Hutang dalam Islam – Pengertian, Hukum, dan Jenisnya

Anggaran Utang Syariat

Tidak ada larangan untuk memiliki utang dalam Islam. Bahkan Islam menganjurkan untuk menolong orang lain yang sedang kesulitan, apalagi yang sedang terlilit utang.

Namun, seorang muslim dilarang terlibat utang piutang yang disertai dengan riba atau bunga.

Pengertian utang dalam pandangan Islam sangat sederhana. Utang adalah transaksi antara kedua belah pihak dengan pengertian pihak pertama menyerahkan uang kepada pihak kedua secara sukarela untuk dikembalikan lagi pada waktu yang sudah ditentukan sesuai dengan perjanjian.

Hukum utang menurut pendapat para ulama adalah mubah atau boleh. Pihak yang melakukan utang piutang dianjurkan untuk menentukan waktu pengembalian utang yang dituangkan dalam perjanjian tertulis serta disaksikan secara langsung oleh saksi-saksi yang ada. 

Prinsip Hutang dalam Islam

Prinsip Hutang Dalam Islam

Islam sudah mengajarkan beberapa prinsip atau adab dalam utang piutang. Di antaranya dijelaskan dalam poin-poin berikut.

1. Mencatat utang

Transaksi utang piutang sebaiknya dicatat dengan jelas. Pencatatan dilakukan dengan mencantumkan jumlah harta atau barang yang dipinjam dan tanggal jatuh tempo pembayaran. Perjanjian tersebut bisa ditulis dalam bentuk surat perjanjian atau bukti tertulis lainnya.

Untuk menguatkan bahwa telah terjadi transaksi utang piutang bisa ditambahkan saksi-saksi yang juga ikut menandatangani surat perjanjian. Pencatatan tersebut dimaksudkan untuk memperkuat transaksi agar ahli waris bisa menunaikan kewajibannya kelak jika salah satu pihak meninggal dunia.

2. Segera membayar utang

Saat terjadi transaksi utang piutang maka terjadi akad. Bagi pihak yang berutang diwajibkan untuk segera memenuhi kewajiban membayar utangnya sesuai dengan jatuh tempo. Maka, penuhilah janji untuk menepati pembayaran utang berdasarkan akad atau perjanjian yang sudah disepakati di awal.

3. Utang hanya untuk kebutuhan mendesak

Islam memang membolehkan berutang atau memberikan piutang untuk membantu orang lain yang sedang kesulitan. Namun demikian, berutang tidak dianjurkan jika menjadi kebiasaan. Apalagi jika tujuannya hanyalah tujuan konsumtif belaka, seperti membeli ponsel baru atau dana untuk membeli kendaraan.

Oleh karena itu, berutanglah jika dalam kondisi mendesak saja. Agar tidak terbiasa berutang. Anda juga bisa mulai menyisihkan setidaknya 10 persen dari pendapatan untuk dana darurat. Agar saat dibutuhkan, Anda tidak perlu mencari utang dari orang lain.

4. Menagih utang

Salah satu yang menjadi kendala bagi pemberi utang adalah saat utang sudah jatuh tempo namun belum ada pembayaran. Dalam kondisi demikian, pemberi utang berhak untuk menagih utang dengan cara yang baik. 

Tidak ada salahnya untuk mengingatkan jatuh tempo kepada pihak yang berutang sebagaimana terdapat kemungkinan dia terpaksa menggunakan uang pembayaran untuk keperluan darurat lain dan belum mendapatkan penggantinya untuk melunasi utang.

5. Menggunakan jaminan atau agunan

Prinsip dalam utang piutang adalah tidak ada yang terzalimi dan menzalimi. Oleh karena itu, Islam tidak mempermasalahkan jika ada agunan atau jaminan dengan nilai yang setara dengan uang yang dipinjam. Dengan catatan, hal tersebut hanya bertujuan agar pihak yang berutang bisa segera melunasi sesuai dengan jatuh temponya. 

Penghapusan Hutang dalam Islam

Utang merupakan beban yang paling berat di akhirat. Sesuai hukum Islam, seseorang yang meninggal dunia dalam keadaan berutang akan membuatnya terhalangi dari pintu Surga. Itulah alasan mengapa warisan harus digunakan untuk membayarkan utang terlebih dahulu sebelum dibagikan kepada ahli waris.

Adapun jika orang yang berutang masih hidup dan mengalami kesulitan dalam membayarkan utangnya, ada beberapa jalan yang dapat ditempuh, di antaranya berikut ini.

1. Memberikan keringanan perpanjangan waktu pelunasan

Pembayaran utang harus sesuai dengan tanggal jatuh tempo. Adapun jika orang yang berutang masih belum bisa membayarkan sesuai dengan perjanjian di awal, pihak yang memberikan utang dapat memberikan keringanan berupa perpanjangan waktu pelunasan.

Kondisi tersebut dapat dilakukan jika ternyata orang yang berutang masih belum mendapatkan kelapangan rezeki. Lain halnya jika orang yang berutang sengaja menunda-nunda pembayaran. Dalam kondisi tersebut, pihak pemberi utang berhak menagih utang sesuai dengan jatuh tempo yang sudah disepakati.

2. Memberikan keringanan dengan membebaskan sebagian maupun keseluruhan utang

Dalam Islam diajarkan untuk memberikan keringanan, terutama bagi orang yang berutang dan masih dalam kondisi kesulitan. Dalam kondisi demikian, pemberi utang bisa membebaskan sebagian utangnya sesuai dengan kerelaan maupun membebaskan seluruh utangnya. 

Itulah beberapa hal yang perlu Anda ketahui tentang utang piutang dalam Islam. Islam mengajarkan untuk saling membantu dan tolong-menolong bagi mereka yang mengalami kesulitan. Di dalam Alquran dijanjikan bahwa orang-orang yang memberikan kelapangan atau melepaskan saudaranya dari kesulitan akan dijanjikan tempat terbaik di sisi-Nya.