Beranda
Media
Hukum Asuransi dalam Islam Menurut Fatwa MUI hingga Al-Qur’an

Hukum Asuransi dalam Islam Menurut Fatwa MUI hingga Al-Qur’an

Hukum asuransi dalam Islam

Hukum asuransi dalam Islam adalah hal yang perlu diketahui oleh umat Islam sebelum memutuskan untuk beli asuransi.

Apabila mengacu pada aturan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Al-Qur’an maka hukum asuransi tidaklah haram selama pengelolaan asuransi berdasarkan prinsip-prinsip syariah. 

Kemudian, hukum asuransi dalam islam beserta dalilnya menurut pandangan ulama pun diperbolehkan selama asuransi tersebut berlandaskan ajaran Islam.

Bahkan, pendapat ulama tentang hukum asuransi juga mengatakan bahwa asuransi pada dasarnya memiliki fungsi untuk saling melindungi dan tolong-menolong antarumat manusia yang bisa saja mengalami musibah tidak terduga. 

Baik menurut MUI maupun pandangan ulama, selama dijalankan berlandaskan ajaran Islam, asuransi tentu saja diperbolehkan. Jenis proteksi ini dikenal juga dengan istilah asuransi syariah. 

Untuk lebih jelasnya mengenai prinsip hukum Islam tentang asuransi, bisa berpatokan pada tafsir Al-Qur’an dan fatwa MUI, berikut pembahasan mengenai bagaimana hukum asuransi dalam islam

Hukum asuransi dalam Islam dan maqashidus syariah

Asuransi adalah bentuk pengendalian risiko yang dilakukan dengan cara mengalihkan risiko dari satu pihak ke pihak lainnya, dalam hal ini perusahaan asuransi.

Perusahaan asuransi adalah perusahaan yang menyediakan produk-produk asuransi.

Dalam agama Islam segala hal yang dilakukan akan bersumber pada Al-Qur’an dan sunah. Meskipun tidak ada penjelasan secara eksplisit tentang asuransi namun umumnya, asuransi sah-sah saja selama tidak mengandung unsur ribawi.

Sehingga adanya produk asuransi syariah menjadi jawaban bagi umat Islam untuk mendapatkan manfaat proteksi tanpa bertentangan dengan syariat Islam.

Itulah sebabnya, setiap produk asuransi syariah harus terdapat pedoman utama yang memperhatikan tujuan syariat atau disebut maqashidus syariah.

Maqashidus syariah adalah sebuah tujuan yang diterapkannya syariah Islam di bidang ekonomi.

Serta memiliki visi dan misi dalam membuat tatanan sosial yang memberikan kemakmuran namun juga adil pada ekonomi umat manusia. 

Selain itu dengan metode pendekatan seperti ini, nantinya akan ada gambaran pola pikir yang rasional dan substansial pada setiap aktivitas serta produk asuransi syariah.

Hukum asuransi dalam Islam menurut fatwa MUI

Perlu diketahui bahwa hukum asuransi jiwa dalam Islam dan berbagai produk lainnya, tidak dilarang. Asuransi halal dimiliki asalkan dana yang terkumpul dikelola berdasarkan syariat Islam.

Penjelasan ini termuat dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) NO: 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah.

Perlu dicatat, asuransi dalam hukum Islam di Indonesia mengacu pada Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) 21/DSN-MUI/X/2001. Berikut ini rangkumannya:

Bentuk perlindungan

Asuransi syariah hadir sebagai bentuk perlindungan harta dan jiwa seseorang.

Unsur tolong menolong

Usaha tolong-menolong antarsejumlah orang (dalam hal ini peserta asuransi) melalui investasi dalam bentuk aset atau tabarru’ (kumpulan dana kontribusi atau premi) yang dikembalikan ketika menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) sesuai dengan syariah.

Unsur kebaikan

Asuransi syariah mengandung unsur kebaikan atau tabarru’ di mana premi yang terkumpul akan digunakan untuk membantu kebaikan dan membantu peserta lain.

Asuransi syariah yang mengelola dana nasabah wajib berlandaskan pada prinsip syariah, tidak boleh mengandung perjudian (maysir), ketidakpastian (gharar), riba, dan barang yang terkandung maksiat di dalamnya terlebih lagi barang haram.

Berbagi risiko dan keuntungan

Risiko dan keuntungan dalam asuransi syariah dibagi rata kepada semua peserta yang terlibat dalam investasi sehingga dirasa cukup adil. Selain itu, MUI juga memandang asuransi tidak boleh dilakukan dalam rangka mencari keuntungan.

Bagian dari Bermuamalah

Asuransi syariah juga dipandang sebagai kegiatan mualamah karena melibatkan orang lain dalam hal finansial. MUI menegaskan bahwa aturan bermualamah ini harus disesuaikan dengan hukum Islam.

Hukum asuransi dalam Islam sesuai Al-Qur’an

Dasar hukum asuransi juga tercatat dalam hadis dan ayat Al-Qur’an. Adapun tiga poin yang dapat menjadi acuan dasar hukum asuransi dalam islam adalah: 

  • “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” – Al Maidah 2
  • “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah yang mereka khawatir terhadap mereka.” – An Nisaa 9.
  • “Barang siapa melepaskan dari seorang muslim suatu kesulitan di dunia, Allah akan melepaskan kesulitan darinya pada hari kiamat.” – HR Muslim dari Abu Hurairah.

Hukum asuransi menurut Islam dalam literatur

Asuransi menurut Islam juga dijelaskan dalam banyak kajian fikih atau literatur-literatur Islam. Diantaranya berpedoman pada akad-akad yang memiliki kemiripan dengan prinsip asuransi syariah. Berikut ini beberapa dasar hukum asuransi menurut Islam:

Al-Qasamah

Merupakan konsep perjanjian yang berhubungan dengan manusia, yaitu usaha pengumpulan dana atau iuran dari peserta atau majelis yang tujuannya memberikan bantuan kepada ahli waris.

Nidzam Aqilah

Merupakan saling memikul atau bertanggung jawab untuk keluarga. Ketika satu orang dalam keluarga yang terbunuh oleh suku lain, maka keluarga terdekat akan mengumpulkan dana untuk membantu keluarga yang tidak sengaja terbunuh tersebut.

Al-Muwalah

Merupakan perjanjian jaminan di mana saat seseorang akan menjamin orang lain yang tidak memiliki waris atau tidak diketahui siapa ahli warisnya.

At-Tanahud

Merupakan ibarat makanan yang dikumpulkan dari para peserta safar kemudian dikumpulkan dan dibagikan kepada peserta meskipun dengan porsi yang berbeda-beda.

Konsep dasar asuransi syariah

Hadirnya asuransi syariah menjadi pintu gerbang umat memperoleh perlindungan dari berbagai risiko. Terlebih secara eksplisit tidak ada kata asuransi yang ditemukan pada ayat Al-Qur’an. Namun unsur ribawi memang bertentangan dalam Islam.

Lantas apa perbedaan asuransi syariah dengan asuransi konvensional? Kamu harus memahami konsep dasar asuransi syariah yang wajib kamu ketahui agar bisa membedakannya. 

Untuk lebih mudah memahami hukum asuransi dalam pandangan Islam dan perbedaanya dengan konvensional, kamu bisa menyimak video di bawah ini dan penjelasan lebih lanjut setelahnya, ya.

1. Pengelolaan risiko

Konsep dasar asuransi syariah dan konvensional berbeda dari segi pengelolaan risiko. Untuk asuransi syariah risiko akan ditanggung secara bersama-sama (sharing risk). 

2. Berlandaskan Al-Qur’an

Konsep dasar asuransi syariah tentunya juga berbeda dalam hal aturan. Kalau asuransi konvensional biasanya akan dibuat oleh pihak berwenang.

Sementara dalam asuransi syariah dasarnya adalah Al-Qur’an dan hadist lalu dijabarkan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) kemudian juga OJK.

3. Dilengkapi dengan dewan pengawas syariah (DPS)

Agar para perusahaan asuransi menjalankannya sesuai dengan ketentuan syariah, juga akan ada DPS (Dewan Pengawas Syariah). Tugasnya adalah untuk memantau sistem operasional, prinsip dan lain-lain sesuai syariat Islam.

4. Menggunakan akad tabarru’

Konsep dasar asuransi syariah juga bukan tentang jual beli. Namun tolong menolong, jadi akad yang digunakannya pun adalah tabarru’.

Prinsipnya adalah tidak mengandung maisir, riba, zhulm, risywah, gharar, barang haram, dan maksiat.

5. Pengelolaan dana kontribusi

Pada sisi dana kontribusi atau premi yang dibayarkan oleh nasabah akan masuk dalam dana tabarru’. Jadi biaya operasional perusahaan adalah sebagian kecil dari dana kontribusi tersebut.

6. Klaim dibayarkan dari dana tabarru’

Karena menganut prinsip tolong menolong, pembayaran klaim nasabah pun bukan dari dana perusahaan. Melainkan berasal dari tabungan dana tabarru’ yang artinya tidak akan berpengaruh pada keuangan perusahaan.

7. Penempatan investasi

Sesuai dengan syariat Islam maka penempatan investasinya pun berbeda dengan asuransi konvensional. Asuransi syariah akan menempatkan dana investasi pada media yang tidak mengandung unsur riba.

Akad dalam asuransi syariah yang sesuai fatwa MUI

  • Akad tijarah untuk tujuan komersial.
  • Akad tabarru’ untuk tujuan tolong menolong.
  • Dalam akad haruslah disebutkan:
    • Hak dan kewajiban peserta serta perusahaan.
    • Cara dan waktu pembayaran premi.
    • Jenis akan tijarah atau tabarru’ dan syarat yang telah disepakati.

Kriteria asuransi syariah sesuai fatwa MUI dan Al-Qur’an

Dari landasan hukum asuransi dalam Islam di atas, dapat disimpulkan kriteria yang sesuai fatwa MUI dan Al-Qur’an adalah sebagai berikut: 

1. Menggunakan unsur tolong-menolong

Mengacu pada DSN MUI 21/DSN-MUI/X/2001 dan surat Al Maidah 2 yang telah disebutkan sebelumnya, asuransi dapat dikatakan sesuai dengan prinsip Islam atau syariah jika mengutamakan unsur tolong menolong antar peserta asuransi. 

Yang dimaksud unsur tolong menolong dalam hal ini adalah dana tabarru’ (kontribusi) yang terkumpul dari premi peserta asuransi adalah milik bersama.

Jadi, jika ada salah satu peserta asuransi mengalami risiko kesehatan atau risiko lainnya yang ditanggung dalam polis, maka dana tabarru’ bisa digunakan untuk membantu peserta tersebut.  

2. Risiko dan keuntungan yang didapat milik bersama

Asuransi dapat dikatakan sesuai dengan prinsip Islam jika risiko dan keuntungan dalam investasi akan dibagi ke peserta dan perusahaan asuransi secara merata.

Fatwa MUI menjelaskan bahwa asuransi hendaknya tidak berdiri untuk mencari keuntungan komersial. 

Selain menerima keuntungan kolektif, risiko asuransi pun juga sudah menjadi tanggung jawab bersama.

Risiko yang dimaksud adalah ketika peserta asuransi mengalami kerugian, klaim didapat dari dana kontribusi atau premi peserta lainnya. Hal inilah yang membuat asuransi syariah berbeda dengan konvensional.

3. Premi atau dana kontribusi tidak hangus

Asuransi yang sesuai dengan prinsip Islam hendaknya tidak mengambil keuntungan jika tidak ada klaim peserta hingga masa akhir polis.

Sebab kembali pada acuan fatwa MUI, asuransi haruslah bersifat tolong menolong bukan untuk mencari keuntungan. 

Jadi, misal dalam asuransi kesehatan syariah peserta asuransi tidak melakukan klaim hingga masa polis berakhir maka dana kontribusi yang sebelumnya telah dibayarkan akan digabungkan dalam dana tabarru’. 

4. Instrumen investasi sesuai syariat Islam

Hal ini perlu diperhatikan khususnya ketika memilih asuransi jiwa syariah dengan investasi atau asuransi unit link syariah. Sesuai DSN MUI terkait pengelolaan dana nasabah haruslah memilih instrumen investasi sesuai dengan syariat Islam atau tidak mengandung perjudian (maysir) dan maksiat di dalamnya terlebih lagi barang haram.

5. Pengelolaan dana transparan

Pengelolaan dana asuransi yang sesuai syariat Islam haruslah bersifat transparan, untuk memastikan tidak ada unsur pengambilan keuntungan atau pengelolaan dana yang diluar syariat Islam. 

Misal, terdapat selisih dari total dana kontribusi yang dibayarkan peserta ke dalam dana tabarru’ setelah dikurangi pembayaran klaim atau dikenal juga dengan istilah surplus underwriting. Karena itu, dana tersebut akan dibagikan secara merata ke dalam dana tabarru’.

6. Salah satu bentuk muamalah

Muamalah adalah interaksi sosial antar umat manusia sesuai dengan syariat Islam. Salah satu contohnya adalah jual beli dan perdagangan.

Karena itu, menurut fatwa MUI asuransi juga bisa menjadi salah satu bentuk muamalah karena sama-sama melibatkan manusia dalam hubungan finansial. 

Namun tentu saja, bentuk muamalah dalam asuransi haruslah mengikuti prinsip atau ajaran Islam. 

7. Sesuai akad dalam asuransi syariah

Fatwa MUI juga menetapkan aturan akad yang bisa digunakan oleh perusahaan asuransi. Akad yang ditetapkan bersifat sebagai ikatan antara peserta dan perusahaan asuransi. Terdapat tiga jenis akad yang perlu diketahui, yaitu:

Akad Tijarah

Akad Tijarah adalah akad yang mengacu pada penggunaan dana kontribusi atau premi untuk tujuan komersial atau mudharabah. Artinya, investasi dilakukan perusahaan asuransi dengan modal yang didapat dari premi atau kontribusi peserta asuransi.

Akad Tabbaru

Akad Tabbaru adalah akad yang mengacu pada penggunaan prinsip tolong-menolong dan bukan tujuan komersial. Artinya, dana premi yang terkumpul dikelola oleh perusahaan asuransi untuk kemudian digunakan sebagai dana klaim peserta asuransi.

Akad Wakalah

Akad Wakalah adalah akad yang mengacu pada perjanjian peserta suransi dalam memberikan imbalan ujrah atau fee kepada perusahaan asuransi. Dalam akad wakalah, perusahaan asuransi bertindak sebagai wakil atau pihak yang mengelola dana. Dengan begitu, tidak menanggung risiko kerugian investasi jika ada.

Ketentuan dalam dalam akad tijarah (mudharabah), perusahaan asuransi syariah bertindak sebagai mudharib (pengelola) dan peserta bertindak sebagai shahibul mal (pemegang polis).

Selanjutnya, ketentuan dalam akad tabarru’ (hibah), peserta memberikan hibah yang akan digunakan untuk menolong peserta lain yang terkena musibah. Sementara perusahaan bertindak sebagai pengelola dana hibah.

Jenis akad tijarah dapat diubah menjadi jenis akad tabarru’ bila pihak yang tertahan haknya, dengan rela melepaskan haknya sehingga menggugurkan kewajiban pihak yang belum menunaikan kewajibannya.

Sementara jenis akad tabarru’ tidak dapat diubah menjadi jenis akad tijarah.

8. Bebas riba

Hal yang paling penting menjadi kriteria asuransi syariah adalah bebas riba. Sebab dalam Al-Qur’an riba sangat diharamkan. Oleh karena itu asuransi syariah sangat tidak diperbolehkan mengandung riba.

9. Barang yang diasuransikan bebas maksiat dan haram

Kriteria umum lainnya adalah barang yang akan kamu asuransikan tentu saja memenuhi kriteria sesuai prinsip syariah. Yaitu bukan dari hasil maksiat dan haram. Jadi, misalnya saja kamu mengasuransikan uang murni dari kerja keras bukan berasal dari tindakan kejahatan seperti mencuri.

10. Tidak mengandung ketidakpastian (gharar) 

Meskipun tidak tertulis bagaimana hukum asuransi menurut agama islam namun pertanyaan tersebut bisa terjawab berdasarkan sumber Al-Qur’an dan fatwa MUI.  Dimana asuransi diperbolehkan ketika tidak mengandung ketidak ketidakpastian atau gharar.

11. Tidak boleh mengandung unsur perjudian (maysir)

Karakteristik lainnya adalah tidak boleh mengandung unsur perjudian atau maisir. Misalnya saja nasabah baru membayarkan jumlah premi beberapa kali maka akan lebih baik tidak mendapatkan ganti rugi dengan nominal lebih besar. Sebab unsur spekulasi yang sangat tinggi akan diharamkan dalam Islam.

12. Berdasarkan prinsip syariah

Hal yang paling utama adalah harus dilaksanakan berdasarkan prinsip syariah dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Asuransi syariah tidak boleh menggunakan akad jual beli karana asuransi tidak memiliki wujud. Sehingga, prinsip utamanya adalah tolong menolong

Apakah asuransi syariah sesuai dengan MUI dan Al-Qur’an? 

Lantas, apakah asuransi syariah dapat dikatakan sesuai dengan ajaran dan prinsip Islam?

Pada prinsipnya, Fatwa MUI tentang asuransi, bisa dijadikan dasar untuk menjawab pertanyaan apakah asuransi haram, termasuk riba, atau malah sebaliknya yakni diperbolehkan selama berlandaskan ajaran agama Islam.

Artinya, jika telah disetujui Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), asuransi dikategorikan telah menepati fatwa MUI yang ditetapkan. 

Sementara hukum asuransi dalam islam salaf adalah haram jika mengandung unsur riba, judi, gharar, dan lain sebagainya, serta dijadikan sebuah jaminan perlindungan yang akan menghilangkan rasa tawakal dan berserah diri pada Allah. 

Namun, asuransi menurut pandangan Islam menjadi diperbolehkan apabila di dalamnya hanyalah terdapat akad tabarru’ atau tolong menolong murni tanpa adanya unsur komersil.

Hal penting lain yang harus dipenuhi perusahaan asuransi dalam pelaksanaannya agar sesuai dengan prinsip syariah dan berdasarkan Fatwa MUI.

  • Perusahaan asuransi tidak memasukan unsur riba dalam perhitungan premi.
  • Dalam akad disebutkan jelas terkait hak dan kewajiban peserta dan perusahaan. Mulai dari cara dan waktu pembayaran premi, jenis akad tijarah atau tabarru, serta jenis asuransi yang diakadkan.
  • Investasi yang dilakukan perusahaan asuransi wajib sesuai dengan prinsip Islam. Artinya tidak mengandung unsur penipuan, perjudian, riba, dan lain sejenisnya.
  • Perusahaan asuransi atau sebagai pemegang amanah wajib melakukan investasi sesuai prinsip syariah.
  • Pengelolaan asuransi hanya boleh dilakukan oleh satu lembaga yaitu perusahaan asuransi itu sendiri.
  • Perusahaan dalam melakukan reasuransi kepada perusahaan reasuransi syariah. Reasuransi adalah ketika perusahaan asuransi mengasuransikan perusahaannya dari perusahaan asuransi lain.
  • Besarnya premi dapat mengacu pada rujukan tabel mortalita untuk asuransi jiwa dan morbidita untuk asuransi umum.
  • Implementasi dari fatwa ini harus selalu dikonsultasikan dan diawasi DPS
  • Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah
  • Klaim atas akad baik tijarah maupun tabarru’ merupakan hak peserta asuransi yang harus diberikan sesuai dengan perjanjian.
  • Perusahaan asuransi boleh menerima ujrah (fee) dari pengelolaan dana akad tabarru’ (hibah).

Konsultasikan kebutuhan keuanganmu secara gratis di Lifepal dan sekaligus dapatkan referensi kepada berbagai pilihan produk asuransi jiwa syariah melalui form berikut.

Landasan hukum asuransi syariah dalam Islam di Indonesia

Asuransi syariah jika tidak mengandung unsur riba dan menjalankan prinsip tolong-menolong maka dalam Islam diperbolehkan.

ntuk itu, agar nasabah lebih aman ketika membeli produknya berikut ini adalah landasan hukum asuransi syariah dalam Islam dan yang dijalankan di Indonesia.

1. Dasar hukum asuransi syariah dalam Islam di Al-Qur’an dan hadis

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, hukum asuransi dalam Al-Qur’an dan hadis adalah sebagai berikut ini.

  • Surat Al Maidah 2
  • Surat An Nisa 9
  • Hadis tentang asuransi syariah adalah HR Muslim dari Abu Hurairah

2. Dasar hukum asuransi syariah dalam Islam menurut MUI

MUI mengeluarkan beberapa fatwa yang menghalalkan asuransi syariah. Beberapa fatwa MUI yang mempertegas kehalalan tersebut adalah:

  • Fatwa No 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah
  • Fatwa No 51/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Mudharabah Musytarakah pada Asuransi Syariah
  • Fatwa No 52/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Wakalah Bil Ujrah pada Asuransi Syariah dan Reasuransi Syariah
  • Fatwa No 53/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Tabarru pada Asuransi Syariah

3. Dasar hukum berdasarkan peraturan menteri keuangan

Payung hukum penyelenggaraan asuransi syariah di Indonesia melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2010 tentang Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah.

Adapun beberapa ketegasan dasar hukum dari Pemerintah ini bisa dilihat di BAB I, Pasal I nomor 1 hingga 3, yaitu:

  • Pasal 1 Nomor 1: Asuransi berdasarkan prinsip Syariah adalah usaha saling tolong-menolong (ta’awuni) dan melindungi (takafuli) di antara para nasabah melalui pembentukan kumpulan dana (tabbaru’) yang dikelola dengan prinsip syariah untuk menghadapi risiko tertentu.
  • Pasal 1 Nomor 2: Perusahaan adalah perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi yang menyelenggarakan seluruh atau sebagian usahanya berdasarkan prinsip syariah.
  • Pasal 1 Nomor 3: Nasabah adalah orang atau badan yang menjadi nasabah program asuransi dengan prinsip Syariah, atau perusahaan asuransi yang menjadi nasabah reasuransi dengan prinsip syariah.

Apa saja pilihan asuransi yang sesuai fatwa MUI?

Dalam mencari asuransi sesuai syariat Islam, pastikan perusahaan telah memiliki izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan serta diakui secara resmi oleh DSN-MUI. Untuk pilihan asuransi syariah terbaik dapat disesuaikan dengan kebutuhan.

1. Asuransi kesehatan syariah

Salah satu pilihan asuransi syariah yang banyak diminati adalah asuransi kesehatan syariah, di mana pengelolaan dananya sesuai atau berlandaskan fatwa MUI dan Al-Qur’an.

Adapun beberapa rekomendasi asuransi kesehatan syariah terbaik di Indonesia: 

2. Asuransi jiwa syariah

Asuransi jiwa syariah memberikan manfaat berupa uang pertanggungan atau santunan tunai yang diberikan kepada ahli waris jika tertanggung mengalami risiko meninggal dunia atau cacat tetap total.

Asuransi jiwa dapat dikatakan syariah jika menggunakan prinsip tolong-menolong. Berikut ini rekomendasi asuransi jiwa syariah terbaik yang telah mendapatkan izin usaha MUI:

Untuk kamu yang ingin mengetahui uang pertanggungan yang ideal ketika hendak beli polis asuransi jiwa, gunakan kalkulator uang pertanggungan yang didasarkan pada pengeluaran berikut:

3. Asuransi mobil syariah

Asuransi mobil syariah memiliki fungsi berupa pemberian ganti rugi jika terjadi risiko kerusakan pada mobil atau kendaraan yang diasuransikan.

Berikut ini adalah beberapa rekomendasi asuransi mobil syariah terbaik yang sudah mendapatkan izin usaha MUI di Indonesia: 

Itu tadi informasi mengenai hukum asuransi dalam Islam. Kini kamu gak perlu ragu lagi dalam memiliki asuransi. Berminat punya asuransi?

Saat ini sudah banyak perusahaan asuransi di Indonesia yang menawarkan produk berbasis syariah. Temukan asuransi syariah pilihanmu sekarang dengan mengecek direktori asuransi terlengkap di Indonesia.

Apakah hukum asuransi dalam Islam adalah riba?

Hukum asuransi konvensional dalam Islam tentu saja termasuk riba karena sistem pengelolaannya tidak berdasarkan syariat Islam.

Sementara untuk hukum asuransi dengan menggunakan sistem syariah dalam Islam adalah diperbolehkan karena mengedepankan prinsip tolong-menolong (risk sharing).

Sementara itu asuransi syariah juga sudah diawasi oleh DPS agar semua sistem yang dijalankan bisa sejalur dan sesuai syarit Islam.

Jadi apakah asuransi itu haram? Dalam Al-Qur’an tidak dijelaskan secara ekspiltis mengenai asuransi. Namun ketika mengandung unsur riba maka dikatakan haram.

Itu lah mengapa ada pilihan produk asuransi syariah dengan kriteria tertentu dan bisa dikategorikan halal.

Tips dari Lifepal! Hukum asuransi dalam Islam adalah hal yang perlu diketahui oleh umat Islam sebelum memutuskan untuk beli asuransi.

Apabila mengacu pada aturan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Al-Qur’an maka hukum asuransi tidaklah haram selama pengelolaan asuransi berdasarkan prinsip-prinsip syariah. 

Kemudian, hukum asuransi dalam islam beserta dalilnya menurut pandangan ulama pun diperbolehkan selama asuransi tersebut berlandaskan ajaran Islam.

Bahkan, pendapat ulama tentang hukum asuransi juga mengatakan bahwa asuransi pada dasarnya memiliki fungsi untuk saling melindungi dan tolong-menolong antarumat manusia yang bisa saja mengalami musibah tidak terduga. 

Baik menurut MUI maupun pandangan ulama, selama dijalankan berlandaskan ajaran Islam, asuransi tentu saja diperbolehkan. Jenis proteksi ini dikenal juga dengan istilah asuransi syariah. 

Simak pula ulasan mengenai hukum bekerja di asuransi di artikel Lifepal lainnya!

Jagalah selalu kesehatan tubuh, sebab biaya pengobatan kamu tidaklah murah. Oleh karena itu, mari mulai melakukan gaya hidup sehat. Selain itu, kamu pun tetap harus menjaminnya dengan memiliki asuransi kesehatan.

Semoga informasi ini bermanfaat!

Simak video di bawah ini untuk mendapatkan tips memilih asuransi kesehatan terbaik:

Berapa uang pertanggungan dari asuransi kamu?

Uang pertanggungan adalah sejumlah uang yang akan cair jika terjadi risiko meninggal dunia. Produk asuransi umumnya akan memberikan uang pertanggungan asuransi (UP).

Nilai uang pertanggungan adalah hasil perhitungan Nilai Hidup Manusia. Jika kamu ingin mengetahui berapa besarannya, manfaatkan kalkulator nilai hidup manusia berikut ini untuk menghitungnya:

Perlu kamu ketahui, asuransi memiliki sejumlah risiko, terutama mengenai risiko kerugian investasi. Jika produk yang kamu pilih berbentuk unit link, maka ada risiko kerugian investasi di dalamnya.

Artinya, ada kemungkinan kamu perlu membayar premi lebih lama dari ketentuan awal jika terjadi risiko kerugian tersebut. Kalau kamu tidak mengisi ulang saldo unit link yang kosong, bisa-bisa polis kamu lapse.

Maka dari itu, pastikan sebelum memilih produknya kamu sudah membaca polisnya secara rinci. Mau cara yang lebih simple? Manfaatkan fitur perbandingan asuransi terbaik di Lifepal!

Pertanyaan seputar hukum asuransi dalam Islam

Hukum asuransi dalam Islam adalah diperbolehkan, asalkan pelaksanaannya dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Hal ini sesuai dengan pendapat ulama tentang asuransi yang tertuang dalam fatwa MUI nomor 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah. Untuk mendapatkan asuransi yang didasari pengelolaan keuangan berbasis syariah, kamu bisa dapatkan melalui asuransi syariah.

Konsep asuransi syariah didasarkan pada ketentuan-ketentuan dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI). Jadi, asuransi syariah pasti telah mendapat persetujuan dari Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Termasuk asuransi mobil syariah dinyatakan sebagai produk keuangan yang halal.

Perbedaan asuransi konvensional dan asuransi syariah terletak pada pengalihan risiko dan izin usahanya. Asuransi syariah pengelolaan dananya menggunakan prinsip tolong menolong, sementara asuransi konvensional menggunakan prinsip jual beli. 

Biar lebih jelas, yuk simak perbedaan asuransi konvensional dengan syariah selengkapnya di Lifepal!

Artikel Terkait Lainnya
Artikel terkait tidak ditemukan