Wadiah – Pengertian, Jenis, dan Bedanya dengan Mudharabah
Pada saat membuka rekening di bank syariah, kamu akan ditanya oleh customer service tentang akad apa yang dipilih, akad wadiah atau mudharabah?
Untuk orang yang biasa menyimpan uang di bank konvensional, kedua istilah ini mungkin cukup membingungkan. Perbankan syariah memang memiliki karakteristik dan istilah-istilahnya tersendiri. Salah satu istilah dalam bank syariah yang wajib kamu pahami adalah wadiah atau al-wadi’ah.
Dalam artikel ini, Lifepal akan membahas tentang pengertian wadiah, jenis-jenis dan perbedaannya dengan akad mudharabah yang masih sering salah dipahami.
Apa itu wadiah?
Wadiah adalah titipan dari nasabah yang harus dijaga oleh pihak yang dititipkan (dalam hal ini bank) dan wajib dikembalikan kapanpun pemiliknya ingin mengambil.
Wadiah atau al-wadi’ah diambil dari prinsip Fiqih dalam Islam yakni Al-wadi’ah yang artinya titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki.
Menurut ulama fiqih, al-wadi’ah bersifat amanah, bukan daman (menjamin/menanggung) sehingga bila terjadi kerusakan, maka bukan merupakan tanggung jawab pihak yang dititip, kecuali jika kerusakan disebabkan karena pihak yang dititipi.
Al-wadi’ah termasuk dalam akad tabarru’at yaitu akad yang bertujuan untuk saling tolong menolong. Dalam hal ini, al-wadi’ah bersifat non for profit transaction, kecuali jika kemudian disepakati adanya skema bisnis sehingga menjadi mu’awadhah (transaksi pertukaran) atau tijarah (profit motive transaction).
Pengertian Wadiah menurut para ahli
Berikut sejumlah pengertian yang dikutip dari para ahli.
- Menurut Imam Hanafi arti al-wadi’ah adalah mengikutsertakan orang lain dalam memelihara harta, baik dengan ungkapan yang jelas, melalui tindakan, maupun melalui isyarat.
- Menurut Imam Hambali; mewakilkan orang lain untuk memelihara harta tertentu dengan cara tertentu.
- Menurut Bank Indonesia (2008); akad penitipan barang/uang antara pihak yang mempunyai barang/uang dengan pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan untuk menjaga keselamatan, keamanan serta keutuhan barang/uang.
Bukan hanya produk perbankan, ada juga produk asuransi syariah yang pelaksanaannya disesuaikan dengan hukum syariat Islam. Pengertian asuransi syariah adalah layanan asuransi yang menggunakan prinsip tolong menolong atau takaful/ta’awun.
Perbedaan Wadiah dengan Mudharabah
Akad Mudharabah adalah jenis akad kerja sama antara pemilik modal (shahibul mal) atau nasabah dan pengelola modal (mudharib) yakni bank, dengan pembagian hasil yang disepakati.
Dari pengertian di atas, dapat kita pahami bahwa Mudharabah adalah bentuk kerjasama dengan pembagian hasil, sementara al-wadi’ah adalah murni titipan.
Untuk lebih jelas memahami keduanya, berikut tiga poin utama yang membedakan antara akad al-wadi’ah dengan akad mudharabah.
Perbedaan | Wadiah | Mudharabah |
Bagi Hasil | Tidak ada. Jika ada hanya berupa bonus sukarela dari bank. | Ada bagi hasil yang telah disepakati |
Peran nasabah | Penitip uang (muwadi) | Pemilik modal (sohibul mal) |
Status uang/barang | Simpanan atau tabungan | Investasi |
Jenis-jenis wadiah
Al-wadi’ah dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
1. Wadiah Yad Al-Amanah
Ini merupakan jenis akad al-wadi’ah yang murni, di mana pihak yang dititipkan bertanggung jawab menjaga barang/uang titipan.
Pihak yang dititipkan tidak diperkenankan untuk memanfaatkan barang/uang yang dititipkan tersebut untuk keperluannya sendiri.
Namun, pihak yang dititipkan berhak mendapatkan fee atas jasanya menjaga barang tersebut sehingga disepakati jual beli manfaat barang/jasa. Contoh penerapan akad Wadiah Yad Al-Amanah adalah layanan save deposit box yang dimiliki perbankan.
2. Wadiah Yad Adh-Dhamanah
Akad Wadiah Yad Adh-Dhamanah adalah akad yang banyak digunakan dalam industri perbankan syariah. Dengan akad ini, pihak yang dititipkan barang/uang diberikan hak untuk memanfaatkan atau mengelolanya.
Keuntungan yang didapatkan dari pengelolaan dana nasabah, sepenuhnya menjadi hak dari pihak yang dititipkan atau dalam hal ini adalah bank. Nasabah tidak berhak mendapatkan keuntungan atas pengelolaan dana tersebut.
Namun, pihak bank syariah biasanya tetap memberikan keuntungan pada nasabah dalam bentuk bonus. Pemberian bonus oleh bank syariah merupakan pemberian sukarela dan tidak boleh disebutkan nominal atau persentasenya dalam akad. Ini untuk menghindari riba.
Sementara prinsip utama dari al-wadi’ah adalah tetap yakni kapanpun nasabah mengambil barang/uang yang dititipkan, pihak bank wajib memberikannya. Contoh dari penerapan akad Wadiah Yad Adh-Dhamanah adalah pada produk tabungan dan giro bank syariah.
Rukun al-wadi’ah
Rukun al-wadi’ah terdiri dari empat, yaitu;
- Adanya pihak yang menitipkan barang/uang (Muwaddi’)
- Adanya pihak yang dititipkan barang/uang (Wadii’)
- Adanya barang yang memiliki wujud fisik atau memiliki nilai (Wadi’ah)
- Adanya ijab qabul yang sah, baik melalui ucapan maupun perbuatan (Shighat)
Syarat al-wadi’ah
Syarat al-wadi’ah adalah syarat yang wajib dipenuhi atau mengikat kepada tiga rukun al-wadi’ah di atas, yakni Muwaddi’, Wadii’, dan Wadi’ah itu sendiri.
Adapun syarat-syarat sahnya al-wadi’ah adalah sebagai berikut.
- Baik Muwaddi’ dan Wadii’ harus berakal sehat.
- Keduanya juga harus sudah aqil baligh dan memiliki kelayakan untuk melakukan akad-akad berkaitan dengan harta.
- Jika Muwaddi’ menerima titipan dari anak kecil, maka ia harus menjamin titipan tersebut meskipun bukan merupakan kesalahannya.
- Titipan dari anak kecil juga hanya berlaku jika tidak ada ketentuan jual beli yang tidak dipahami oleh anak kecil.
Landasan hukum al-wadi’ah
Landasan hukum al-wadi’ah adalah sebagai berikut.
- QS An Nissa’ ayat 58 yang berbunyi: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum diantara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
- Q.S. al-Baqarah ayat 283 yang berbunyi: “ Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
- Fatwa Majelis Ulama Indonesia berdasarkan fatwa DSN 02/DSN-MUI/IV/2000 tentang tabungan. MUI menjelaskan bahwa tabungan yang dibenarkan syariah ada dua yaitu tabungan yang berdasarkan prinsip mudharabah dan wadi’a.
Faktor-faktor yang membatalkan wadiah
Adapun faktor-faktor yang membatalkan al-wadi’ah adalah sebagai berikut.
- Adanya pengembalian barang/uang dari pihak yang dititipkan.
- Salah satu pihak, baik Muwaddi’ dan Wadii’ meninggal dunia, koma berkepanjangan atau hilang akal.
- Pihak yang dititipkan tidak lagi memiliki kompetensi yang sesuai dengan syarat wadii’. Dalam konteks perbankan, bank yang bersangkutan bangkrut atau pailit.
- Pihak yang dititipi memindahkan hak kepemilikan barang kepada pihak lain.
Itu tadi informasi mengenai wadiah. Buat kamu yang mau tahu lebih banyak tentang perbankan atau asuransi? Lihat pertanyaan populer seputar topik-topik tersebut di Tanya Lifepal.
Tanya jawab seputar wadiah
Akad wadiah adalah akad tabarru’at yang berlandaskan saling tolong menolong. Akad al-wadi’ah bersifat amanah dan bukan merupakan daman (menjamin/menanggung).
Wadiah dibagi menjadi dua, yaitu Wadiah Yad Al-Amanah dan Wadiah Yad Adh-Dhamanah.
Dana wadiah tidak bisa diinvestasikan karena prinsip dari al-wadi’ah hanyalah barang atau uang titipan yang sewaktu-waktu wajib dikembalikan kepada pemiliknya. Investasi dalam islam diatur dalam akad Mudharabah.