Lembar Saham: Pengertian, Cara Menghitung Harga, dan Laba

lembar saham

Saham atau pasar modal merupakan salah satu instrumen investasi yang cocok untuk dijajal saat ini. Dengan pemahaman serta analisis fundamental dan teknikal yang baik, maka investasi saham bisa memberikan cuan alias keuntungan yang menarik. 

Saham sendiri adalah bukti kepemilikan nilai sebuah perusahaan atau bukti penyertaan modal. Pemilik saham pun punya hak untuk mendapat dividen sesuai dengan jumlah saham yang dimiliki, misalnya berapa lembar saham yang dimiliki. 

Nah, jika pengertian saham sudah dipahami, sebagian dari kita masih belum paham apa itu lembar saham. Kenapa sih saham dibagi per lembar? Lifepal membahasnya secara rinci untuk kamu.

Apa itu lembar saham?

Secara sederhana, lembar saham adalah satuan kepemilikan saham berdasarkan nilai modal dan porsi kepemilikan terhadap keseluruhan modal awal. Memang agak ribet menjelaskan pengertian lembar saham ke dalam definisi yang mudah dipahami. Namun, ada cara lain untuk memahami pengertiannya ini. Mari pakai contoh kasus. 

Misalnya, kamu dan dua orang teman kamu ingin membuat sebuah usaha patungan dalam bentuk perseroan terbatas (PT). Modal awal yang dibutuhkan untuk membangun PT adalah Rp5 miliar. Dari angka itu, kamu menyetorkan modal awal Rp3 miliar, sementara teman kamu menyetorkan masing-masing Rp1 miliar dan Rp1 miliar. 

Dengan kondisi tersebut, maka bisa disimpulkan porsi kepemilikan saham perusahaan masing-masing:

  • Kamu memiliki porsi 60 persen, dari Rp3 miliar/Rp5 miliar.
  • Sedangkan kedua teman kamu masing-masing memiliki porsi 20 persen, dari Rp1 miliar/Rp 5 miliar
  • Kemudian kita memahami bahwa nilai kapitalisasi dari perusahaan di atas adalah Rp5 miliar. Kemudian kita bicara mengenai nominal per lembar saham. Hal ini bergantung pada kesepakatan seluruh pemilik modal. Misalnya, dalam kasus di atas, seluruh pemilik modal sepakat bahwa harga per lembar saham adalah Rp5.000 per lembar. 

    Dengan begitu, maka jumlah lembar saham yang dimiliki masing-masing pemodal adalah:

  • Kamu dengan porsi kepemilikan 60 persen memiliki, 600.000 lembar saham (Rp 3 miliar/Rp 5.000)
  • Kedua temanmu dengan porsi kepemilikan 20 persen memiliki 200.000 lembar saham (Rp 1 miliar/Rp 5.000)
  • Selain perhitungan itu, kita juga bisa simpulkan bahwa banyak sedikitnya lembar saham juga akan memengaruhi harga saham. Banyak atau sedikitnya di pasaran ini disebut sebagai outstanding shares

    Cara menghitung harga saham per lembar

    Menghitung harga wajar sebuah saham perlu dilakukan dalam menentukan keputusan investasi. Sepanjang pandemi yang lalu, banyak investor yang baru masuk pasar modal dan membeli saham tertentu hanya karena tren. Mereka tidak memahami analisis fundamental dan teknikal, sehingga membeli saat harga saham sudah terlampau tinggi. Setelahnya, bisa ditebak. Saat harga saham turun kembali, mereka justru merugi. 

    Investor saham senior, Lo Kheng Hong, pernah menyampaikan prinsip dalam menentukan saham yang layak dibeli adalah dengan menemukan saham yang ‘salah harga’. Salah harga di sini maksudnya adalah saham yang memiliki harga pasar di bawah nilai fundamentalnya. Maksudnya, harga saham terlalu murah jika dibanding nilai sebenarnya. 

    Lantas bagaimana cara menilai harga ideal sebuah saham? Salah satu cara paling umum adalah dengan mengukur price earning ratio (PER) atau rasio harga saham terhadap laba bersih. Semakin tinggi nilai PE, maka harga saham sebuah emiten semakin terlalu mahal. Semakin rendah nilai PER, maka harga saham sebuah emiten terlalu murah. 

    Harga saham yang terlalu murah inilah yang berpeluang untuk memberikan keuntungan di masa depan, saat harganya bergerak ke nilai ideal. Sebaliknya, harga saham yang kemahalan memiliki kecenderungan untuk turun ke nilai fundamentalnya.

    PER ini dihitung dengan membagi harga saham di pasaran dengan earning per share (EPS) atau laba per saham. Laba per saham ini didapat dari laba bersih perusahaan dibagi dengan jumlah saham yang beredar. 

    Meski begitu, cara ini tidak mutlak benar. Sejumlah pengamat investasi menilai bahwa nilai PER yang tinggi justru menunjukkan harapan investor terhadap harga saham sebuah emiten yang ideal. Jadi, kembali lagi kepada kepercayaan setiap investor. 

    Metode lain untuk menentukan harga ideal sebuah saham adalah dengan menghitung price to book value atau rasio saham terhadap nilai buku. Caranya tentu dengan membagi harga saham per lembar dengan nilai buku per lembarnya. 

    Cara menghitung laba per lembar saham

    Laba per saham disebut sebagai earning per share alias EPS. EPS ini adalah laba bersih perusahaan dalam satu periode per jumlah saham yang beredar di pasaran. EPS ini menjadi tolok ukur profitabilitas dari sebuah perusahaan. Berikut rumusnya:

    Laba per saham dasar= (Laba bersih setelah pajak – dividen) : jumlah saham yang beredar

    Meski begitu, rumus ini masih perlu memperhatikan beberapa parameter yang bisa mengubah rata-rata tertimbang dari saham, di antanya:

  • Pembagian dividen, baik itu saham bonus ataupun saham biasa.
  • Adanya penerbitan rights issue atau Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) untuk investor lama.
  • Stock splits atau pemecahan saham.
  • Dilakukannya penggabungan saham.
  • Pertanyaan seputar lembar saham

    Lembar saham adalah satuan kepemilikan saham berdasarkan nilai modal dan porsi kepemilikan terhadap keseluruhan modal awal.
    Salah satu cara paling umum adalah dengan mengukur price earning ratio (PER) atau rasio harga saham terhadap laba bersih. Makin tinggi nilai PE, maka harga saham sebuah emiten semakin terlalu mahal. Semakin rendah nilai PER, maka harga saham sebuah emiten terlalu murah. 

    Harga saham yang terlalu murah inilah yang berpeluang untuk memberikan keuntungan di masa depan, saat harganya bergerak ke nilai ideal. Sebaliknya, harga saham yang terlalu mahal memiliki kecenderungan untuk turun ke nilai fundamentalnya.

    Perusahaan asuransi yang baik bagi tiap-tiap nasabah tentu saja berbeda-beda. Misal, untuk yang berusia lanjut, tentu asuransi kesehatan terbaik adalah yang menanggung hingga usia 100 tahun. Namun, untuk yang memiliki riwayat penyakit kritis dalam keluarga, maka asuransi kesehatan terbaik adalah yang menanggung risiko penyakit kritis sekaligus. Kembali lagi harus disesuaikan dengan profil nasabah. Jadi, jangan hanya berfokus pada premi murah saja.