Aturan Wasiat dan Warisan dari Hukum Islam dan Hukum Perdata

Hukum Warisan

Wasiat adalah pesan terakhir dari orang yang akan meninggal dunia, baik disampaikan secara lisan maupun secara tulisan. 

Pesan terakhir ini umumnya tertulis di surat wasiat yang mana isinya berkaitan dengan pembagian harta warisan serta pesan-pesan terakhir yang ditujukan kepada ahli waris atau orang-orang yang dikenal.

Wasiat tidak selalu terkait dengan harta kekayaan yang ditinggalkan. Ada juga wasiat yang berupa pusaka atau benda-benda peninggalan orang tua yang diberikan secara turun-temurun. Wasiat yang diberikan biasanya berkaitan dengan pesan-pesan yang harus dilakukan sebelum atau setelah pewaris meninggal dunia.

Dalam pandangan Hukum Islam, terdapat aturan-aturan yang berbeda-beda tentang wasiat, tergantung kepada madzhab yang dianut. Sedangkan di mata hukum perdata, ada aturan khusus yang mengatur wasiat, terutama kaitannya dengan pembagian harta warisan. Aturan tersebut tercantum dalam KUH Perdata.

Produk asuransi jiwa yang memberikan uang pertanggungan jiwa bisa dijadikan warisan bagi keluarga yang ditinggalkan. Ini bisa jadi salah satu pilihan buat kamu!

Wasiat Menurut Hukum Islam

Wasiat Menurut Hukum Islam

Menurut kacamata Islam, memberikan sesuatu kepada seseorang setelah meninggal dunia diperbolehkan, tetapi tidak diwajibkan. 

Akan tetapi, terdapat perbedaan pendapat tentang pemberian wasiat berupa harta kepada bukan ahli waris. Sebagian ulama berpendapat bahwa wasiat berupa harta boleh diberikan kepada orang lain atas seizin ahli waris. Sementara sebagian ulama lain tidak memperbolehkannya.

Dalam Islam, wasiat yang wajib dilaksanakan oleh ahli waris adalah wasiat yang ditujukan memenuhi hak-hak orang lain selama pewaris masih hidup, contohnya adalah wasiat untuk melunasi utang. Wasiat seperti ini akan diutamakan terlebih dahulu sebelum menuntaskan pembagian warisan.

Tidak semua wasiat bisa dilaksanakan oleh ahli waris. Dalam Islam pun diatur bahwa wasiat tidak bisa dilaksanakan jika berisi pesan untuk para ahli maksiat apalagi jika isinya berupa pesan untuk merugikan orang lain atau ahli waris. Aturan ini juga diatur dalam hukum perdata bahwa tidak boleh memberikan harta wasiat kepada teman zina pewaris.

Jika ada pesan pembagian harta dari surat wasiat yang sah, maka para ulama sepakat bahwa nilainya tidak boleh melebihi dari sepertiga hartanya. Hal tersebut bertujuan melindungi para ahli waris yang ditinggalkan. 

Wasiat Menurut Hukum Perdata

Wasiat tidak harus dijalankan jika surat dianggap wasiat tidak sah di mata hukum atau tidak memiliki kekuatan hukum yang jelas. Sebaliknya, jika surat wasiat memiliki kekuatan hukum yang sah, maka wasiat tersebut harus dijalankan dan ditaati oleh ahli waris yang ditinggalkan.

Namun demikian, bukan berarti surat wasiat dapat mengindahkan hak para ahli waris. Akan tetapi, wasiat tersebut tetap dapat didahulukan sesuai dengan kehendak pewaris. 

Hak-hak yang menjadi bagian ahli waris pun tidak dapat digeser dengan surat wasiat yang sah berdasarkan hukum perdata. Karena hal tersebut sudah diatur dalam Pasal 913 KUHPerdata dengan jelas tentang bagian mutlak para ahli waris yang tidak bisa digeser oleh wasiat sekalipun. 

Terkait soal wasiat pembagian harta pun sudah diatur dalam Undang-undang perdata. Secara garis besar, isi wasiat tidak boleh memberikan harta di luar ahli waris dengan porsi melebihi bagian ahli waris yang sah menurut Undang-undang.

Ahli waris yang sah dalam hukum perdata adalah orang yang mempunyai hubungan darah dengan pewaris atau pasangan sah pewaris saat masih hidup. Jika pewaris tidak memiliki pasangan atau anak, maka ditarik garis keturunan ke atas, seperti orang tua, kakek dan nenek pewaris.

Itulah beberapa hal yang bisa ketahui tentang wasiat. Pada prinsipnya terdapat pandangan yang sejalan antara Agama Islam dan Hukum Perdata di Indonesia tentang wasiat. Wasiat diperbolehkan selama tidak mengesampingkan hak-hak ahli waris.

Tertarik dengan artikel mengenai anggaran dan lainnya? Temukan jawaban para ahli di Tanya Lifepal.