Dasar Hukum Asuransi di Indonesia dan Versi Islam

Hukum asuransi

Hukum asuransi adalah peraturan tertulis yang mengikat dua pihak yaitu tertanggung atau pemegang polis dengan perusahaan asuransi dalam perjanjian asuransi yang telah disepakati.

Pengertian hukum asuransi ini sesuai Pasal 246 KUHD yang berbunyi, “asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian yang mengikat penanggung kepada tertanggung dengan cara menerima sejumlah premi yang dimaksudkan menjamin penggantian terhadap tertanggung akibat adanya kerugian yang timbul, terjadinya kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, hal tersebut mungkin akan terjadi akibat terjadinya suatu evenemen (peristiwa yang tidak pasti).”

Selain pasal di atas, masih terdapat beberapa pasal dan undang-undang (UU) yang menjadi landasan hukum asuransi. Termasuk fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) perihal kehalalan asuransi yang menjadi salah satu dasar hukum asuransi dalam Islam.

Ada tiga poin utama yang kamu perlu pahami terkait hukum dalam perasuransian, yaitu:

  • Terdapat dasar hukum yang mengatur usaha perasuransian bagi perusahaan penyedianya. Dasar hukum ini juga terbagi menjadi dasar hukum asuransi secara general dan syariah.
  • Hukum asuransi juga mengatur pelaku di industri asuransi, salah satunya adalah landasan hukum bagi agen asuransi.
  • Landasan hukum juga tersedia untuk perjanjian yang berlaku dalam perasuransian.
  • Dasar hukum asuransi inilah yang akan memberikan payung hukum bagi kedua belah pihak jika sewaktu-waktu terjadi sengketa. Dengan begitu, semua persoalan yang ditimbulkan bisa diselesaikan secara hukum berdasarkan bukti-bukti yang ada.

    Sekarang, mari kita simak ulasan tentang dasar hukum asuransi yang ada di Indonesia dan dalam Islam berikut ini.

    Dasar hukum asuransi di Indonesia

    Baik perusahaan asuransi jiwa yang memiliki produk asuransi kesehatan, hingga asuransi umum yang menawarkan beragam jaminan ganti rugi atas aset yang dijaminkan seperti properti, wajib tunduk pada dasar hukum asuransi di Indonesia.

    Adapun pelaksanaannya berpedoman pada lima dasar hukum perasuransian yaitu:

  • UU Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian
  • Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 1320 dan Pasal 1774
  • Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) Bab 9 Pasal 246
  • Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 73 Tahun 1992
  • PP Nomor 63 Tahun 1999
  • Adapun pengertian asuransi sendiri merupakan bentuk perjanjian antara pihak tertanggung yakni pemegang polis asuransi dengan pihak penanggung yakni perusahaan asuransi.

    Pihak tertanggung berhak mendapatkan ganti rugi bila terjadi risiko finansial yang dalam perjanjian ditanggung oleh perusahaan asuransi. Untuk dasar hukum asuransi, berikut ulasan lengkapnya!

    1. UU Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian

    Undang-undang ini adalah dasar hukum utama yang meregulasi industri perasuransian dan segala kegiatan di dalamnya. Dalam UU ini disebutkan bahwa asuransi adalah bentuk usaha menanggulangi risiko yang dihadapi masyarakat.

    2. KUHP Pasal 1320 dan Pasal 1774

    Kedua pasal hukum asuransi dalam KUHP ini menerangkan bahwa asuransi mengandung perjanjian antara dua belah pihak. Perjanjian tersebut termasuk ke dalam ruang lingkup pidana, sehingga apa-apa yang terkait di dalamnya bisa dibawa ke ranah hukum pidana.

    3. KUHD Bab 9 Pasal 246

    Hampir sama seperti Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Perasuransian, KUHD Bab 9 Pasal 246 juga menjelaskan tentang jenis pertanggungan asuransi, batas maksimal pertanggungan, proses klaim yang berlaku, penyebab batalnya proses pertanggungan, hingga bagaimana pertanggungan dinyatakan secara tertulis dalam dokumen polis.

    4. PP Nomor 73 Tahun 1992

    PP Nomor 73 Tahun 1992 mengatur penyelenggaraan usaha perasuransian dalam rangka mendorong pertumbuhan nasional. Dalam praktiknya, perusahaan asuransi harus berprinsip sehat dan bertanggung jawab.

    5. PP Nomor 63 Tahun 1999

    PP Nomor 64 Tahun 1999 ini merupakan revisi dari PP Nomor 7 Tahun 1992, yang membahas penyelenggaraan perasuransian. Perubahan tersebut terjadi dalam rangka menyesuaikan peraturan dan regulasi yang ada dengan perubahan zaman.

    Dasar hukum asuransi dalam Islam

    Dasar hukum asuransi dalam Islam mengacu pada produk-produk asuransi syariah. Landasan untuk asuransi syariah terdiri atas beberapa surat dala AL Quran, hadits, fatwa MUI, dan diperkuat oleh Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

    1. Dasar hukum dalam Al Quran

    Landasan hukum asuransi dalam Islam yang pertama terdapat pada Al-Qur’an dan hadis yaitu:

  • Al Maidah 2: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.”
  • An Nisaa 9: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah yang mereka khawatir terhadap mereka.”
  • HR Muslim dari Abu Hurairah: “Barang siapa melepaskan dari seorang muslim suatu kesulitan di dunia, Allah akan melepaskan kesulitan darinya pada hari kiamat.”
  • 2. Fatwa MUI

    Dasar asuransi syariah di Indonesia juga diperkuat dengan fatwa MUI. Asuransi syariah dinilai sebagai solusi dari penilaian sebagian masyarakat bahwa asuransi bertentangan dengan syariat agama.

    Sejak 2001, MUI mengeluarkan beberapa fatwa yang menyatakan bahwa asuransi syariah diperbolehkan dalam Islam.

    Beberapa fatwa MUI yang mempertegas kehalalan asuransi syariah adalah:

  • Fatwa No 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah.
  • Fatwa No 51/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Mudharabah Musytarakah pada Asuransi Syariah
  • Fatwa No 52/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Wakalah Bil Ujrah pada Asuransi Syariah dan Reasuransi Syariah
  • Fatwa No 53/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Tabarru pada Asuransi Syariah.
  • 3. Peraturan Menteri Keuangan

    Asuransi syariah juga sudah diatur operasional dan keberadaannya melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2010 tentang Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah.

    Berikut pasal-pasal yang terdapat dalam PMK mengenai asuransi:

    1. Pasal 1 Nomor 1: Asuransi berdasarkan prinsip Syariah adalah usaha saling tolong-menolong (ta’awuni) dan melindungi (takafuli) di antara para nasabah melalui pembentukan kumpulan dana (tabbaru’) yang dikelola dengan prinsip syariah untuk menghadapi risiko tertentu.
    2. Pasal 1 Nomor 2: Perusahaan adalah perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi yang menyelenggarakan seluruh atau sebagian usahanya berdasarkan prinsip syariah.
    3. Pasal 1 Nomor 3: Nasabah adalah orang atau badan yang menjadi nasabah program asuransi dengan prinsip Syariah, atau perusahaan asuransi yang menjadi nasabah reasuransi dengan prinsip syariah.

    Berdasarkan dasar hukum asuransi syariah di atas, maka asuransi dinyatakan halal jika memenuhi prinsip berikut ini:

  • Dikelola secara syariah
  • Unsur tolong menolong dalam iuran
  • Dana hibah yang terkumpul digunakan untuk kebaikan
  • Bagi hasil risiko maupun keuntungan
  • Bentuk muamalah (hubungan manusia sebagai makhluk sosial) dalam manajemen keuangan
  • Penyelesaian sengketa diutamakan lewat musyawarah.
  • Landasan hukum agen asuransi

    Dasar hukum asuransi yang membahas agen asuransi terdapat dalam UU Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian Pasal 28.

    Dalam UU ini, agen asuransi berhak memasarkan produk asuransi yang diterbitkan perusahaan asuransi, dengan kewajiban menyampaikan informasi yang benar ke pemegang polis dan tertanggung.

    Untuk menjadi agen asuransi, mereka harus memiliki lisensi dengan cara mengikuti ujian dari Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) untuk menjual produk-produk asuransi jiwa, dan Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) untuk menjual produk-produk asuransi umum.

    Agen asuransi juga berhak mendapatkan komisi atau employee benefit dari premi yang dibayarkan pemegang polis. Komisi yang diperoleh sesuai dengan peraturan perusahaan asuransi, dan agen asuransi dilarang menggelapkan premi nasabahnya.

    Landasan hukum pemberlakuan dan pembatalan asuransi

    Hukum asuransi juga mengatur tentang pemberlakuan dan pembatalan asuransi. Itu sebabnya, sebagai pemegang polis atau tertanggung, kamu harus mengetahui mengenai hukum asuransi pada bagian ini.

    Berikut ulasannya!

    Masa berlaku asuransi

    Menurut KUHD Pasal 255, masa berlaku asuransi didasari pembelian asuransi yang telah terjadi. Jadi, polis yang belum diterbitkan telah berlaku setelah pemegang polis menandatangani dan membayar premi pertama.

    Perusahaan asuransi pun wajib untuk menerbitkan polis sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sejak saat itu pula, hak dan kewajiban di antara tertanggung dan penanggung telah muncul.

    Pembatalan asuransi

    Gak hanya mengatur perjanjian asuransi, hukum di Indonesia juga melindungi peserta dan perusahaan asuransi. Sebab, bisa saja ada hal-hal di luar perjanjian yang dilanggar perusahaan maupun peserta asuransi.

    Hukum asuransi di Indonesia telah mengantisipasinya melalui undang-undang yang berlaku. Baik perusahaan maupun peserta bisa membatalkan perjanjian.

    Pembatalan asuransi sudah diatur dalam KUH Perdata Pasal 1320. Dalam pasal tersebut, perjanjian asuransi dianggap batal jika beberapa hal di bawah ini terjadi:

  • Terbukti melakukan kecurangan, penipuan, atau rekayasa oleh tertanggung
  • Keputusan pengadilan yang membebaskan penanggung dibebaskan dari segala kewajiban terhadap tertanggung
  • Ada kerugian yang gak tercantum dalam perjanjian asuransi yang sudah disepakati
  • Terdapat informasi yang gak benar dari tertanggung atau dengan kata lain gak jujur dalam mengisi kondisi awal sebelum pendaftaran asuransi
  • Jika terbukti bahwa objek asuransi merupakan barang ilegal atau barang terlarang yang diperdagangkan di wilayah hukum Indonesia dan terbukti melanggar peraturan perdagangan
  • Intinya aturan hukum asuransi ini bertujuan untuk sama-sama melindungi kepentingan tertanggung dan penanggung.

    Ada beberapa kondisi yang bisa menyebabkan perjanjian asuransi menjadi batal peraturan di dalam KUHD, di antaranya:

  • Memuat keterangan yang tidak benar atau saat tertanggung tidak memberitahukan apa yang diketahuinya di mana jika hal tersebut disampaikan kepada penanggung akan berakibat tidak ditutupnya perjanjian asuransi tersebut (Pasal 251 KUHD).
  • Memuat suatu kerugian yang telah ada sebelum perjanjian asuransi ditandatangani (Pasal 269 KUHD).
  • Memuat ketentuan bahwa tertanggung dengan pemberitahuan melalui pengadilan membebaskan penanggung dari segala kewajiban di masa depan (Pasal 272 KUHD).
  • Terdapat akalan cerdik, penipuan atau kecurangan yang dilakukan oleh tertanggung (Pasal 282 KUHD).
  • Jika objek pertanggungan menurut peraturan perundang-undangan tidak boleh diperdagangkan dan atas sebuah kapal, baik kapal Indonesia maupun kapal asing yang digunakan untuk mengangkut obyek pertanggungan menurut peraturan perundang-undangan tidak boleh diperdagangkan (Pasal 599 KUHD).
  • Baik peserta dan perusahaan asuransi diharapkan mendapatkan hak dan menjalankan kewajibannya sesuai dengan perjanjian dalam polis asuransi. Apalagi, hukum asuransi di Indonesia sudah cukup lengkap.

    Selain payung hukum asuransi, pemerintah juga menghadirkan pengawas dan regulator di sektor ini lewat Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Bahkan, MUI pun sudah memberikan fatwa tentang hukum asuransi dalam Islam.

    Tujuan asuransi

    Selain dasar hukum asuransi yang dijelaskan di atas, kamu perlu mengetahui tujuan memiliki asuransi. Salah satunya mengurangi kerugian finansial ketika terjadi risiko yang gak diinginkan.

    Berikut tujuan asuransi yang bisa jadi pertimbangan kamu dalam memilih asuransi terbaik!

    1. Pengalihan risiko

    Pengalihan risiko adalah tujuan utama dari memiliki asuransi. Risiko akan dialihkan dari tertanggung kepada pihak penanggung yang adalah perusahaan asuransi.

    Sebab maksud dari asuransi memang untuk menanggung segala macam kerugian yang mungkin dialami tertanggung, baik kepada dirinya sendiri maupun kepada keluarga atau ahli warisnya.

    Tujuan memiliki asuransi yang satu ini biasanya didasari kesadaran dan pemahaman yang baik dari tertanggung mengenai kemungkinan ancaman maupun kerugian yang akan berdampak pada keselamatan jiwa ataupun kekayaannya.

    Pengalihan risiko ini bisa dilakukan jika tertanggung atau pemegang polis membayar sejumlah premi. Premi tersebut akan diterima penanggung dan dialihkan sebagai manfaat kepada tertanggung jika suatu hari mengalami risiko tertentu.

    2. Ganti rugi

    Selain itu, asuransi juga memiliki tujuan sebagai ganti rugi jika terjadi apa-apa terhadap tertanggung semisal tiba-tiba mengalami bahaya atau kerugian yang menimpanya.

    Namun, bahaya dan kerugian tersebut sebenarnya jarang sekali terjadi. Lebih sering terjadi hanya sebagian sehingga kerugian yang ditanggung pun bukan kerugian total.

    Ganti rugi yang akan dilakukan penanggung pun disesuaikan dengan paket asuransi yang dipilih.

    3. Pemberi santunan

    Pada dasarnya, asuransi kerugian ataupun asuransi jiwa dilakukan dengan perjanjian bebas (sukarela) antara penanggung dan tertanggung.

    Namun, perjanjian ini diatur undang-undang yang berlaku sehingga asuransi sifatnya berubah menjadi wajib karena terikat undang-undang. Ini yang kemudian membuatnya menjadi asuransi sosial.

    Asuransi sosial ini bertujuan untuk melindungi masyarakat dari berbagai ancaman kecelakaan yang bisa menyebabkan cacat permanen atau bahkan kematian.

    Tentunya perlindungan ini diberikan setelah mereka berkontribusi dengan membayarkan premi. Namun, mereka yang membayarkan kontribusi sebagai tertanggung adalah mereka yang terikat dalam sebuah hubungan hukum tertentu seperti hubungan kerja, penumpang angkutan umum, dan lain-lain yang telah diatur undang-undang.

    4.  Kesejahteraan anggota

    Asuransi dijalankan sebuah kelompok yang mana perusahaan asuransi berperan sebagai penanggung, sedangkan orang-orang yang berada di dalamnya adalah tertanggung.

    Asuransi jenis ini memiliki cara kerja yang berlaku pada sebuah koperasi yang saling menanggung dan usaha bersama untuk menjamin kesejahteraan anggota.

    Bila seorang anggota mengalami kejadian yang mengakibatkan kerugian atau bahkan meninggal dunia, kelompok tersebut akan memberikan sejumlah uang tersebut kepada yang bersangkutan sebagai santunan.

    Jenis asuransi di Indonesia

    Asuransi di Indonesia terbagi dalam dua kelompok utama yaitu asuransi jiwa dan asuransi umum. Pembagian ini didasari keberadaan asosiasinya yaitu AAJI dan AAUI.

    Apa aja produk asuransi di masing-masing kelompok ini? Simak ulasan berikut.

    Asuransi jiwa

    Asuransi jiwa memberikan jaminan pengalihan risiko jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pada tertanggung yang bisa berdampak pada dirinya dan keluarga.

    Produk asuransi jiwa terdiri atas:

  • Asuransi jiwa berjangka
  • Asuransi jiwa seumur hidup
  • Asuransi jiwa unit link
  • Asuransi jiwa dwiguna (endowment).
  • Asuransi kesehatan
  • Untuk mengetahui jumlah uang pertanggungan (UP) jiwa, kamu bisa menghitungnya dengan Kalkulator UP jiwa berikut ini:

    Asuransi umum

    Asuransi umum secara sederhana memberikan ganti rugi atas aset yang dijaminkan. Perusahaan asuransi umum di Indonesia tergabung dalam AAUI.

    Namun, asuransi umum gak hanya menjamin kerusakan aset. Beberapa perusahaan asuransi umum telah memiliki izin dari OJK untuk menjual produk asuransi kesehatan dan asuransi karyawan.

    Berikut beberapa produk asuransi umum:

  • Asuransi kendaraan bermotor yang terdiri atas asuransi all risk dan asuransi total loss only (TLO)
  • Asuransi properti
  • Asuransi kecelakaan diri
  • Asuransi kredit
  • Asuransi perjalanan
  • Bagi kamu yang pengin beli asuransi mobil dengan cara simpel, kamu bisa beli online di Lifepal. Untuk preminya, kamu bisa hitung dengna Kalkulator Premi Asuransi Mobil berikut!

    Kalau kamu pengin tahu asuransi mobil yang cocok, kamu bisa coba kuis berikut ini.

    Kalau kamu punya pertanyaan terkait manfaat asuransi lainnya sekaligus mendapatkan rekomendasi kepada berbagai produk asuransi yang ada di Indonesia, konsultasikan saja di Tanya Lifepal!

    Pertanyaan seputar hukum asuransi

     

    Dasar hukum asuransi di Indonesia terikat kepada lima undang-undang berikut.

    • UU Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian
    • Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 1320 dan Pasal 1774
    • Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) Bab 9 Pasal 246
    • Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 73 Tahun 1992
    • PP Nomor 63 Tahun 1999.
    Berdasarkan Al Quran, hadits, fatwa MUI, dan Peraturan Menteri Keuangan, asuransi syariah dinyatakan halal jika memenuhi kriteria berikut.

    • Dikelola secara syariah dengan mengutamakan unsur tolong menolong dalam iuran.
    • Dana hibah yang terkumpul digunakan untuk kebaikan.
    • Bagi hasil risiko maupun keuntungan.
    • Bentuk muamalah (hubungan manusia sebagai makhluk sosial) dalam manajemen keuangan.
    • Penyelesaian sengketa diutamakan lewat musyawarah.