Surat Perjanjian Ganti Rugi Kecelakaan Berikut Contohnya
Surat perjanjian ganti rugi kecelakaan sangat penting mengingat pelanggaran dan peristiwa kecelakaan lalu lintas saat ini terus meningkat.
Peningkatan pemakaian kendaraan roda empat maupun dua turut meningkatkan frekuensi terjadinya kecelakaan lalu lintas.
Karena itu, dibutuhkan surat pernyataan ganti rugi kecelakaan sebagai tanggung jawab mengganti kerugian akibat kecelakaan lalu lintas yang terjadi.
Namun, agar tidak perlu membuat surat pernyataan ganti rugi kecelakaan, jangan lupa untuk berkendara dengan baik, dan pastikan kendaraanmu sudah terlindungi dengan asuransi mobil.
Untuk lebih jelasnya, mari kita ketahui mengenai surat pernyataan ganti rugi kecelakaan, dan beberapa hal yang harus diperhatikan saat mengurusnya.
Apa itu surat perjanjian ganti rugi kecelakaan?
Surat perjanjian ganti rugi kecelakaan adalah suatu bentuk tanggung jawab bagi pelaku kecelakaan lalu lintas.
Bagi pelaku kecelakaan lalu lintas sendiri, surat pernyataan ini menjadi kewajiban untuk memberikan ganti kerugian kepada korban yang mengalami kerugian secara materiil merupakan bentuk kepastian hukum yang diberikan kepada pelaku.
Pelaku dan korban yang telah menyepakati kesepakatan yang dituangkan dalam surat pernyataan kesepakatan bersama maka wajib untuk mentaatinya, dan surat pernyataan tersebut sebagai undang-undang bagi keduanya.
Kepastian hukum yang dimiliki oleh pelaku tersebut sesuai dengan yang terdapat pada pasal 28D ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan, bahwa “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”.
Alasan perlu memiliki surat perjanjian ganti rugi kecelakaan
Kecelakaan lalu lintas dapat terjadi karena perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pengemudi baik secara langsung maupun tidak langsung.
Terjadinya peristiwa kecelakaan lalu lintas akibat perbuatan melanggar hukum dari pengemudi kendaraan roda empat maupun dua akan menimbulkan kerugian pada pihak korban, dan pengemudi kendaraan itu wajib untuk mengganti kerugian.
Kewajiban untuk mengganti kerugian pada kecelakaan lalu lintas yang diakibatkan oleh perbuatan melanggar hukum, pada kenyataannya tidak sepenuhnya dilakukan oleh para pengemudi sebagaimana kerugian yang telah diderita oleh pihak korban.
Padahal, kewajiban mengganti kerugian yang dibebankan terhadap pelaku yang melanggar hukum yang menimbulkan kerugian dalam peristiwa kecelakaan lalu lintas telah tertuang dalam pasal 1365 KUH Perdata.
Karena alasan itulah penting untuk membuat surat pernyataan ganti rugi kecelakaan. Surat sakti ini dapat menjadi pegangan pihak korban bila pelaku ingkar dari tanggung jawabnya.
Poin-poin penting dalam surat perjanjian ganti rugi kecelakaan
Melihat dari manfaat dan isi surat perjanjian di atas, kita tentu sudah dapat menggambarkan poin apa saja yang harus dimasukkan dalam surat perjanjian ganti rugi kecelakaan.
Tapi kalau masih bingung, poin-poin surat perjanjian pernyataan ganti rugi kecelakaan, berikut ini bisa jadi bahan pertimbangan saat menyusun rancangan surat perjanjian tersebut.
- Identitas para pihak
- Kronologi peristiwa
- Kesepakatan kedua belah pihak.
Untuk lebih jelasnya, berikut ini contoh surat pernyataan ganti rugi kecelakaan yang berakhir pada perdamaian:
Contoh surat pernyataan ganti rugi kecelakaan
Kami yang bertanda tangan di bawah ini masing-masing:
1. Nama : HERU BIN RACHMAN
Umur : 35 Tahun
Pekerjaan : Karyawan swasta
Alamat : Bumi Asih, Kelurahan Cipedak Kecamatan Tonjong, Kab. Bogor
Selanjutnya disebut sebagai Pihak Pertama
2. Nama : TEDI BIN WAHYU B
Umur : 30 Tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Desa Cipedak, Kecamatan Tonjong, Kab. Bogor
3.Nama : SANDI BIN MAHMUD
Umur : 26 Tahun
Pekerjaan : Pelajar/Mahasiswa
Alamat : Desa Cipedak, Kecamatan Tonjong, Kab. Bogor
Selanjutnya disebut sebagai Pihak Kedua
Sehubungan dengan telah terjadinya kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Jalan Lintas Tonjong, Desa Cipedak, Kabupaten Bogor, Hari Sabtu tanggal 26 September 2020 sekira pukul 20.00 WIB antara Pihak Pertama dan Pihak Kedua. Ekses dari kejadian tersebut Pihak Kedua di larikan ke RSUD Bogor dan harus dirawat. Maka pada hari ini Kamis Tanggal 1 Oktober 2020, kami Pihak Pertama dan Pihak Kedua sepakat berdamai atas kejadian tersebut.
Adapun isi perjanjian perdamaian yang telah kami sepakati sebagai berikut:
Pihak Pertama dan Pihak Kedua telah saling memaafkan, karena kami sadar kejadian tersebut terjadi semata-mata atas kehendak Allah SWT dan bukan atas unsur kesengajaan.
Perbaikan Sepeda Motor kedua belah Pihak diperbaiki masing-masing Pihak.
Pihak Pertama bersedia membantu biaya pengobatan Pihak Kedua sebanyak Rp2.000.000,- (Dua Juta Rupiah).
Pihak Pertama dan Pihak Kedua berjanji tidak akan saling menuntut kerugian baik materi maupun non materi di kemudian hari setelah surat Pernyataan Perdamaian ini ditandatangani.
Pihak Pertama dan Pihak Kedua menyepakati hasil dari pernyataan Perdamaian ini tanpa ada unsur paksaan dari pihak manapun, dan apabila antara salah satu dari kedua belah Pihak melanggar pernyataan ini, maka yang melanggar tersebut bersedia dituntut secara hukum yang berlaku di Negara Republik Indonesia.
Demikian Surat Pernyataan Perdamaian ini kami buat dengan sebenarnya di hadapan saksi-saksi yang turut menandatangani di bawah ini, semoga kami mentaati seluruh isi surat Pernyataan perdamaian ini.
Bogor, 1 Oktober 2020
Pihak Kedua, Pihak Pertama,
HERU BIN RACHMAN TEDI BIN WAHYU B SANDI BIN MAHMUD
Persetujuan:
Orangtua Pihak Kedua, Orangtua Pihak Pertama,
RACHMAN BIN SOLEH WAHYU B BIN SANUSI MAHMUD BIN SULAIMAN
Saksi-Saksi:
Saksi I Saksi II,
Iskandar Amin, S.Pd.I Mursal Andullah
Sekdes Cipedak, Tonjong Kadus Cipedak, Tonjong
Mengetahui,
Keuchiek Cipedak, Tonjong Keuchiek Cipedak, Tonjong
NURDIN LUBIS ABDULLAH WAHID, SP
Jenis-jenis kecelakaan lalu lintas
Menurut UU no 22 th 2009 pasal ayat 24, kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda.
Jenis kecelakaan
Memahami jenis-jenis kecelakaan sangat penting mengingat cara menyelesaikan kasus kecelakaan bisa saja berbeda-beda. Berikut beberapa jenis kecelakaan.
1. Tabrak depan-depan (Head-on Collision)
Kecelakaan ini adalah jenis tabrakan di mana tabrakan terjadi antara dua kendaraan dari arah yang berlawanan. Kecelakaan ini terjadi karena kendaraan yang mau menyalip gagal kembali ke jalurnya atau karena jarak pandang yang tidak mencukupi di daerah tikungan.
Di Indonesia, kecelakaan ini yang paling sering terjadi, karena lebar jalan di hampir seluruh jalan di Indonesia masih di bawah standar.
2. Tabrak samping-samping (Run off Road Collision)
Jenis kecelakaan ini adalah jenis tabrakan di mana tabrakan terjadi hanya pada satu kendaraan yang keluar dari jalan dan menabrak sesuatu yang terjadi ketika pengemudi kehilangan kontrol atau salah menilai tikungan, atau mencoba untuk menghindari tabrakan dengan pengguna lain jalan atau binatang. Untuk mengatasi permasalahan ini, solusi yang ditawarkan adalah konsep zona bebas.
3. Tabrak depan-belakang (Rear- end Collision)
Jenis tabrakan ini terjadi dari dua atau lebih kendaraan di mana kendaraan menabrak kendaraan di depannya, biasanya disebabkan karena kendaraan di depan berhenti tiba-tiba. Skenario yang sering terjadi adalah deselerasi tiba-tiba oleh mobil pertama, misalnya untuk menghindari seseorang menyeberang jalan sehingga mobil kedua tidak punya waktu untuk rem dan bertabrakan dengan yang pertama.
Atau mobil kedua mempercepat lebih cepat dari kendaraan pertama (misalnya, meninggalkan persimpangan). Atau jika terjadi perbedaan kecepatan yang signifikan dari kendaraan pertama (truk) yang overload dengan kendaraan kedua yang kecepatannya lebih tinggi melewati jalan tanjakan, hal ini biasa terjadi di jalan tol. Jenis kecelakaan ini juga dapat menyebabkan kecelakaan beruntun dimana melibatkan lebih dari dua kendaraan.
4. Tabrak depan-Samping (Side Collision)
Jenis tabrakan ini terjadi antara dua kendaraan secara berdampingan dengan arah yang sama. Tabrakan ini sering terjadi di persimpangan Y, di tempat parkir, atau ketika kendaraan menabrak dari dari samping suatu objek tetap.
5. Terguling (Rollover)
Jenis tabrakan ini terjadi di mana kendaraan terjungkir balik, biasanya terjadi pada kendaraan dengan profil yang lebih tinggi seperti truk. Kecelakaan rollover berhubungan langsung dengan
stabilitas kendaraan. Stabilitas ini dipengaruhi hubungan antara pusat gravitasi dan lebar trek (jarak antara roda kiri dan kanan).
Pusat gravitasi yang tinggi dan trek lebar dapat membuat kendaraan tidak stabil di tikungan dengan kecepatan yang tinggi atau perubahan arah belokan yang tajam dan mendadak. Airbags maupun sabuk pengaman kurang efektif.
Hukum lalu lintas
Menurut Pasal 1 angka 24 UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan atau UU LLAJ, kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di Jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan Kendaraan dengan atau tanpa Pengguna Jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda.
Kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban meninggal dunia termasuk kecelakaan lalu lintas berat (Pasal 229 ayat [4] UU LLAJ). Bagi pengemudi yang terlibat dalam kecelakaan lalu lintas memiliki kewajiban (Pasal 231 ayat [1] UU LLAJ):
- Menghentikan Kendaraan yang dikemudikannya;
- Memberikan pertolongan kepada korban;
- Melaporkan kecelakaan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia terdekat; dan
- Memberikan keterangan yang terkait dengan kejadian kecelakaan.
Setiap pengemudi yang karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas wajib bertanggung jawab atas kerugian yang diderita korban, akan tetapi tanggung jawab ini tidak berlaku apabila (Pasal 234 ayat [3] UU LLAJ):
- Adanya keadaan memaksa yang tidak dapat dielakkan atau di luar kemampuan Pengemudi;
- Disebabkan oleh perilaku korban sendiri atau pihak ketiga; dan/ atau
- Disebabkan gerakan orang dan/ atau hewan walaupun telah diambil tindakan pencegahan.
Bagaimana jika pengemudi telah bertanggung jawab dan telah terjadi perdamaian dengan keluarga korban, apakah polisi tetap berhak melakukan penyidikan? Mengenai hal ini kita perlu melihat ketentuan Pasal 235 ayat (1) UU LLAJ yang berbunyi:
“Jika korban meninggal dunia akibat Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (1) huruf c, Pengemudi, pemilik, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum wajib memberikan bantuan kepada ahli waris korban berupa biaya pengobatan dan/atau biaya pemakaman dengan tidak menggugurkan tuntutan perkara pidana.”
Berdasarkan ketentuan di atas, dapat diketahui bahwa walaupun pengemudi telah bertanggung jawab atas kematian korban, tuntutan pidana terhadap dirinya tidak menjadi hilang. Karena itu, kepolisian tetap melakukan penyidikan sesuai hukum acara pidana sesuai peraturan perundang-undangan (Pasal 230 UU LLAJ). Jadi, pihak kepolisian tetap akan melakukan penyidikan meskipun ada kesepakatan keluarga korban tidak akan menuntut secara pidana.
Ancaman sanksi pidana untuk pengemudi kendaraan bermotor penyebab kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban meninggal dunia adalah pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000 (Pasal 310 ayat [4] UU LLAJ).
Meski pelaku telah bertanggung jawab serta adanya perdamaian dengan keluarga korban tidak menghapuskan tuntutan pidana seperti yang terdapat pada Putusan MA No. 1187 K/Pid/2011. Bahkan dalam Putusan MA No. 2174 K/Pid/2009, terdakwa tetap dikenakan hukuman walaupun telah ada perdamaian dan terdakwa sendiri juga mengalami luka (retak tulang tangan kiri dan tak sadarkan diri) dalam kecelakaan tersebut.
Kendati demikian, pelaku tetap perlu mengusahakan perdamaian dengan keluarga korban karena hal itu dapat dipertimbangkan hakim untuk meringankan hukumannya. Sebaliknya, tidak adanya perdamaian antara pelaku dengan keluarga korban bisa menjadi hal yang memberatkan pelaku.
Misalnya, dalam Putusan MA No. 403 K/Pid/2011 antara pelaku dan keluarga korban tidak tercapai perdamaian, serta dalam Putusan MA No. 553 K/ Pid/2012 pelaku tidak memiliki itikad baik untuk melakukan perdamaian kepada keluarga korban, sehingga menurut majelis hakim tidak adanya perdamaian dijadikan sebagai pertimbangan yang memberatkan kesalahan terdakwa.
Jadi, apabila kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban meninggal dunia dan pelaku telah bertanggung jawab kepada keluarga korban serta terjadi perdamaian, hal tersebut tidak menghapus tuntutan pidana kepada pelaku, sehingga polisi tetap berhak melakukan penyidikan.
Pertanyaan seputar surat perjanjian ganti rugi kecelakaan
- Identitas kedua belah pihak
- Kronologi kecelakaan lalu lintas
- Isi kesepakatan dari kedua belah pihak.