Dampak-Dampak Negatif dari Gaya Hidup Boros yang Bisa Bikin Bangkrut

Gaya hidup boros membawa akibat buruk terhadap keuangan hingga bangkrut (Shutterstock).

Perilaku boros sebaiknya dihentikan kalau gak mau terkena dampak-dampak buruk yang berpotensi bikin bangkrut. Nah, buat kamu yang masih aja memelihara kebiasaan buruk ini, ada baiknya kamu mengetahui apa aja dampak-dampak negatif dari gaya hidup boros.

Dalam artikel Potret Gaya Hidup Milenial Jakarta, survei membuktikan rata-rata pengeluaran gaya hidup milenial di Jakarta mencapai Rp3.266.000. Gimana dengan besaran pendapatannya?

Kalau menggunakan data Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai pendapatan per kapita tahun 2018, pendapatan rata-rata orang Indonesia mencapai Rp56 juta per tahun. Itu berarti pendapatan rata-rata per bulan sekitar Rp4,6 juta.

Sayangnya, penghasilan rata-rata orang di Indonesia (sekalipun UMP Jakarta terbaru) jauh dari ideal buat memenuhi gaya hidup para milenial. Pengeluaran buat gaya hidup tersebut cuma bisa ditutupi dengan besaran gaji di atas Rp10 juta.

Kenapa jauh dari ideal? Sebab pendapatan yang diperoleh lebih besar dihabiskan buat pengeluaran gaya hidup (boros), padahal masih ada kebutuhan-kebutuhan lain yang harus terpenuhi. Gak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan lain pun masih terbilang salah satu dampak negatif dari gaya hidup boros. 

Agar uangmu tidak sampai habis karena bergaya hidup boros, jangan lupa menyisihkan sebagian dana tersebut untuk asuransi, baik asuransi kesehatan atau asuransi jiwa.

Nah, berikut ini adalah dampak negatif dari gaya hidup boros yang sebaiknya kamu hindari:

1. Gak memiliki dana darurat

Dana darurat menjadi salah satu tujuan keuangan yang wajib dipenuhi mereka yang telah memiliki penghasilan sendiri. Namun, gaya hidup boros dapat menyebabkan seseorang gak dapat memiliki dana darurat sama sekali.

Sebab penghasilan yang diperoleh tiap bulan habis jumlah besar cuma demi bisa traveling, menghabiskan waktu di coffee shop, hingga shopping (walaupun gak perlu-perlu amat). Jadi, jangan heran kalau alokasi 20 persen penghasilan buat dana darurat itu mustahil terwujud.

2. Kondisi keuangan bisa berada dalam krisis

Dampak negatif dari gaya hidup boros selanjutnya adalah kondisi keuangan yang awalnya baik-baik aja lama-lama bisa mengalami krisis. Krisis keuangan merupakan kondisi yang sangat gawat sebab berpotensi bikin kamu bangkrut.

Krisis keuangan sebenarnya dapat dihindari selama keuangan terencana dengan baik. Keuangan yang terencana tentu aja bermula dari perencanaan keuangan yang tepat.

Gak perlu ribet, merencanakan keuangan bisa dimulai secara sederhana, yaitu dengan menyusun pengeluaran atau bujet. Pakailah rumus bujet 50/30/20 agar memudahkan kamu dalam menyusun bujet pengeluaran.

3. Begitu entengnya transaksi dengan kartu debit ataupun kartu kredit buat hal konsumtif

Kalap dalam menggunakan kartu debit ataupun kartu kredit menjadi dampak negatif dari gaya hidup boros yang harus diwaspadai. Kebablasan menggunakan kartu debit berakibat ludesnya saldo di rekening tabungan.

Sementara transaksi dengan kartu kredit tanpa peduli limit yang tersisa bisa menyebabkan utang menumpuk. Akhirnya pun dapat dibayangkan. Utang kartu kredit yang menumpuk gak terlunasi karena gaji gak cukup dan dana tabungan gak tersedia sama sekali.

Pembayaran minimal kartu kredit boleh aja dianggap sebagai solusi. Namun, itu sifatnya cuma sementara. Pada akhirnya, kamu dituntut melunasi utang hingga tuntas.

4. Stres karena hidup berada dalam ketidakpastian

Mulanya nikmat, tapi lama-lama mengeluarkan uang buat gaya hidup yang kelewat batas dapat bikin kamu stres. Gimana gak stres? Saat teman-temanmu telah berhitung aset yang dimiliki, kamu masih dengan mudahnya menghabiskan uang buat hal-hal konsumtif.

Lain cerita kalau kamu mengalokasikan penghasilan sebesar 10 persen sebagai dana investasi. Masa depan gak lagi menjadi bayangan yang menakutkan. 

Terus dana yang kamu investasikan saat ini mampu menjamin hidupmu nantinya. Sebab investasi membuat nilai kekayaan berlipat nantinya.

5. Hidup dipenuhi rasa takut karena gak adanya “perlindungan”

Rasa aman diperoleh karena adanya jaminan perlindungan alias proteksi. Sebaliknya, rasa takut selalu aja membayangi ketika perlindungan itu gak kita punya sama sekali.

Rasa takut gak cuma timbul karena membayangkan diri sendiri yang bisa mengalami kesulitan, tapi juga membayangkan keluarga yang alami kesulitan tersebut. Kesulitan keuangan menjadi ketakutan terbesar yang dihadapi banyak orang.

Di sinilah BPJS, asuransi kesehatan, hingga asuransi jiwa berperan dalam mengatasi rasa takut tersebut. Caranya, setiap risiko yang merugikan keuanganmu bakal ditanggung perusahaan asuransi selama kamu disiplin bayar iuran atau premi asuransi.

Namun, keberadaan BPJS, asuransi kesehatan, dan asuransi jiwa bakal percuma kalau kamu gak mau alokasikan minimal 10 persen dari penghasilan buat bayar iuran atau premi. 

Berbeda kalau kamu menekan gaya hidup borosmu, pastinya kamu memiliki dana buat bayar iuran BPJS ataupun premi asuransi.

Filosopi You Only Life Once alias YOLO kuat mencengkeram di pikiran banyak generasi milenial. Merasa hidup ini cuma sekali, mereka dengan gampangnya mengeluarkan uang demi kepuasan, termasuk memenuhi gaya hidup mereka udah kelewat boros.

Semua kembali ke pilihan masing-masing. Kalau tetap berperilaku gaya hidup boros, kamu bakal merasakan dampak-dampak di atas. Sebaliknya, membuat perencanaan keuangan bisa menjauhi kamu dari dampak-dampak di atas. 

Punya pertanyaan lain seputar cara mengatur keuangan? Yuk tanyakan langsung ke ahlinya lewat fitur Tanya Lifepal.