PBB P2 – Pengertian, Cara Mendaftar dan Menghitung Nilai Pajak
Pengertian PBB P2 atau Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah jenis pajak yang dikenakan pada tanah dan bangunan. Pengenaan pajak tanah dan bangunan tersebut dipungut dan dikelola oleh pemerintah daerah.
Mengacu pada Undang-Undang No.28 Tahun 2009, mengamanatkan Menteri Keuangan dengan Menteri Dalam Negeri mengalihkan PBB P2 kepada pemerintah daerah sebagai pajak daerah, per 1 Januari 2014.
Artinya pemungutan dan pengelolaan PBB P2 menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Pengelolaan pajak yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah ini otomatis berpengaruh terhadap Penerimaan PAD dari sektor PBB.
Apa itu PBB P2?
PBB P2 merupakan kepanjangan dari Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan. Merujuk pada undang-undang Pasal 1 angka 37 UU PDRD (Pajak Daerah dan Retribusi Daerah), jenis pajak ini mengenakan pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
Sedangkan yang dimaksud bumi pada pengenaan pajak tersebut adalah adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah kabupaten/kota.
Bangunan dalam PBB P2 adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan pedalaman dan/atau laut.
PBB P2 untuk pemungutan dan pengelolaannya dipegang langsung oleh pemerintah daerah.
Objek pajak PBB P2
Bila melihat dari rujukan UU, maka objek pajak PBB P2 adalah bumi dan bangunan yang ada di wilayah perdesaan dan perkotaan.
Objek yang dikenakan pada PBB P2 adalah bumi dan atau bangunan di sini adalah jalan lingkungan yang terletak dalam satu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik, dan emplasemennya, yang merupakan suatu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut.
Selain itu juga jalan tol, kolam renang, pagar mewah, tempat olahraga, galangan kapal, dermaga, taman mewah, tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak, dan menara.
Sedangkan, Objek Pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah objek pajak yang:
- digunakan oleh Pemerintah dan Daerah untuk penyelenggaraan pemerintahan;
- digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan;
- digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu;
- merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak;
- digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik; dan
- digunakan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Merujuk pada Pasal 80 ayat (1) UU PDRD, tarif tertinggi yang ditetapkan pada PBB-P2 yaitu 0,3%. Hanya saja, sebagai catatan, besaran penarikan pajak tergantung dari kebijakan pemerintah daerah setempat.
Sedangkan besaran Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan paling rendah sebesar Rp10 juta untuk setiap wajib pajak.
Perbedaan PBB-P2, PBB-P3, dan BPHTB
Berbicara pengelolaan, PBB sendiri terbagi menjadi dua yaitu PBB P2 yang dikelola oleh pemerintah daerah dan PBB P3 yang dipungut dan dikelola oleh pemerintah pusat.
Bila tarif maksimal PBB P2 adalah 0,3 persen dan atau tarifnya tergantung dari kebijakan pemerintah daerah setempat. Berbeda dengan PBB P3 yang memiliki tarif tunggal yaitu 0,5 persen.
Dengan nilai batas PBB yang tidak dikenakan pajak atau yang disebut nilai jual objek pajak tidak kena pajak (NJOPTKP). Nilai NJOPTKP untuk PBB-P2 ditetapkan paling rendah RP 10 juta bagi setiap Wajib Pajak. Sedangkan untuk PBB-P3, NJOPTKP dikenakan sebesar Rp 12 juta.
Perbedaan lain dari PBB P2 dan PBB P3 lainnya adalah pada saat perhitungan. Dimana PBB P2 tidak terdapat nilai jual kena pajak (NJKP) yang merupakan suatu persentase tertentu dari nilai jual objek pajak (NJOP). Sedangkan dalam perhitungan dasar PBB-P3 terdapat NJKP, yang ditentukan serendah-rendahnya 20% dan setinggi-tingginya 100% dari NJOP.
Mengacu pada Pasal 1 PP No. 25 Tahun 2002, objek pajak PBB sektor perkebunan, pertambangan besar, dan kehutanan sebesar 40 % dari NJOP. Untuk sektor lainnya, sebesar 40% dari NJOP apabila NJOP-nya mencapai Rp 1 miliar atau lebih. Sementara itu, untuk sektor dengan NJOP dibawah 1 miliar, NJKP ditetapkan 20%.
Sedangkan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan atau BPHTB adalah jenis pajak yang dikenakan saat pembelian rumah atau properti lainnya. Besarnya BPHTB adalah 5% dari nilai transaksi setelah dikurangi NJOPTKP.
Cara mendaftarkan e-SPPT PBB P2
PBB P2 adalah pengenaan pajak atas bumi dan bangunan yang dikuasai, atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan. Besaran pajak yang dikenakan tergantung pada nilai pajak yang melekat pada tanah dan bangunan yang terdapat pada objeknya.
Artinya, nilai pajak ditentukan dari luas tanah dan bangunan juga faktor strategis objek pajak tersebut. Jadi, semakin strategi lokasi objek pajak maka nilai pajak yang dipungut pun akan tinggi juga.
Pemerintah daerah akan memberikan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (SPPT PBB P2). Biasanya SPPT PBB P2 berbentuk surat, dan untuk mengurusnya pun harus manual.
Nah, belum lama ini DKI Jakarta melalui Bapenda mulai menggunakan SPPT PBB P2 elektronik atau lebih dikenal dengan e-SPPT PBB P2. Selain untuk mengurangi penggunaan kertas, penggunaan PBB P2 online memudahkan bagi wajib pajak melakukan pembayaran.
Lalu, untuk mendapatkan bukti e-SPPT PBB, kamu harus melakukan pendaftaran terlebih dulu. Begini cara pendaftarannya:
- Buka situs https://pajakonline.jakarta.go.id/
- Klik menu e-SPPT
- Klik Daftar e-SPPT PBB
- Isi dengan lengkap dan benar data objek pajak, antara lain NOP PBB-P2, Nama Wajib Pajak (sesuai SPPT), dan Tahun SPPT. NOP PBB P2 adalah nomor identitas objek pajak sebagai sarana administrasi dalam perpajakan.
- Selanjutnya isi data pengunduh, seperti pilih Perorangan/Badan, Domisili Pengunduh, Hubungan Pengunduh dengan Wajib Pajak sesuai SPPT
- Jika pengunduh berdomisili di DKI Jakarta, maka wajib memasukkan NIK. Sedangkan bila pengunduh bertempat tinggal di luar DKI Jakarta, maka diharuskan untuk mengisi NPWP
- Pilih Wajib Pajak Sendiri bila kamu merupakan wajib pajak sesuai SPPT dan yang mendaftar. Namun bila bukan wajib pajak, maka pilih status apakah sebagai orang tua, suami/istri, anak, atau kuasa di bagian Hubungan Pengunduh dengan Wajib Pajak
- Isi nomor HP pengunduh, alamat email, dan konfirmasi alamat email
- Klik di kolom kecil pernyataan
- Klik kolom kode Captcha
- Lalu klik Kirim
- Sistem akan melakukan verifikasi data dan kamu akan mendapat email dari Bappeda DKI Jakarta
- Klik link yang ada di email untuk download e-SPPT PBB kamu.
Contoh perhitungan PBB P2
Sebelumnya perlu dipahami terlebih dasar pengenaan pajak bumi dan bangunan dan juga tarif PBB juga NJOPTKP merupakan bagian yang tidak terpisahkan. Nilai PBB pun didasarkan dari nilai jual objek pajak (NJOP) tanah atau bangunan terkait. Agar nggak bingung, berikut cara menghitung PBB P2.
Misalnya, kamu memiliki rumah dengan bangunan 200 m2 di atas tanah 300 m2. Berdasarkan NJOP, harga tanah adalah Rp1.500.000 per m2 dan nilai bangunan Rp1.200.000 per m2. Berapa besaran PBB yang harus dibayar?
Harga tanah | 300 m2 x Rp1.500.000 | Rp450.000.000 |
Harga Bangunan | 200 m2 x Rp1.200.000 | Rp240.000.000 |
NJOP sebagai dasar pengenaan PBB | Rp690.000.000 | |
NJOP Tidak Kena Pajak | Rp10.000.000 | |
NJOP untuk penghitungan PBB | Rp680.000.000 | |
PBB P2 yang terutang | 0,1% x Rp680.000.000 | Rp680.000 |
PBB yang harus dibayarkan adalah | Rp680.000 |
Demikianlah pembahasan mengenai PBB P2, semoga dapat menambah wawasan kamu seputar paja, ya.
Tips dari Lifepal! Selalu bayar pajak kamu tepat waktu, ya. Entah itu pajak bumi bangunan, pajak kendaraan dan lainnya. Membayar pajak tepat waktu merupakan salah satu bentuk kontribusi paling nyata untuk membantu negara dalam pembangunan nasional.
Pentingnya asuransi untuk hadapi risiko tak terduga
Ada banyak hal yang akan terjadi yang bisa membuat kehilangan nyawa. Dengan memiliki perlindungan asuransi jiwa, nasabah akan terlindungi secara finansial ketika mendapat musibah yang membuatnya cacat total dan meninggal dunia. Produk asuransi akan memberikan uang pertanggungan (UP), berupa sejumlah uang yang akan cair jika terjadi risiko meninggal dunia.
Cari tahu tips memilih asuransi jiwa terbaik dengan menyaksikan video berikut ini:
Selain itu, kamu juga bisa memberikan jaminan ganti rugi atas risiko yang terjadi pada harta benda dan atau kepentingan yang dipertanggungkan, mulai dari kerusakan akibat bencana hingga kesalahan manusia dengan memiliki asuransi properti.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun, unit apartemen atau rumah susun wajib diasuransikan. Baik itu rumah yang dibeli secara tunai maupun lewat Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
Asuransi properti di Indonesia sendiri terbagi menjadi dua, yaitu asuransi rumah dan asuransi bisnis. Perbedaannya sederhana, yaitu asuransi rumah untuk hunian atau rumah tinggal dan asuransi bisnis propertinya digunakan untuk menjalankan usaha. Keduanya memberikan proteksi finansial dalam bentuk jaminan ganti rugi jika properti yang diasuransikan mengalami risiko kebakaran, pencurian, dan bencana alam.
Jadi, mengingat risiko terhadap seseorang merupakan hal yang bisa terjadi tiba-tiba, maka kita harus melindungi diri dan juga properti dengan asuransi. Temukan polis asuransi sesuai kebutuhan dengan premi yang lebih terjangkau di Lifepal!
Pertanyaan seputar PBB P2
Untuk penjelasan lebih rinci bisa kamu lihat di artikel Lifepal ini.