjut ke simulasi hitung warisnya, kita bagi terlebih dahulu berdasarkan kelompok ahli waris.
Dalam hal ini ayah, ibu dan istri Danu masuk dalam golongan kelompok ahli waris dzulfaraidh jadi bagiannya sudah ditentukan masing-masing. Bagian ayah dan ibu Danu adalah ⅙ sedangkan istrinya mendapat ⅛ bagian. Nah sisa pembagian itu diberikan kepada anak-anak Danu.
Anak-anak Danu termasuk kelompok ahli waris ashabah pembagiannya adalah anak laki-laki mendapat dua kali lebih besar dibanding anak perempuan, perbandingannya adalah 2:1.
Setelah mengetahui kelompok ahli tersebut, hal selanjutnya adalah menghitung besaran waris yang diterima masing-masing orang. Mulanya harta yang Danu dan istrinya miliki dikeluarkan setengahnya, kemudian setengahnya lagi dianggap menjadi satu bagian utuh.
Nah harta inilah yang nantinya akan kita hitung untuk dibagikan kepada masing-masing ahli waris. Ayah dan ibu Danu masing masing mendapat ⅙ dan jika di cari pecahan yang sama menjadi 4/24 bagian. Sedangkan istri Dnu mendapatkan ⅛ bagian yakni setara dengan pecahan 3/24.
Nah untuk mencari tahu sisanya yaitu:
= 24/24 – ( 4/24 + 4/24 + 3/24 )
= 24/24 – 11/24
= 13/24
Jika sudah dapat hasilnya, maka 13/24 ini merupakan bagian milik anak-anak Danu. Kemudian karena perbandingan laki-laki dan perempuan adalah 2:1 artinya dihitung sebagai berikut.
Mamat | 2/4 x 13/24 = 26/96 |
Ita | ¼ x 13/24 = 13/96 |
Nina | ¼ x 13/24 = 13/96 |
Dengan begitu, kini semua ahli waris telah mendapatkan bagiannya masing-masing, yang jika digabungkan menjadi pas satu bagian.
Ayah + Ibu + Istri + Mamat + Ita + Nina 16/96 + 16/96 + 12/96 + 26/96 + 13/96 + 13/96 = 96/96 = 1 |
Perlu diketahui bahwa di dalam hukum waris adat maupun hukum waris perdata, ahli waris masih bisa menolak warisan.
Namun berbeda dengan aturan hukum waris Islam yang mewajibkan ahli waris untuk menerima warisan sebagai salah satu bentuk ketaatan terhadap tuntunan agama Islam.
Persiapkan dana warisan dengan asuransi jiwa unitlink
Asuransi jiwa unit link adalah produk perlindungan finansial yang menggabungkan antara manfaat proteksi dan investasi. Dengan menjadi nasabah asuransi jiwa unitlink, kamu telah memberikan jaminan keamanan keuangan untuk keluarga andai kamu mengalami musibah yang mengakibatkan tidak bisa bekerja lagi.
Manfaat proteksi ini berwujud santunan tunai. Uang tunai ini bisa digunakan untuk keluargamu untuk membayar utang jika ada atau menggunakannya sebagai modal usaha sehingga keluargamu bisa mendapatkan pemasukan yang baru.
Di samping itu, masih ada manfaat investasi yang didapatkan dari asuransi jiwa unitlink. Jadi sebagian dari premi yang kamu bayarkan secara rutin, sebagiannya akan digunakan untuk diinvestasikan di reksadana atau instrumen lainnya. Keuntungan dari investasi ini pada akhirnya bisa diberikan kepada keluargamu atau orang yang kamu tunjuk sebagai ahli waris. Dengan begitu, uang ini bisa diartikan sebagai harta warisan.
Jika kamu tertarik untuk mendapatkan manfaat asuransi jiwa unitlink, jangan ragu untuk bertanya lebih lanjut melalui fitur Tanya Lifepal!
FAQ seputar hukum waris
- Adat patrilineal. Dalam adat patrilineal, ahli waris yang berhak menerima peninggalan harta dari pewaris adalah anak laki-laki yang terdapat di dalam keluarga tersebut.
- Adat matrilineal. Berkebalikan dengan adat patrilineal, sistem adat ini membagi harta pewaris mengarah ke ahli waris utama yakni pihak anak perempuan.
Kemudian terdapat dua cara mewariskan yaitu berdasarkan Undang-Undang atau tanpa surat dan satu lagi mewariskan berdasarkan surat wasiat dari pewaris.