Jangan Cuma Bisa Merintah, Gini Caranya Jadi Atasan yang Baik dan Menginspirasi

jadi atasan yang baik

Semua orang bisa menjadi atasan. Tapi gak semuanya mampu bertindak sebagai atasan yang baik dan menginspirasi.

Dalam dunia kerja, atasan merupakan panutan bagi bawahan. Namun di balik itu, atasan juga kerap dipandang sebagai “musuh” karena tugas-tugas yang diberikan.

Inilah yang perlu kita luruskan. Jangan sampai relasi kerja jadi kaku dan gak harmonis. Dampaknya bukan main-main, lho. Situasi ini bisa bikin perkembangan perusahaan jadi stagnan, bahkan merosot.

Berikut ini dijelaskan sikap do’s and don’ts buat para atasan agar bisa menjadi atasan yang baik dan menginspirasi:

Do’s

1. Jujur

Sikap pertama ini sekaligus menjadi yang utama. Sebagai atasan, wajib memberikan contoh perbuatan jujur buat anak buah.

jadi atasan yang baik
Kalau jadi atasan aja gak jujur gimana mau dihormati anak buah (jujur/INC)

Misalnya ketika salah dalam suatu proyek atau rapat, ya akuilah kesalahan itu. Minta maaf. Bukan malah menimpakan kesalahan ke bawahan.

Kalau kesalahan disorongkan ke anak buah melulu, mereka bakal menjauh. Justru kalau memungkinkan, pasang badan ketika ada bawahan yang berbuat salah. Asal bukan kesalahan fatal ya. Harapannya, mereka jadi sadar dan segan kepada kita.

Ini berlaku juga untuk sebaliknya. Ketika bawahan melakukan kesalahan, jujur saja dan tegur langsung. Jangan hanya karena takut konflik, akhirnya kesalahan anak buah dibiarkan terjadi tanpa konsekuensi.

Jika begini, nanti mereka tidak akan belajar dari kesalahan, dan akibatnya kesalahan yang sama bisa terjadi berulang kali.

2. Tegas

Tegas berbeda dengan keras. Atasan harus tegas antara lain dalam memberi perintah dan keputusan.

Contohnya saat anak buah bertanya apakah bisa menunda pekerjaan karena alasan tertentu. Lihat urgensi pekerjaan itu dan alasan yang diberikan. Bila dirasa pekerjaan harus segera selesai dan alasan tidak mendesak, tolak dengan tegas permintaan itu.

3. Konsisten

Konsistensi sikap juga diperlukan, antara lain saat memberikan tugas. Pikirkan dengan baik tugas yang akan diberikan sebelum mendelegasikannya kepada anak buah.

jadi atasan yang baik
Konsisten ibarat kereta, mereka selalu pindah jalur di rute yang sudah ditetapkan. (rel kereta/zoom insoft)

Si A, misalnya, diminta mengerjakan bagian XYZ, ya sudah. Jangan tiba-tiba di tengah jalan meralatnya jadi ABC. Bisa dibayangkan betapa mangkelnya si A bila sudah mulai mengerjakan XYZ, atau malah hampir selesai.

Konsistensi juga bisa ditunjukkan dari seberapa teguh seorang atasan menjalankan program atau kebijakan perusahaan. Jangan dikit-dikit ganti haluan, bawahan pun bisa jadi bingung dan gak respect sama kamu nanti.

4. Komunikatif dan terbuka

Komunikasi dalam dunia kerja semestinya dilakukan dua arah. Dialog itu membutuhkan keterbukaan, baik dari atasan maupun bawahan.

Dari sisi atasan, sikap komunikatif dan terbuka bakal mendekatkan hubunganmu dengan bawahan. Bisa dimulai dari yang simpel, seperti menyapa saat bertemu di lift. Atau ikut makan siang bersama mereka, sesekali membayari tapi pakai kartu kredit yang sedang ada diskon boleh juga.

Don’ts:

1. Dekat tapi profesional

Sambungan dari poin 4 bagian do’s, kedekatan bawahan dengan atasan mesti dibatasi dalam lingkup profesionalitas. Bila sudah masuk ke hal pribadi, misalnya curhat suami suka pulang malam, berbahaya.

Bisa-bisa hubungan jadi lebih dari sekadar bawahan-atasan. Jadi teman tapi mesra, misalnya. Ini bisa mempengaruhi performa kerja, terutama buat atasan saat melakukan penilaian terhadap anak buah. Hati-hati.

2. Otoriter

Biarlah Kim Jong-un saja yang jadi pemimpin otoriter. Sikap sewenang-wenang atasan terhadap bawahan sama sekali gak direkomendasikan.

jadi atasan yang baik
mau sok-sokan diktator? Jangan di kantor bos. Bikin negara sendiri, dan pemerintahan sendiri, nah baru deh pas (otoriter/Womany)

Bagaimanapun, harus ada kerja sama timbal balik antara atasan dan bawahan. Gak peduli sehebat apa pun kita, input atau pendapat dari bawahan perlu didengar.

Kita tetaplah manusia, yang gak luput dari kesalahan dan keterbatasan. Percaya diri boleh saja, tapi gak ada ruginya mempertimbangkan gagasan orang lain ketika akan membuat keputusan.

3. Gak tahu waktu

Jangan samakan beban kerja kita sebagai atasan dengan bawahan. Mungkin kita sebagai orang yang jabatannya lebih tinggi dituntut kerja juga saat weekend atau dinihari. Tapi buat bawahan, tugas yang kita berikan pada waktu-waktu krusial itu bisa menjadi beban 1.000 ton.

“Kan itu sudah tugasnya. Kalau gak gitu, gimana bisa maju.” Ya, mungkin itu bisa jadi dalih kita. Tapi coba kalau kita bertukar posisi. Tiba-tiba saat weekend bareng keluarga atau pacar ditelepon atasan buat bikin laporan ABC.

jadi atasan yang baik
Apapun alasannya, kalau memang itu adalah waktu istirahat, gak perlu direspons. Jatah kerja kamu kan 9 jam sehari (tidur di depan laptop/fitt)

Kesal pastinya bukan? Bila memang mendesak, bisa kita minta bantuan mereka saat bukan jam kerja. Namun jangan lupa terangkan pentingnya tugas itu, dan berikan reward yang pantas agar mereka merasa dihargai.

Jadi atasan memang susah-susah gampang. Mungkin saat masih jadi bawahan kelihatannya enak melihat atasan perintah ini-itu doang.

Padahal di belakang itu ada tanggung jawab yang besar sebagai pengambil keputusan. Bila saat ini masih berstatus bawahan, curi start untuk tahu cara jadi atasan yang baik dan menginspirasi seperti contoh di atas.

Kalau saat ini sudah jadi atasan, pastikan poin-poin tersebut terpenuhi. Kita tentunya gak mau gonta-ganti bawahan yang resign terus lantaran sikap kita yang dianggap kurang mumpuni selaku atasan.

 

 

Yang terkait artikel ini:

[Baca: 7 Tanda Diperbudak Atasan: Cek Dulu Apakah Kamu Korbannya?]

[Baca: Ngerasa Gak Kreatif? Eits, Cobain Nih Cara Jadi Kreatif Buat Keuangan dan Karir]

[Baca: Ketika Teman Jadi Atasan, Jangan Jadi Gak Profesional Dong!]