Mengenal Reksadana Terproteksi, Kelebihan dan Kekurangannya

reksadana terproteksi

Kamu mungkin sudah akrab dengan reksadana, salah satu instrumen investasi pasar modal yang banyak diminati masyarakat serta jenis-jenisnya. Tapi, pernahkah kamu mendengar reksadana terproteksi? 

Reksadana terproteksi mungkin cocok untuk kamu yang saat ini sedang mencari produk investasi minim risiko. Meski minim risiko, imbal hasilnya nggak kalah dengan instrumen lainnya, lho.

Untuk itu, kita cari tahu lebih detail mengenai reksadana terproteksi, yuk! 

Apa itu reksadana terproteksi?

Reksadana terproteksi (RDT) adalah jenis reksadana yang memproteksi 100% pokok investasi investor pada saat jatuh tempo. 

Yang diproteksi di sini adalah pokok investasi atau pokok simpanan yang disetorkan kepada manajer investasi, bukan bunga atau imbal hasilnya. 

Ketika kamu berinvestasi, ada risiko di mana nilai investasi itu terus menurun hingga dana yang kamu setorkan pun nilainya tergerus. 

Ini tidak akan terjadi pada RDT karena simpanan pokoknya dijamin bisa kembali. Meski ada kemungkinan returnnya tidak sesuai dengan rencana. 

Umumnya, reksadana ini mengalokasikan investasinya pada surat utang atau obligasi, baik swasta maupun pemerintah. 

Karena itu, reksadana ini sering juga disamakan dengan reksadana pendapatan tetap meski ada perbedaan mendasar mengenai keduanya. 

Reksadana terproteksi menawarkan investasi dengan imbal hasil lebih tinggi dari deposito namun tidak terlalu terpengaruh dengan kondisi pasar. Jadi, jenis reksadana ini cocok bagi investor dengan profil risiko rendah. 

Agar lebih jelas lagi, kita bahas apa saja karakteristik RDT, ya! 

Karakteristik yang membedakan dengan jenis reksadana lainnya

Pada dasarnya, reksadana terproteksi punya mekanisme yang sama dengan jenis reksadana lainnya. 

Manajer investasi mengumpulkan dana dari masyarakat lalu menginvestasikannya pada instrumen investasi sehingga investor mendapatkan return atau imbal hasil dari dana yang disetorkannya. 

Lalu, apa bedanya dengan reksadana lain? Nah, berikut ini beberapa karakteristik RDT yang membedakan dengan jenis reksadana lain. 

Alokasi investasi

Menurut Peraturan OJK No 48 Tahun 2015, reksadana terproteksi mengalokasikan 70 sampai 100 persen investasinya pada instrumen efek yang bersifat utang. Dalam praktiknya, reksadana jenis ini bisa mengalokasikan 100% investasinya pada instrumen obligasi.

Tak hanya itu, RDT juga diperbolehkan untuk mengalirkan dananya hanya ke satu surat utang atau obligasi saja (Single Bond). Meski ada pula yang alokasinya ke beberapa surat utang (Multiple Bond).

Cara yang dilakukan oleh manajer investasi ini disebut pula sebagai investasi pasif karena hanya membeli satu instrumen investasi lalu menunggu jatuh temponya. Dengan metode ini, return atau imbal hasil reksadana diharapkan bisa lebih terproteksi. 

Kalau begitu, kenapa kita nggak beli surat utang secara langsung aja? Nah, surat utang terutama yang bunganya kompetitif umumnya dijual dengan minimum pembelian yang cukup mahal sehingga tidak terjangkau oleh investor ritel. 

RDT menawarkan kemudahan bagi investor dengan minimum pembelian yang lebih rendah. 

Jangka waktu

Reksadana terproteksi masuk dalam kategori investasi jangka menengah yaitu 6 bulan sampai 3 tahun. 

Yang berbeda dengan jenis lainnya, RDT punya jatuh tempo, yakni pada saat surat utang yang dibeli oleh manajer investasi itu telah jatuh tempo pula. 

RDT dapat dibubarkan setelah surat utang dimana manajer investasi menempatkan dananya tersebut telah jatuh tempo. Jadi, RDT punya jangka waktu yang sudah ditetapkan oleh manajer investasi. 

Imbal hasil

Meski punya jangka waktu yang telah ditentukan oleh manajer investasi, RDT juga tetap bisa ditarik kapanpun, kok. Tetapi, ada konsekuensinya. 

Manajer investasi tidak bisa memberikan proteksi imbal hasil bila investor menarik dananya sebelum tanggal jatuh tempo yang disepakati. 

Periode penawaran 

Karena RDT alokasi investasinya pada surat utang, maka penawaran pembelian reksadananya pun mengikuti periode penawaran surat utang. 

Metode ini tidak akan mungkin kamu temukan pada jenis reksadana lainnya yang bisa dibeli atau dijual oleh investor kapanpun mereka mau. 

Keuntungan reksadana terproteksi

Setiap instrumen investasi tentu ada keuntungannya tersendiri. Berikut keuntungan yang bisa kamu dapatkan bila berinvestasi pada reksadana terproteksi. 

1. Imbal hasil menarik

Dalam berinvestasi tentu kita mengharapkan imbal hasil. Seperti yang dilansir dari Kompas.com, reksadana terproteksi mampu memberikan imbal hasil lebih dari 7 persen, lho

Inilah yang membuat investor cukup tertarik dengan RDT, terutama saat suku bunga bank sedang turun sehingga berpengaruh pada imbal hasil deposito. 

2. Adanya indikasi return

Pada reksadana lain, kita tidak bisa mengetahui berapa besar imbal hasil yang nanti akan diterima. Kita hanya bisa melihat riwayat pergerakan reksadana tersebut untuk memperkirakan imbal hasil yang mungkin diterima pada periode investasi tertentu. 

Reksadana terproteksi mampu memberikan indikasi besaran return yang akan diterima oleh investor. Indikasi ini didapatkan dari besaran kupon/bunga surat utang setelah dikurangi dengan faktor-faktor biaya. 

3. Sama dengan membeli obligasi tapi bebas pajak

Ketika membeli obligasi, investor akan dikenai pajak 15% dari kupon atau bunga yang diterimanya (Pada 2019 turun menjadi 5%).

Namun, ketika membeli reksadana yang meski alokasinya ke obligasi, kamu tidak akan dikenai pajak karena reksadana tidak termasuk objek wajib pajak. 

Kekurangannya

Meski namanya “terproteksi”, tidak berarti reksadana ini menawarkan kepastian dalam berinvestasi. Tetap saja ada risiko yang bisa terjadi karena beberapa faktor. Berikut beberapa risiko RDT yang sebaiknya kamu pahami. 

1. Risiko kredit

Manajer Investasi diperbolehkan untuk menempatkan dana investor pada satu surat utang saja, baik surat utang milik pemerintah seperti SUN maupun yang dikeluarkan oleh swasta. Ini memberikan risiko kredit seperti gagal bayar, risiko perubahan aturan, risiko industri dan lain-lain. 

Risiko kredit wajib menjadi perhatian investor karena sangat mungkin perusahaan mengalami wanprestasi atau gagal bayar akibat kondisi tertentu. Karena itu, sebagai investor kita perlu mengetahui dengan jelas kemanakah dana itu dialirkan oleh manajer investasi. 

2. Penarikan dana yang tidak fleksibel

Seperti yang sudah dijelaskan di atas, RDT hanya dapat dibeli pada saat periode penawaran dan diambil pada saat jatuh tempo. Hal ini mungkin tidak terlalu menguntungkan bagi investor yang pada saat tertentu ingin menarik uangnya kembali. 

Selain penarikan dana, pembelian reksadana terproteksi juga kurang flexibel. Manajer investasi hanya akan membuka periode penawaran sekitar 120 hari saja. Padahal, keunggulan reksadana adalah instrumen investasi ini dapat dibeli dan ditarik menjadi cash dengan mudah.  

3. Risiko investasi lain

Tidak semua manajer investasi menempatkan 100% dananya pada satu jenis surat utang. Ada pula yang menyisakan 20 sampai 30 persen lainnya ke instrumen investasi lain. Sekalipun misalnya kupon obligasi terealisasi sesuai dengan rencana, tetap ada potensi penurunan akibat alokasi investasi lain tersebut. 

Kesimpulan

Reksadana merupakan instrumen investasi yang bertujuan mengumpulkan dana dari masyarakat untuk diinvestasikan kembali pada saham, obligasi, deposito dan lain-lain. 

Salah satu jenisnya adalah, RDT yang menawarkan perlindungan pokok investasi investor dengan menempatkan alokasi dana pada instrumen bersifat utang. 

RDT cocok bagi investor dengan profil risiko yang rendah karena keunggulannya yang mampu melindungi imbal hasil investasi.  

Namun, reksadana ini juga memiliki sejumlah kekurangan sehingga kamu perlu berhati-hati dalam memilih reksadana terproteksi. (Editor: Chaerunnisa)