Mekanisme Asuransi Syariah dan Konvensional Plus Perbedaannya
Mekanisme asuransi syariah pada dasarnya sama seperti asuransi umum (konvensional), hanya saja ada beberapa spesifikasi yang membuat keduanya jadi sedikit berbeda.
Lantas, bagaimana mekanisme asuransi syariah dan konvensional? Untuk mengetahuinya simak ulasan lengkapnya berikut ini.
Penjelasan Mekanisme Kerja Asuransi Syariah dan Konvensional
Asuransi syariah dan asuransi konvensional adalah dua jenis produk yang berbeda, oleh karena itu sudah pasti cara kerja maupun pengelolaan dananya juga berbeda.
Seperti apa perbedaan cara kerja asuransi syariah dan konvensional? Berikut penjelasannya dalam bentuk tabel untuk memudahkanmu dalam memahaminya.
No. | Mekanisme | Asuransi Syariah | Asuransi Konvensional |
1. | Prinsip | Menggunakan prinsip sharing risk, di mana peserta saling menanggung antara satu peserta dengan peserta lainnya (ta’awun). | Menerapkan prinsip transfer of risk, di mana peserta mengalihkan risiko kepada perusahaan asuransi yang bertindak sebagai penanggung sepenuhnya. |
2. | Kepemilikan dana | Kepemilikan dana sepenuhnya dimiliki bersama dan perusahaan asuransi hanya berdiri sebagai pengelola dengan mengedepannya transparasi. | Perusahaan memiliki hak penuh atas alokasi dana dan investasi peserta asuransi. |
3. | Bentuk investasi | Tidak akan menginvestasikan dana peserta ke instrumen investasi yang bertentangan dengan prinsip syariah, seperti mengandung unsur judi, suap, dan haram. | Bebas menginvestasikan dana peserta ke seluruh instrumen investasi dan tidak terbatas pada ketentuan syariah. |
4. | Klaim | Mengedepankan prinsip sharing risk (tolong menolong), maka dana klaim akan dicairkan di tabungan bersama, sehingga tidak mempengaruhi keuangan perusahaan. | Dana pertanggungan didapatkan langsung dari perusahaan asuransi yang didasari oleh perbandingan risiko serta modalnya. |
5. | Pemegang polis | Polis dapat dipegang dan didaftarkan untuk satu keluarga, sehingga seluruh keluarga bisa mendapatkan manfaat dari polis tersebut. | Pemegang polis hanya diperbolehkan bagi satu orang saja. |
6. | Pengawasan | Mekanisme asuransi syariah melibatkan pihak ketiga, yaitu Dewan Pengawas Syariah (DPS) sebagai pengawas dalam segala aktivitas asuransi. | Tidak ada badan pengawas sebagai pihak ketiga. Sebaliknya, asuransi konvensional justru wajib terdaftar serta mematuhi regulasi yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). |
Apa Perbedaan Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional?
Setelah tahu mengenai mekanisme asuransi syariah dan konvensional, kini saatnya mengetahui perbedaan kedua asuransi tersebut.
Berikut perbedaan antara asuransi syariah dan asuransi konvensional yang harus kamu tahu:
1. Visi dan misi
Perbedaan asuransi syariah dan konvensional yang pertama dapat diketahui dari visi misi yang diembannya.
Pada asuransi syariah, misi yang diemban adalah aqidah, ibadah (ta’awun), ekonomi (iqtishod), dan misi pemberdayaan umat (sosial). Sementara dari segi visi adalah sebagai lembaga keuangan yang konsisten menjalankan transaksi asuransi secara secara islami.
Lain halnya dengan visi dan misi yang diusung oleh asuransi konvensional. Asuransi konvensional memiliki misi utama yaitu, ekonomi dan sosial.
2. Sumber hukum
Perbedaan berikutnya adalah dari sumber hukum yang diterapkan. Asuransi syariah bersumber dari hukum Allah yang mana terdapat dalam Al-Quran, sunnah, Ijma, Fatwa, Qiyas, Istihsan, Urf (tradisi), dan Maslahah Mursalah. Sementara sumber hukum asuransi konvensional berasal dari pikiran manusia dan kebudayaan.
3. Akad
Perbedaan ketiga antara asuransi syariah dan konvensional adalah akad yang digunakan. Asuransi syariah menggunakan dua jenis akad, yaitu tabarru’ dan ijarah. Sedangkan asuransi konvensional memakai akad jual beli.
4. Dana hangus
Perbedaan lain antara asuransi konvensional dan syariah adalah soal dana hangus. Pada asuransi konvensional, dana hangus berlaku ketika periode polis berakhir atau nasabah tidak dapat membayar premi ataupun ketentuan lainnya.
Sedangkan dalam asuransi syariah, dana hangus tidak berlaku, sehingga nasabah dapat sepenuhnya mengambil kembali dana yang sudah dibayarkan.
5. Surplus underwriting
Surplus underwriting adalah dana yang diberikan kepada nasabah apabila terdapat kelebihan dari rekening sosial, termasuk dari pendapatan lain setelah dikurangi pembayaran klaim / santunan dan utang (bila ada).
ada asuransi syariah, surplus underwriting akan dibagikan ke peserta dan perusahaan sepanjang telah disepakati oleh peserta.
Apa itu Asuransi Syariah?
Bila merujuk pada fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah dikatakan bahwa, Asuransi Syariah adalah usaha saling tolong menolong di antara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk aset (tabarru’) yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariat Islam.
Dari pengertian asuransi syariah di atas, bisa disimpulkan bahwa produk asuransi ini merupakan usaha tolong menolong dan saling melindungi antar sesama umat manusia dengan cara menghibahkan sejumlah dana ke dalam bentuk rekening bersama (dana tabarru’).
Dana tersebut selanjut akan dimanfaatkan atau diberikan bila ada salah satu peserta yang mengalami risiko tertentu dalam hidup, seperti kecelakaan, sakit, cacat, atau meninggal dunia.
Tujuan Asuransi Syariah
Tujuan utama dari asuransi syariah adalah untuk membantu meningkatkan kesejahteraan dan perjuangan umat. Tentunya dengan mengemban beberapa misi di antaranya aqidah, ibadah, iqtishodi, dan keumatan.
Sebaliknya, tujuan utama asuransi konvensional adalah mendapatkan mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya.
Konsep Dasar Asuransi Syariah
Ada beberapa hal yang mendasari konsep dasar asuransi berbasis syariah, yaitu unsur tolong menolong dengan dana tabarru’ yang memungkinkan dana tersebut dapat dipinjamkan kepada peserta tanpa adanya unsur paksaan.
Tidak hanya itu, dana yang telah disetorkan oleh peserta tidak akan hangus jika masa tanggungan habis dan akan dikembalikan. Semuanya itu dilandasi oleh akad yang sesuai dengan syariat Islam.
Dasar Hukum Asuransi Syariah
Dasar hukum asuransi syariah adalah payung hukum yang memberikan rasa aman dan kepastian bagi para pesertanya. Di Indonesia, dasar hukum asuransi syariah terdiri dari tiga, yaitu Al Quran dan hadits, fatwa MUI, dan Peraturan Menteri Keuangan.
Berikut dasar hukum asuransi syariahnya:
Al Quran dan Hadits
Fatwa MUI
Peraturan Menteri Keuangan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2020 tentang Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah menjadi dasar hukum terakhir yang memayungi asuransi syariah di Indonesia.
Prinsip-Prinsip Asuransi Syariah
Dalam pelaksanaannya, asuransi syariah memiliki sembilan prinsip dasar. Berikut prinsip-prinsip dasar yang terdapat dalam asuransi syariah:
1. Tauhid
Tauhid menjadi prinsip dasar dalam asuransi syariah. Ini menjadi satu poin penting yang wajib dipahami dengan baik. Dalam prinsip ini, niat dasar memiliki asuransi bukanlah untuk meraih keuntungan semata, tapi juga ikut serta dalam menerapkan prinsip syariah dalam asuransi.
Hal tersebut perlu dipahami dengan baik, karena asuransi syariah ditujukan untuk saling tolong-menolong dan bukan sarana perlindungan semata saat mengalami risiko di kemudian hari.
2. Keadilan
Dalam asuransi syariah, ada juga prinsip keadilan di mana peserta dan perusahaan asuransi bersikap adil antara satu dengan lainnya.
Maksudnya, kedua belah pihak harus saling berkeadilan terkait dengan hak dan kewajibannya masing-masing. Tujuannya agar tidak ada satu pihak yang merasa terzalimi atau dirugikan atas penggunaan produk asuransi tersebut.
3. Tolong-menolong
Prinsip tolong-menolong menjadi satu dari sekian banyak poin penting yang terdapat dalam asuransi syariah. Sesama peserta memang diwajibkan untuk saling membantu antara satu dengan lainnya.
Hal seperti ini yang harus dilakukan saat mengetahui salah satu peserta terkena musibah atau mengalami kerugian, sehingga perusahaan asuransi hanya akan bertindak sebagai pengelola dana saja di dalam konsep asuransi syariah.
4. Amanah
Perusahaan asuransi syariah juga harus berlandaskan prinsip amanah, terlebih dalam mengelola dana peserta. Hal serupa pun juga berlaku bagi para pesertanya. Dalam hal ini, peserta harus bersikap jujur ketika mengajukan klaim.
5. Saling rida
Prinsip saling rida juga menjadi dasar dalam asuransi syariah, sehingga semuanya dapat berjalan dengan baik dan sesuai ketentuan. Artinya, peserta rida saat dananya dikelola perusahaan asuransi sebagaimana mestinya sesuai dengan konsep syariah.
Tidak hanya peserta, perusahaan asuransi juga harus rida dengan amanah yang diterimanya. Dan, mereka harus mengelola dana pesertanya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
6. Kerja sama
Asuransi syariah juga menerapkan prinsip kerja sama antara peserta dan perusahaan asuransi selaku pengelola dananya. Kerja sama ini dilakukan sesuai dengan perjanjian atau akad yang telah disepakati sejak awal oleh kedua belah pihak. Dengan begitu, keduanya dapat menjalankan hak dan kewajibannya dengan seimbang.
7. Menghindari riba
Pada asuransi syariah, tidak membenarkan adanya riba. Itu artinya, semua dana kontribusi atau premi yang dibayarkan peserta ke perusahaan asuransi wajib diinvestasikan dalam berbagai bisnis yang sesuai dengan prinsip syariah.
8. Menghindari prinsip bertaruh
Bila dalam asuransi konvensional menggunakan prinsip maisir (gambling) adalah hal yang lumrah, namun tidak demikian dalam asuransi syariah. Asuransi syariah justru menghindari penggunaan konsep tersebut dan akan menerapkan sistem risk sharing di dalam layanan mereka.
9. Menghindari ketidakjelasan
Asuransi syariah juga tidak memperbolehkan adanya ketidakjelasan (gharar) dalam kegiatannya. Ini karena asuransi syariah menerapkan konsep sharing risk dan bukan risk transfer sebagaimana yang lazim dipakai dalam asuransi konvensional.
10. Menghindari praktik suap-menyuap
Pada dasarnya, praktik suap-menyuap (risywah) dijauhkan dalam semua transaksi, termasuk asuransi. Itu sebabnya, baik asuransi syariah maupun konvensional sebaiknya menghindari dari praktik tersebut.
Karena, suap-menyuap ini adalah kegiatan yang menguntungkan salah satu pihak saja, sementara pihak lainnya akan dirugikan. Itu mengapa, praktik ini dilarang, khususnya pada asuransi syariah.
Bagaimana Klaim Asuransi Syariah?
Pada dasarnya, klaim asuransi syariah sebenarnya sama saja dengan asuransi konvensional. Namun yang membedakannya adalah asuransi syariah sejak perjanjian awal (akad) peserta telah diberitahukan mengenai sumber dana klaim, yaitu dana tabarru’ yang merupakan kumpulan dari dana kontribusi dari peserta lainnya.
Adapun pedoman umum klaim asuransi syariah meliputi:
Pertanyaan seputar mekanisme asuransi syariah
Contoh asuransi syariah:
- Asuransi jiwa syariah
- Asuransi mobil syariah
- Asuransi pendidikan syariah
- Asuransi Kesehatan Syariah
- Asuransi Unit Link Syariah
- Asuransi Kecelakaan Diri Syariah
Contoh perusahaan asuransi syariah di Indonesia:
- Prudential Syariah
- Asuransi AIA Syariah
- Asuransi Allianz Syariah
- Asuransi BNI Life Syariah
- Asuransi Manulife Syariah
- Asuransi AXA Mandiri Syariah